Suasana diskusi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret Solo. (Foto: feb.uns.ac.id)
SOLO, DDTCNews—Kampus harus memberi ruang pada riset akuntansi posmodern. Riset yang kaya akan pemikiran ini diyakini akan semakin memperluas agenda akuntansi, dan memberikan kebenaran dari perspektif yang berbeda pada temuannya.
Guru Besar Akuntansi Universitas Brawijaya Eko Ganis Sukoharsono mengatakan riset akuntansi posmodern dapat ditarik dari sejarah akuntansi kuno ke masa depan. Riset ini bisa dimulai dari pengalaman individu dan pengembangan teoretis untuk merekonstruksi suatu fenomena.
“Riset akuntansi posmodern mungkin ada banyak yang kontra, tetapi ini merupakan salah satu riset akuntansi yang harus diberi ruang. Ini adalah riset ilmiah,” ujarnya dalam diskusi yang digelar Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret (UNS), Kamis (1/8/2019).
Dalam makalahnya, Eko Ganis mencontohkan Kerajaan Singosari (1222-1292) yang mengembangkan sistem perpajakan yang teratur. Sistem ini tidak akan ada tanpa keterlibatan akuntansi. Karena itu, bentuk penulisan pada era tersebut terkait dengan administrasi dan pertanggungjawaban pajak.
Dengan demikian, dapat disimpulkan perkembangan akuntansi di Indonesia bukanlah suatu proses yang instan, melainkan muncul melalui proses sejarah yang panjang dan kompleks. Kerajaan Singosari menggunakan akuntansi sebagai teknik untuk mendisiplinkan subjek di bawah wilayah kerajaan.
“Melalui penelitian ini, jelas bahwa akuntansi memiliki peran penting sebagai sarana pendukung pengembangan Kerajaan Singosari. Dan itu tidak hanya memberikan perhitungan teknis, tetapi juga beragam peran dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik,” katanya.
Menurut Eko Ganis, ide posmodernisme berasal dari asumsi filosofis ontologi, epistemologi, aksiologi, retorika dan metodologi. “Posmodernisme percaya pada metode eksplisit, implisit dan atau tidak ada metode. Ini memang sedikit membingungkan. Namun, kuncinya ada pada bahasa,” katanya.
Ia menambahkan melalui riset akuntansi posmodern, para intelektual yang secara tradisional hanya mengedepankan rasionalitas dan objektivitas, secara perlahan akan berubah dengan melibatkan spiritualitas dan subjektivitas.
Dalam tradisi posmodern, justifikasi signifikansi kebenaran diperoleh dengan alat matematis dan statistika, kemudian diungkit dengan diskursus, partisipasi kontekstual, naratif dan transendental. Adapun tradisi justifikasi generalisasi dibantah dengan mengedepankan kearifan lokal.
“Di Jawa ini kita bisa banyak menemukan bahan riset akuntansi posmodern, Misalnya akuntansi pada masa Majapahit, Demak dan sebagainya. Sesuatu yang memang tidak mudah dan membutuhkan waktu tidak sedikit. Kita akan sering berhubungan dengan arkeolog atau berkas sejarah,” katanya seperti dilansir laman FEB UNS.
Eko Ganis menekankan akuntansi posmodern sangat menarik dari sisi keilmuan. Ia berharap kampus menfasilitasinya sebagai salah satu bentuk pilihan riset. Posmodernisme membuka ide dan tantangan baru untuk sarjana akuntansi yang tertarik mengeksplorasi warna baru akuntansi. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.