Presiden RI Joko Widodo saat membahas reformasi perpajakan di Indonesia bersama delegasi OECD. (Foto: ksp.go.id)
JAKARTA, DDTCNews – Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) menilai efisiensi alokasi anggaran untuk belanja publik di Indonesia masih belum optimal.
Sekretaris Jenderal OECD Angel Gurria menyebutkan belanja subsidi energi di Indonesia masih terlalu tinggi, yakni mencapai 7% dari keselurahan anggaran belanja. Menurutnya, subsidi itu kurang efektif karena akan memicu kegiatan yang menghasilkan polusi.
“Subsidi-subsidi seperti ini harus bertahap dihapuskan, diikuti dengan investasi pada energi terbarukan dan geotermal untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi,” tuturnya, Senin (24/10).
Dia menambahkan kebijakan pemerintah yang menargetkan 20% belanja untuk sektor pendidikan dan 5% untuk sektor kesehatan harus diiringi dengan perbaikan kendali dan sistem penganggaran yang berbasis kinerja.
OECD juga menilai sistem desentralisasi yang sudah berjalan di Indonesia masih belum bisa mengentaskan kesenjangan antardaerah.
OECD menyarankan pemerintah untuk meningkatkan kapasitas teknis pemerintah daerah agar belanja dan administrasi penganggaran di daerah menjadi lebih efektif. Selain itu, sumber pendapatan pemerintah daerah juga akan meningkat.
“Untuk jangka pendek, OECD merekomendasikan bahwa hibah-hibah harus diarahkan pada bidang-bidang prioritas nasional,” tegasnya.
Pada kunjungannya kali ini, OECD juga menyoroti persoalan korupsi di Indonesia. OECD merekomendasikan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diberikan perluasan kewenangan untuk mengembangkan sumber daya dan kegiatan pelatihan antikorupsi. (Gfa)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.