PERPAJAKAN GLOBAL

Ini Alasan Bos IMF Lihat Perlunya Pendekatan Baru Pajak Internasional

Redaksi DDTCNews | Selasa, 26 Maret 2019 | 13:39 WIB
Ini Alasan Bos IMF Lihat Perlunya Pendekatan Baru Pajak Internasional

Managing Director IMF Christine Lagarde saat berbicara di Peterson Institute for International Economics, Washington D.C., Senin (25/3/2019). (foto: Twitter IMF News)

JAKARTA, DDTCNews – Internasional Monetary Fund (IMF) memaparkan beberapa alasan yang melatarbelakangi krusialnya pendekatan baru dalam merumuskan kembali sistem pajak korporasi internasional. IMF menilai sistem pajak harus lebih mencerminkan perubahan ekonomi global.

Managing Director IMF Christine Lagarde mengatakan persepsi publik bahwa perusahaan multinasional besar membayar pajak dalam jumlah yang sedikit telah mendorong tuntutan politik untuk segera bertindak. Salah satu permasalahan dunia saat ini adalah perpajakan dari perusahaan internasional.

“Saya percaya kita perlu aturan baru di bidang ini. Tidak sulit melihat alasannya,” jelas Lagarde di Peterson Institute for International Economics, Washington D.C., Senin (25/3/2019).

Baca Juga:
Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Lagarde menyoroti tiga alasan pentingnya pendekatan baru untuk menciptakan sistem pajak internasional. Pertama, adanya kemudahan yang membuat perusahaan multinasional dapat menghindari pajak. Pada saat yang bersamaan, terjadi penurunan tarif pajak perusahaan selama tiga dekade. Hal ini diikuti dengan melemahnya kepercayaan terhadap sistem pajak secara keseluruhan.

Kedua, situasi saat ini sangat berbahaya bagi negara-negara berpenghasilan rendah. Penghindaran pajak ini telah merampas potensi pendapatan negara yang sangat dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, mengurangi kemiskinan dan memenuhi tujuan SDGs pada 2030.

“Ekonomi maju telah lama membentuk aturan pajak perusahaan internasional, tanpa mempertimbangkan bagaimana mereka akan mempengaruhi negara-negara berpenghasilan rendah,” tegasnya.

Baca Juga:
Ketentuan Pelaporan PPh Atas Penjualan Saham Berubah, Jadi Lebih Cepat

Analisis IMF, paparnya, menunjukkan bahwa negara-negara non-OECD telah kehilangan sekitar US$200 miliar pendapatan per tahun karena perusahaan telah menggeser laba mereka ke wilayah-wilayah dengan tarif pajak rendah. Nilai tersebut setara dengan 1,3% dari produk domestik bruto (PDB).

Negara-negara tersebut, sambung Lagarde, membutuhkan tempat. Platform untuk kolaborasi terkait pajak (Collaboration on Tax) akan dapat membantu. Kolaborasi ini, sebutnya, antara IMF, Bank Dunia, OECD, dan PBB.

Ketiga, dorongan untuk memikirkan kembali sistem perpajakan perusahaan internasional karena munculnya model bisnis yang sangat menguntungkan. Kondisi ini lebih digerakkan oleh teknologi dan digital-heavy business models.

Baca Juga:
Otoritas Ini Usulkan Perubahan Aturan Pencegahan WP ke Luar Negeri

Model bisnis ini, lanjut dia, sangat bergantung pada aset tidak berwujud (intangible assets) seperti paten atau perangkat lunak yang sulit dinilai. Ini menunjukkan asumsi hubungan antara pendapatan, laba, dan kehadiran fisik telah usang.

Kondisi tersebut pada gilirannya telah memicu kekhawatiran terkait keadilan. Negara-negara dengan banyak pengguna atau konsumen layanan digital menyadari bahwa mereka menerima sedikit atau tidak ada sama sekali pajak dari perusahaan-perusahaan tersebut.

“Mengapa? Karena mereka tidak memiliki kehadiran fisik di sana,” imbuh Lagarde.

Dia pun percaya diri bahwa IMF memiliki peran dalam membantu negara-negara untuk menciptakan solusi yang menawarkan stabilitas. IMF, sambungnya, sepenuhnya memadukan kepentingan negara-negara berkembang. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?