Mahasiswa Jurusan Pajak Prodi D3 Pajak Politeknik Keuangan Negara STAN Iwan Hendriyanto dan Dyah Ani Nurul Yulita berfoto bersama saat menghadiri konferensi pajak internasional di ITC Maratha, Mumbai, India.
MUMBAI, DDTCNews – Pemenang DDTCNews Tax Competition 2018 mengaku mendapatkan banyak wawasan dan pengalaman selama menjadi bagian dari delegasi DDTC dalam konferensi pajak internasional 2018 di India.
Dalam konferensi tahunan yang diselenggarakan Foundation for International Taxation (FIT) ini, mahasiswa Jurusan Pajak Prodi D3 Pajak Politeknik Keuangan Negara STAN Iwan Hendriyanto dan Dyah Ani Nurul Yulita dapat belajar mengenai perkembangan pajak internasional.
Iwan dan Dyah mengaku sangat beruntung mendapat kesempatan dari DDTC untuk mengikuti agenda internasional ini. Dari sinilah, beberapa pengetahuan baru tentang perkembangan pajak internasional didapat.
"Kami tentu sangat berterima kasih kepada DDTC yang telah memberi kesempatan bagi kami. Semoga ini memicu teman-teman mahasiswa lainnya berpartisipasi saat ada agenda serupa [kompetisi pajak]," ungkap Iwan Jumat (7/11/2018) malam.
Kali pertama ikut konferensi pajak skala internasional di luar negeri, Iwan mengaku kaget dengan jadwal yang cukup padat. Akibatnya, tidak semua topik dikuasai secara langsung. Namun, dia terbantu dengan bahan presentasi narasumber yang bisa dipelajari setiap saat.
Sekadar informasi, setiap harinya, acara berlangsung sekitar pukul 09.00 hingga pukul 19.30 waktu setempat. Para pakar pajak internasional hadir memberikan paparan atau menjadi panelis setiap harinya dengan topik-topik yang berbeda.
“Jadi ini benar-benar pengalaman yang baru dan langka. Saya pribadi berharap bisa menyerap sebanyak-banyaknya pengetahuan dari sini. Pas sampai sini, saya merasa belum ada apa-apanya. Ini memotivasi saya belajar lebih lagi,” imbuhnya.
Salah satu topik yang menarik perhatiannya adalah pemajakan ekonomi digital. Bagaimanapun, ekonomi digital masih menjadi salah satu tantangan bagi hampir seluruh negara, termasuk Indonesia. Beberapa negara telah memutuskan untuk mengambil rencana unilateral.
Menurutnya, potensi ekonomi digital di Tanah Air cukup besar. Dengan demikian, Indonesia bisa belajar dari pengalaman dan pertimbangan negara-negara lain, yang menunggu konsensus global maupun mengambil langkah unilateral.
Dalam konferensi ini, Iwan juga melihat pentingnya penguatan edukasi pajak di Indonesia. Dia meyakini tidak banyak orang di Indonesia yang paham dengan semua aspek yang menjadi bahan diskusi dalam konferensi yang berlangsung selama 6-8 Desember 2018 ini.
“Di Indonesia, menurut saya, masih banyak sekali yang awam dengan pajak. Sebenarnya kan sudah ada rencana pajak masuk kurikulum sekolah. Itu bagus agar setiap orang sudah tahu pajak dan fungsinya dari sejak dini,” jelasnya.
Hal senada juga dikatakan Dyah. Menurutnya, penguatan edukasi pajak sangat penting. Sebagai mahasiswa jurusan pajak, dia mengaku banyak hal baru yang juga baru diketahuinya saat mengikuti konferensi tahunan ke-23 ini. Salah satunya terkait Multilateral Instrument (MLI).
“Jadi benar-benar banyak pengetahuan baru terkait pajak internasional karena kita tidak dapat pelajarannya selama ini. Memang tidak semua langsung tertangkap, perlu dipelajari lagi pelan-pelan,” tuturnya.
Salah satu aspek yang menarik adalah pembahasan mengenai transparansi. OECD, sambungnya, menekankan 2018 merupakan tahun yang bersejarah karena pertukaran informasi secara otomatis menjadi kenyataan. Beberapa tahun lalu, tidak banyak orang percaya.
Era keterbukaan informasi inilah yang juga tengah dialami oleh Indonesia. Menurutnya, perkembangan lanskap pajak global perlu menjadi bahan diskusi yang terus dilakukan secara intensif di Indonesia agar masyarakat semakin melek pajak.
Selain materi konferensi pajak, baik Iwan maupun Dyah mengaku juga mendapat pengalaman melihat secara langsung India. Apalagi, delegasi DDTC juga sempat mengunjungi beberapa tempat yang selama ini menjadi ikon India, salah satunya Gateway of India. Dari pengamatan mereka selama di Mumbai, mereka melihat populasi penduduk yang cukup padat. Dari sisi keteraturan lingkungan, mereka melihat masih lebih rapi dibandingkan dengan Indonesia.
“Sebagai negara yang sama-sama memiliki jumlah penduduk relatif banyak, Indonesia dan India seharusnya bisa bertukar pengalaman terkait kebijakan publik, termasuk pajak,” imbuh Dyah.
Seperti diketahui, untuk kelima kalinya, DDTC kembali mengirimkan delegasi untuk mengikuti konferensi pajak internasional di India. Tahun ini, sebanyak 10 delegasi yang dikirim bukan hanya dari profesional DDTC, melainkan juga jurnalis, mahasiswa, dan praktisi.
Diikutkannya mahasiswa dimaksudkan untuk semakin memperkuat edukasi perpajakan di Indonesia. Apalagi, mahasiswa akan menjadi generasi penerus pengambil kebijakan pajak Indonesia di masa mendatang.
DDTC berkomitmen untuk mengeliminasi asimetri informasi di bidang pajak, sekaligus membangun masyarakat melek pajak. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini, delegasi DDTC juga memborong beberapa buku perpajakan sebagai literatur pajak di Tanah Air.
Sejauh ini, perpustakaan DDTC menjadi perpustakaan pajak terlengkap di Indonesia dengan koleksi lebih dari 2.500 literatur perpajakan dari penerbit dan penulis terkemuka di dunia. DDTC Library juga terbuka untuk umum. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.