Ilustrasi. (foto: AFP)
JAKARTA, DDTCNews – Pihak yang menyalahgunakan pemberian fasilitas perpajakan atas impor barang yang diperlukan untuk penanganan Covid-19 akan dikenai sanksi denda sebesar 100% hingga 500% dari bea masuk yang harusnya dibayar.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 34/PMK.04/2020. Adapun sanksi denda tersebut akan dikenakan terhadap pihak yang menggunakan barang untuk keperluan penanganan Covid-19 tidak sesuai dengan tujuan pemberian fasilitas.
“Orang yang menggunakan barang impor untuk keperluan penanganan covid-19 tidak sesuai dengan tujuan pemberian fasilitas dikenakan sanksi administratif berupa denda paling sedikit 100% atau paling banyak 500% dari bea masuk yang seharusnya dibayar,” demikian kutipan Pasal 11 ayat (1) beleid itu.
Adapun tidak hanya sanksi denda, pihak yang melakukan penyelewengan ini juga diharuskan untuk melunasi bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang. Hal ini berarti segala pungutan yang sebelumnya tidak dikenakan karena mendapat fasilitas harus dibayarkan.
Selanjutnya, beleid ini juga memberikan kewenangan terhadap Direktur yang tugas dan fungsinya di bidang audit kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil DJBC, Kepala Kantor Bea dan Cukai, atau pejabat bea dan cukai yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan sewaktu-waktu terhadap orang yang mendapat fasilitas dalam beleid ini.
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sewaktu waktu tersebut ditemukan pihak yang melanggar ketentuan maka selain dikenakan sanksi administratif berupa denda, juga akan dilakukan pemblokiran terhadap akses kepabeanan selama satu tahun.
Selain itu, Kepala Kanwil DJBC, Kepala Kantor Bea dan Cukai, atau pejabat DJBC yang ditunjuk juga dapat melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pemberian fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan atas barang impor untuk keperluan penanganan Covid-19.
Adapun melalui beleid yang diundangkan dan berlaku mulai 17 April 2020 ini, pemerintah setidaknya memberikan tiga insentif. Pertama, pembebasan bea masuk dan/atau cukai. Kedua, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) tidak dipungut. Ketiga, pembebasan PPh Pasal 22.
Secara lebih terperinci, terdapat enam kelompok barang yang dapat memperoleh tiga fasilitas tersebut, yaitu hand sanitizer dan produk yang mengandung desinfektan, test kit dan reagen laboratorium, virus transfer media, obat dan vitamin, peralatan medis, dan alat pelindung diri (APD).
Lebih lanjut, fasilitas dalam beleid ini berlaku terhadap barang impor yang dokumen pemberitahuan pabean impornya telah mendapat nomor dan tanggal dokumen pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut atau tanggal didaftarkannya dokumen pengeluaran barang sampai dengan berakhirnya masa penanganan Covid-19 yang ditetapkan oleh BNPB. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.