KONSENSUS OECD

Indonesia Tetap Dukung Agenda Konsensus Pajak Digital OECD

Muhamad Wildan | Senin, 19 Oktober 2020 | 15:56 WIB
Indonesia Tetap Dukung Agenda Konsensus Pajak Digital OECD

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (Foto: Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan menyatakan tetap mendukung konsensus pemajakan ekonomi digital melalui proposal Pillar 1: Unified Approach dan Pillar: Global Anti Base Erosion (GloBE) yang dirancang Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).

Sejalan dengan komitmen tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan Indonesia menyambut positif diterbitkannya blueprint atau cetak biru proposal Pillar 1 dan Pillar 2 oleh OECD pada bulan ini.

"Indonesia mendukung upaya-upaya untuk mencapai konsensus global yang efisien, sederhana, setara, dan transparan, yang dapat meminimalisasi distorsi akibat kesenjangan antara perkembangan teknologi dengan rezim perpajakan saat ini," ujar Sri Mulyani, Jumat (16/10/2020).

Baca Juga:
Jelang Peluncuran, Sri Mulyani Cek Staf yang Lembur Selesaikan Coretax

Seperti diketahui sebelumnya, Indonesia sesungguhnya telah mengatur secara khusus mengenai perlakuan pajak atas ekonomi digital dari luar negeri melalui UU No. 2/2020.

Melalui UU tersebut, perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) oleh pelaku usaha PMSE dari luar negeri bisa dikenai pajak penghasilan (PPh) atau pajak transaksi elektronik (PTE) meski tidak memiliki kehadiran fisik di Indonesia.

Meski demikian, hingga saat ini pemerintah masih belum mengeluarkan peraturan turunan dari pengenaan PPh dan PTE atas pelaku usaha PMSE luar negeri tersebut.

Baca Juga:
Malaysia Sebut Pajak Minimum Global Berdampak Baik ke Keuangan Negara

Pemerintah berulang kali menyatakan komitmennya menunggu hasil konsensus dalam pengenaan PPh atas korporasi digital asing yang menjual produk di Indonesia. Guna mendukung tercapainya hal tersebut, Sri Mulyani mengatakan Indonesia akan turut terlibat aktif dalam negosiasi.

"Hal ini penting tidak hanya karena fakta bahwa konsensus akan diperlukan dalam profiling perpajakan yang adil tetapi yang lebih penting tahun depan sangat penting bagi hampir semua dari kita yang berusaha untuk pulih dari keterpurukan ekonomi," ujar Sri Mulyani.

Sri Mulyani mengatakan tantangan perpajakan di era ekonomi digital harus diatasi melalui upaya kolektif secara global. Kerja sama global akan menciptakan regulasi yang efektif dan memperkuat pengawasan lintas yurisdiksi.

Baca Juga:
PPN Jadi Naik, Berikut Daftar Lengkap Paket Kebijakan Ekonomi 2025!

Terlepas dari dukungan Indonesia terhadap solusi yang ditawarkan oleh OECD melalui Pillar 1 dan Pillar 2, sudah banyak negara yang berkomitmen untuk menerapkan aksi unilateral dan mengenakan pajak digitalnya sendiri akibat tidak tercapainya konsensus atas 2 proposal yang diusung OECD.

Prancis menyatakan akan menerapkan digital service tax (DST) meski terdapat ancaman retaliasi berupa peningkatan tarif kepabeanan dari AS. Aksi unilateral Prancis dilatarbelakangi oleh gagalnya pencapaian konsensus atas pemajakan ekonomi digital pada 2020.

Negara-negara Afrika melalui African Tax Administration Forum (ATAF) bahkan telah menyusun model draf undang-undang DST yang bisa diadopsi oleh negara Afrika yang akan menerapkan DST tanpa menunggu tercapainya konsensus. (Bsi)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 23 Desember 2024 | 10:00 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Peluncuran, Sri Mulyani Cek Staf yang Lembur Selesaikan Coretax

Senin, 16 Desember 2024 | 11:05 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

PPN Jadi Naik, Berikut Daftar Lengkap Paket Kebijakan Ekonomi 2025!

Senin, 16 Desember 2024 | 10:47 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Resmi! Pemerintah Umumkan PPN Tetap Naik Jadi 12% Mulai 1 Januari 2025

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%