Suasana konferensi pers, Jumat (13/12/2019).
JAKARTA, DDTCNews – DDTC Fiscal Research kembali merilis kajian mengenai tantangan dan outlook pajak 2020. Sejumlah isu diperkirakan akan mewarnai dinamika kebijakan pajak dalam jangka pendek dan menengah.
Hasil kajian yang juga dimuat dalam majalah InsideTax edisi ke-41 ini disampaikan langsung oleh Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji dan Fiscal Economist DDTC Denny Vissaro dalam konferensi pers 'Tantangan & Outlook Pajak 2020: Antara Relaksasi & Mobilisasi', Jumat (13/12/2019).
Denny Vissaro menyebut pemerintah tidak perlu melakukan upaya berlebihan dalam mengamankan penerimaan di sisa tahun ini. Menurutnya, upaya yang agresif justru berisiko mengorbankan relasi dengan wajib pajak dalam jangka panjang. Extra effort yang dijalankan jangan sampai berdampak negatif pada kepercayaan wajib pajak.
“Hal yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan informasi untuk meningkatkan kepatuhan maupun mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan yang tidak kalah berat, baik untuk tahun depan dan 5 tahun ke depan," kata Denny. ‘
Selanjutnya, Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji memaparkan tantangan utama dalam jangka menengah adalah meningkatkan tax ratio. Upaya tersebut tidak akan berjalan mudah, mengingat kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan.
Dia menuturkan terdapat 6 isu yang akan mewarnai kebijakan pajak pada periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pertama, penguatan kualitas sumber daya manusia (SDM) untuk memanfaatkan bonus demografi.
Kedua, kebijakan dalam mendorong daya saing yang seharusnya fokus menciptakan kepastian bagi wajib pajak. Ketiga, terobosan kebijakan dalam bentuk omnibus law harus dilihat sebagai salah satu bagian untuk melakukan pembenahan ekonomi nasional.
Menurutnya, kebijakan tersebut harus didukung dengan instrumen lain seperti infrastruktur, reformasi birokrasi, kebijakan moneter, dan kestabilan politik. Khusus untuk kebijakan pajak, terobosan yang bisa dilakukan ialah dengan strategi 'Relaksasi-Partisipasi'.
Pilihan kebijakan tersebut bisa mencakup relaksasi yang dipertukarkan dengan ‘memaksa’ wajib pajak untuk lebih aktif dalam menggerakkan perekonomian. Selain itu, relaksasi juga bisa dipertukarkan dengan data dan informasi.
Selain itu, Bawono juga mengatakan bahwa relaksasi bisa dipertukarkan dengan kepatuhan sukarela wajib pajak. Relaksasi yang dipertukarkan untuk berkontribusi dalam pembayaran pajak juga bisa menjadi pilihan.
Keempat, kehadiran teknologi informasi untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Kelima, desain kebijakan pajak bagi hadirnya sumber alternatif dari pertumbuhan ekonomi. Keenam, adanya tantangan dari lanskap pajak internasional. Situasi global tersebut akan memunculkan dinamika baru terkait koordinasi internasinal yang salah satu isunya dalam pemajakan transaksi digital.
“Seluruh hal-hal tersebut secara langsung dan tidak langsung akan mengubah kebijakan pajak domestik,” imbuh Bawono. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.