LAPORAN DDTC DARI INDIA

Jika CbCR Bisa Diakses Publik, Apakah Negara Berkembang Akan Untung?

Redaksi DDTCNews | Senin, 09 Desember 2019 | 11:31 WIB
Jika CbCR Bisa Diakses Publik, Apakah Negara Berkembang Akan Untung?

Researcher DDTC Dea Yustisia berfoto di Sungai Yamuna, Agra, India.  Sebelum mengikuti konferensi pajak internasional di Mumbai, 11 delegasi DDTC berkesempatan mengunjungi beberapa wilayah di India. 

CBCR (Country-by-Country Report) adalah bagian tak terpisahkan dari BEPS Action 13, satu di antara empat BEPS Action Plan yang wajib diimplementasikan oleh negara anggota Inclusive Framework. Dalam perkembangannya, permintaan mengenai CBCR yang dapat diakses publik atau yang dikenal sebagai Public CBCR semakin meluas di era transparansi perpajakan saat ini.

Peran Public CBCR bagi negara sedang berkembang kemudian menjadi ulasan dalam diskusi panel yang bertajuk ‘Developing Countries in the Emerging International Tax Order: Challenges and Prospects’ yang diselenggarakan di Mumbai, India pada 5—7 Desember 2019. Penulis, Tax Researcher DDTC Dea Yustisia, merupakan salah satu dari 11 delegasi DDTC yang mengikuti konferensi tersebut.

Annet Wanyana Oguttu (Universitas Petronia) sebagai pembawa materi pada sesi ini menyampaikan bahwa CBCR sejatinya memang dirancang untuk dapat diakses oleh publik. Terlebih, embrio CBCR digagas oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui pembentukan Experts on International Standards of Accounting and Reporting (GEISAR) pada 1970-an. Seperti diketahui, PBB sangat mendukung hak pemajakan untuk negara sumber penghasilan.

Baca Juga:
Malaysia Sebut Pajak Minimum Global Berdampak Baik ke Keuangan Negara

Tidak dapat dipungkiri, data dalam CBCR merupakan aset untuk menentukan alokasi laba yang lebih adil, terutama untuk negara sedang berkembang. Sol Picciotto (Lancaster University) yang juga menjadi salah satu panelis mengatakan di tengah ketidakpastian konsensus global untuk Pilar 1, Public CBCR yang menganggap perusahaan multinasional sebagai satu entitas dapat menjadi sumber informasi penting.

“Untuk menganalisis dampak ekonomi suatu negara, terutama untuk penerimaan pajak dan investasi,” katanya.

Hal ini juga selaras dengan salah satu poin dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang menyebutkan peran penting CBCR untuk mencegah adanya pengalihan laba perusahaan multinasional. Selain itu, terdapat keuntungan adanya Public CBCR bagi pembuat kebijakan. Dokumen ini dapat digunakan sebagai alat analisis apabila ingin melakukan reformasi pajak. Bagi perusahaan sendiri, dokumen ini akan sangat membantu dalam pemetaan risiko investasi di suatu negara.

Baca Juga:
Majelis Umum PBB Resmi Adopsi ToR Pembentukan Konvensi Pajak

Kontra

Kendati demikian, di tengah banyaknya dukungan atas hadirnya Public CBCR, beberapa pihak menyangsikan manfaatnya bagi negara sedang berkembang. Hal ini dikarenakan beberapa alasan. Pertama, dokumen ini dikhawatirkan hanya akan menjadi beban administrasi perpajakan.

Rajesh Ramloll (Financial Services Comission, Mauritius) mengatakan kapasitas otoritas pajak di negara sedang berkembang untuk menyusun kebijakan mengenai pendokumentasian CBCR banyak yang masih berantakan. Pada akhirnya, hal ini akan memberatkan perusahaaan. Terlebih, sistem laporan keuangan yang berbeda antaryurisdiksi juga berkontribusi pada rendahnya validitas data CBCR itu sendiri untuk menganalisis dampak ekonominya.

Baca Juga:
Sederet Rekomendasi OECD untuk Indonesia dalam Meningkatkan Tax Ratio

Kedua, terdapat kekhawatiran mengenai kebocoran rahasia dagang kepada kompetitor, misalnya berupa harga pembelian untuk suatu formula eksklusif yang digunakan perusahaan. Ketiga, adanya risiko reputasi berupa mispersepsi masyarakat mengenai model bisnis yang dilakukan perusahaan multinasional. Dalam konteks pajak, kedua alasan terakhir tersebut dapat berkontribusi pada meningkatnya sengketa transfer pricing yang dapat merugikan negara sedang berkembang.

Diskusi yang dipimpin oleh Rachel Saw (IBFD) ini kemudian menyimpulkan bahwa Public CBCR masih harus menempuh jalan panjang apabila ingin memberikan keuntungan bagi negara sedang berkembang. Di tengah berbagai keunggulannya, negara-negara ini kemudian diharapkan untuk memperkuat aspek legalnya terlebih dahulu sebelum publik dapat mengakses dokumen tersebut.

Salah satu aspek legal itu berkenaan dengan regulasi yang menjamin hak-hak wajib pajak atas penyalahgunaan informasi perusahaan. Hal ini dinilai akan memberikan dampak positif bagi perekonomian karena memberikan kepastian hukum yang jelas.*


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 13 Desember 2024 | 11:30 WIB PAJAK INTERNASIONAL

Majelis Umum PBB Resmi Adopsi ToR Pembentukan Konvensi Pajak

Selasa, 10 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN ANTIPENGHINDARAN PAJAK

DJP: Indonesia Sudah Terapkan 12 dari 15 Rencana Aksi BEPS

Minggu, 08 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Sederet Rekomendasi OECD untuk Indonesia dalam Meningkatkan Tax Ratio

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak