Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (Foto: Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan menyatakan tetap mendukung konsensus pemajakan ekonomi digital melalui proposal Pillar 1: Unified Approach dan Pillar: Global Anti Base Erosion (GloBE) yang dirancang Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).
Sejalan dengan komitmen tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan Indonesia menyambut positif diterbitkannya blueprint atau cetak biru proposal Pillar 1 dan Pillar 2 oleh OECD pada bulan ini.
"Indonesia mendukung upaya-upaya untuk mencapai konsensus global yang efisien, sederhana, setara, dan transparan, yang dapat meminimalisasi distorsi akibat kesenjangan antara perkembangan teknologi dengan rezim perpajakan saat ini," ujar Sri Mulyani, Jumat (16/10/2020).
Seperti diketahui sebelumnya, Indonesia sesungguhnya telah mengatur secara khusus mengenai perlakuan pajak atas ekonomi digital dari luar negeri melalui UU No. 2/2020.
Melalui UU tersebut, perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) oleh pelaku usaha PMSE dari luar negeri bisa dikenai pajak penghasilan (PPh) atau pajak transaksi elektronik (PTE) meski tidak memiliki kehadiran fisik di Indonesia.
Meski demikian, hingga saat ini pemerintah masih belum mengeluarkan peraturan turunan dari pengenaan PPh dan PTE atas pelaku usaha PMSE luar negeri tersebut.
Pemerintah berulang kali menyatakan komitmennya menunggu hasil konsensus dalam pengenaan PPh atas korporasi digital asing yang menjual produk di Indonesia. Guna mendukung tercapainya hal tersebut, Sri Mulyani mengatakan Indonesia akan turut terlibat aktif dalam negosiasi.
"Hal ini penting tidak hanya karena fakta bahwa konsensus akan diperlukan dalam profiling perpajakan yang adil tetapi yang lebih penting tahun depan sangat penting bagi hampir semua dari kita yang berusaha untuk pulih dari keterpurukan ekonomi," ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan tantangan perpajakan di era ekonomi digital harus diatasi melalui upaya kolektif secara global. Kerja sama global akan menciptakan regulasi yang efektif dan memperkuat pengawasan lintas yurisdiksi.
Terlepas dari dukungan Indonesia terhadap solusi yang ditawarkan oleh OECD melalui Pillar 1 dan Pillar 2, sudah banyak negara yang berkomitmen untuk menerapkan aksi unilateral dan mengenakan pajak digitalnya sendiri akibat tidak tercapainya konsensus atas 2 proposal yang diusung OECD.
Prancis menyatakan akan menerapkan digital service tax (DST) meski terdapat ancaman retaliasi berupa peningkatan tarif kepabeanan dari AS. Aksi unilateral Prancis dilatarbelakangi oleh gagalnya pencapaian konsensus atas pemajakan ekonomi digital pada 2020.
Negara-negara Afrika melalui African Tax Administration Forum (ATAF) bahkan telah menyusun model draf undang-undang DST yang bisa diadopsi oleh negara Afrika yang akan menerapkan DST tanpa menunggu tercapainya konsensus. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.