LKPP 2020

Masalah Pembayaran Restitusi Pajak Kembali Jadi Temuan BPK

Muhamad Wildan | Kamis, 24 Juni 2021 | 16:38 WIB
Masalah Pembayaran Restitusi Pajak Kembali Jadi Temuan BPK

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2020. 

JAKARTA, DDTCNews – Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2020, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali menyoroti masalah pembayaran restitusi pajak.

Berdasarkan pada hasil pemeriksaan, per 31 Desember 2020, Ditjen Pajak (DJP) belum memproses pembayaran restitusi yang telah terbit Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP) senilai Rp2,78 triliun.

"Atas SKPKPP tersebut belum terbit SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana) sehingga UKPP (utang kelebihan pembayaran pajak) tersebut masih tercatat sebagai penerimaan pajak per 31 Desember 2020," tulis BPK dalam LHP LKPP 2020, dikutip Kamis (24/6/2021).

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Terkait dengan temuan tersebut, sambung BPK, DJP menjelaskan penyebabnya adalah sebagian besar wajib pajak belum menyampaikan nomor rekening sehingga proses pembayaran belum dapat dilaksanakan.

Pada tahun lalu, BPK juga menyampaikan temuan yang serupa dalam hasil pemeriksaannya. Pada 2019, DJP diketahui tidak segera memproses pembayaran restitusi pajak yang telah terbit SKPKPP senilai Rp11,62 triliun.

Selain belum diprosesnya pembayaran restitusi, dalam LHP atas LKPP 2020, BPK juga menemuka adanya proses penerbitan SKPKPP yang belum sesuai dengan peraturan perpajakan. Temuan berasal dari hasil pemeriksaan terhadap proses alur pelaksanaan penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

Baca Juga:
Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Pertama, BPK menemukan adanya SKPKPP yang diterbitkan kembali sebesar Rp119,86 miliar. Setelah dilakukan pengujian lebih lanjut, BPK menemukan adanya pembayaran restitusi secara ganda dengan nilai mencapai Rp11,22 miliar.

Kedua, DJP belum menerbitkan SKPKPP atas 262 kohir senilai Rp87,7 miliar. Akibat belum terbitnya SKPKPP tersebut, DJP berpotensi dituntut wajib pajak untuk membayar imbalan bunga senilai Rp10,1 miliar.

Ketiga, DJP terlambat menerbitkan SKPKPP atas ketetapan lebih bayar yang sudah dibayar selama 2020 sebanyak 54 kohir dengan nilai Rp5,99 miliar. Keterlambatan tersebut berpotensi menimbulkan beban imbalan bunga sebesar Rp272,27 juta.

Baca Juga:
Hapus NPWP yang Meninggal Dunia, Hanya Bisa Disampaikan Tertulis

Keempat, penerbitan SKPKPP dengan nilai yang lebih besar dari yang seharusnya atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) di KPP Pratama Tangerang Timur senilai Rp43,64 juta. Menurut BPK, selisih tersebut terjadi karena account representative (AR) menerbitkan SKPKPP menggunakan kurs tanggal terbit SKPKPP, bukan tanggal SKPLB.

Atas beragam permasalahan ini, BPK merekomendasikan kepada DJP untuk segera menindaklanjuti rekomendasi yang telah diberikan sebelumnya. Sebagaimana yang tertuang dalam LHP LKPP 2019, DJP diminta untuk melaksanakan pencairan restitusi secara tepat waktu sesuai dengan SE-36/PJ/2019.

Selain meminta DJP untuk melaksanakan rekomendasi yang telah diberikan sebelumnya, kali ini BPK meminta kepada DJP untuk mempertanggungjawabkan kelebihan pembayaran restitusi senilai Rp11,22 miliar dan nilai SKPKPP yang lebih besar dari yang seharusnya Rp43,64 juta.

Baca Juga:
Usai Setor PPh Final PHTB, WP Jangan Lupa Ajukan Penelitian Formal

Menanggapi hal tersebut, DJP mengaku telah menginstruksikan kepada unit vertikal untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK sesuai dengan ketentuan yang berlaku. DJP juga secara khusus akan melakukan penelitian atas pembayaran restitusi ganda.

"Melakukan penelitian terkait kelebihan pembayaran/pengembalian atas ketetapan lebih bayar dan kelebihan nilai SKPKPP serta meminta pertanggungjawaban apabila terbukti terdapat pembayaran restitusi ganda," tulis BPK. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Senin, 21 Oktober 2024 | 14:32 WIB CORETAX SYSTEM

Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Minggu, 20 Oktober 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Hapus NPWP yang Meninggal Dunia, Hanya Bisa Disampaikan Tertulis

Minggu, 20 Oktober 2024 | 08:00 WIB CORETAX SYSTEM

Gencar Edukasi, DJP Harap Pegawai Pajak dan WP Terbiasa dengan Coretax

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN