KONSENSUS PAJAK GLOBAL

Inggris Pilih Tunda Implementasi Pajak Minimum Global, Ini Alasannya

Muhamad Wildan | Jumat, 24 Juni 2022 | 11:30 WIB
Inggris Pilih Tunda Implementasi Pajak Minimum Global, Ini Alasannya

Matahari terbit di belakang gedung pencakar langit dan kantor-kantor distrik keuangan kota London di London, Britain, Kamis (5/5/2022). ANTARA FOTO/REUTERS/Toby Melville/hp/cfo
 

LONDON, DDTCNews - Pemerintah Inggris berencana menunda implementasi pajak korporasi minimum global atau Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) hingga akhir 2023.

Pemerintah Inggris memandang penundaan implementasi pajak minimum global diperlukan guna memberikan ruang bagi perusahaan multinasional untuk beradaptasi.

"Ketentuan Pilar 2 di Inggris akan berlaku atas periode akuntansi yang dimulai pada atau setelah 31 Desember 2023," ujar Sekretaris Kementerian Keuangan Inggris Lucy Frazer, dikutip Kamis (24/6/2022).

Baca Juga:
Malaysia Sebut Pajak Minimum Global Berdampak Baik ke Keuangan Negara

Untuk diketahui, sebelumnya Inggris berencana untuk menerapkan pajak korporasi minimum global pada April 2023, lebih dini bila dibandingkan dengan negara-negara lain.

Menurut para pelaku usaha yang turut serta dalam konsultasi publik rancangan ketentuan implementasi Pilar 2 di Inggris, penerapan pajak minimum global yang lebih dini berpotensi menggerus daya saing korporasi Inggris dan menambah beban administrasi.

"Penundaan akan memberikan waktu bagi pelaku usaha beradaptasi sembari menunggu proses implementasi pada level internasional," ujar Frazer.

Baca Juga:
Pemerintah segera Umumkan Kebijakan Final Soal PPN 12 Persen

Untuk diketahui, proposal pajak korporasi minimum global dengan tarif 15% telah disetujui oleh negara-negara anggota Inclusive Framework pada Oktober 2021 lalu.

Berdasarkan persetujuan tersebut, korporasi multinasional dengan penerimaan di atas EUR750 juta per tahun wajib membayar pajak dengan tarif minimum sebesar 15% di manapun perusahaan beroperasi.

Bila tarif pajak efektif perusahaan multinasional pada suatu yurisdiksi tak mencapai 15%, top-up tax berhak dikenakan oleh yurisdiksi tempat korporasi multinasional bermarkas. Pengenaan top-up tax dilakukan berdasarkan income inclusion rule (IIR). (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 12 Desember 2024 | 09:05 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah segera Umumkan Kebijakan Final Soal PPN 12 Persen

Rabu, 11 Desember 2024 | 12:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

BKF: Kurang dari 10 WP Tax Holiday yang Terdampak Pajak Minimum Global

Rabu, 11 Desember 2024 | 09:13 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Skema Insentif Pajak di Negara Tetangga Jadi Pertimbangan DJP

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra