PENGAMPUNAN PAJAK

Ini Risiko Pasca-Tax Amnesty yang Perlu Diwaspadai

Awwaliatul Mukarromah | Kamis, 16 Maret 2017 | 17:23 WIB
Ini Risiko Pasca-Tax Amnesty yang Perlu Diwaspadai

JAKARTA, DDTCNews – Menjelang 15 hari berakhirnya program pengampunan pajak (tax amnesty), wajib pajak yang telah mengungkap harta dan membayar uang tebusan, nampaknya tak akan begitu saja bernafas lega, mengingat adanya risiko yang perlu diwaspadai.

Seperti dikutip dari Pasal 18 ayat 3 UU Pengampunan Pajak, wajib pajak penerima tax amnesty dapat terancam sanksi denda pajak penghasilan (PPh) sebesar 200% jika dengan atau tanpa sengaja tidak mengungkap keseluruhan asetnya.

“Ada tambahan sanksi kenaikan sebesar 200% dari pajak penghasilan (PPh) yang tidak atau kurang dibayar,” bunyi pasal tersebut.

Baca Juga:
Wakil Ketua Banggar DPR: Tax Amnesty Bisa Perkuat Likuiditas Nasional

Tak hanya kenaikan sanksi sebesar 200%, harta tersebut juga akan tetap dikenakan tarif PPh sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan, yang saat ini tarif tertingginya sebesar 30%.

Sementara itu, untuk wajib pajak yang melakukan deklarasi sekaligus repatriasi asetnya, tetapi melanggar ketentuan pelaporan dan investasi yang dipersyaratkan, akan dicabut status amnestinya plus dikenai tambahan sanksi administrasi sebesar 2% per bulan selama maksimal dua tahun.

Dengan demikian, fasilitas amnestinya dicabut dan yang bersangkutan akan dikenakan tarif normal PPh atas harta yang sempat dilaporkan dan direpatriasi plus denda administrasi tersebut.

Baca Juga:
Jumlah Kelas Menengah Terus Menyusut, Kenaikan PPN Bakal Memperburuk?

Menteri Keuangan Sri Mulyani melalui PMK Nomor 118/PMK.03/ 2016 juga kembali menegaskan, dana repatriasi harus mengendap di Indonesia paling singkat tiga tahun. Instrumen investasi yang disiapkan sebagai penampung pun meliputi berbagai instrumen yang bisa dipilih oleh wajib pajak.

Dalam Pasal 38 dari PMK itu ditekankan, wajib pajak penerima tax amnesty yang melakukan repatriasi aset wajib melaporkan perkembangan asetnya di Indonesia secara berkala setiap enam bulan selama tiga tahun sejak pengalihan harta.

Nah, bagi yang melanggar ketentuan investasi dan pelaporan, ada sanksi tegas yang mengancam wajib pajak. Awalnya, Direktur Jenderal Pajak dapat mengeluarkan surat peringatan bagi wajib pajak yang tidak melaporkan perkembangan asetnya atau mengalihkan asetnya ke luar negeri sebelum tiga tahun.

Baca Juga:
Siap-Siap PPN Naik Jadi 12%, Konglomerat Dapat Pengampunan Pajak Lagi

Apabila surat peringatan tersebut tidak direspons oleh wajib pajak dalam 14 hari, maka dikenakan tarif PPh disertai sanksi administrasi normal yang sesuai dengan ketentuan. Sementara uang tebusan yang telah dibayarkan oleh wajib pajak diperhitungkan sebagai pengurang pajak.

Adapun besaran sanksi administrasi yang dibebankan kepada wajib pajak yang melanggar ketentuan amnesti pajak adalah sebesar 2% per bulan paling lama 24 bulan, terhitung sejak 1 Januari 2017 sampai dikeluarkannya surat ketetapan kurang bayar pajak.

Risiko Bagi yang Tak Ikut Tax Amnesty

Baca Juga:
Kebijakan Prabowo Naikkan PPN dan Tax Amnesty, Kejar Tambahan Modal?

UU pengampunan pajak juga mengatur sanksi bagi wajib pajak yang memilih untuk tidak memanfaatkan program tax amnesty.

Ketentuan Pasal 18 ayat 1 menyatakan apabila Dirjen Pajak menemukan data dan informasi mengenai harta yang diperoleh wajib pajak sejak 1 Januari 1985-31 Desember 2015 belum dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan (SPT) PPh, harta tersebut akan di anggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima. Namun, klaim atas tambahan penghasilan tersebut berlaku paling lama tiga tahun sejak undang-undang ini berlaku.

“Atas tambahan penghasilan tersebut akan dikenai pajak serta sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,” ungkap Pasal 18 ayat 4 UU itu.

Dari ketentuan-ketentuan itu, pada prinsipnya, baik wajib pajak yang memilih ikut maupun tidak ikut program tax amnesty, tetap dituntut untuk jujur memenuhi kewajiban perpajakan. Jika tidak, maka akan dikenai sanksi yang memberatkan. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 01 Desember 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Wakil Ketua Banggar DPR: Tax Amnesty Bisa Perkuat Likuiditas Nasional

Senin, 25 November 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Jumlah Kelas Menengah Terus Menyusut, Kenaikan PPN Bakal Memperburuk?

Sabtu, 23 November 2024 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Siap-Siap PPN Naik Jadi 12%, Konglomerat Dapat Pengampunan Pajak Lagi

Jumat, 22 November 2024 | 09:11 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Kebijakan Prabowo Naikkan PPN dan Tax Amnesty, Kejar Tambahan Modal?

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?