KENYA

ICPAK: Dalam 5 Tahun, Tax Ratio Mencapai 18,9%

Redaksi DDTCNews | Rabu, 02 November 2016 | 08:53 WIB
ICPAK: Dalam 5 Tahun, Tax Ratio Mencapai 18,9% Direktur ICPAK Fernandez Barasa saat hadiri konferensi pers ICPAK, Nairobi (6/8). (Foto: The Star)

NAIROBI, DDTCnews – Berdasarkan laporan yang dirilis oleh Institute of Certified Public Accountants of Kenya (ICPAK), pertumbuhan penerimaan pajak Kenya melampaui pertumbuhan ekonominya sejak 5 tahun terakhir dan meningkat lebih tinggi dari prediksi yang ditetapkan Bank Dunia.

Laporan tersebut mengungkapkan pendapatan total negara Kenya naik dari Sh651 miliar (Rp82,6 triliun) pada 2010/2011 menjadi Sh1,1 triliun (Rp139,5 triliun) pada 2014/2015. Ini merepresentasikan kenaikan 44% dari pengumpulan pendapatan dalam 5 tahun terakhir.

“Sebaliknya, Pendapatan Domestik Bruto (PDB) jatuh dari 6,1% (2011) menjadi 5,5% (2015). Rasio penerimaan pajak terhadap PDB (tax ratio) naik dari dari 11,38% (2011) menjadi 18,9% (2015), melewati patokan Bank Dunia sebesar 18%,” ungkap pernyataan ICPAK dalam the-star.co, Senin (31/10).

Baca Juga:
Tingkatkan Tax Ratio, Ini Deretan Rekomendasi OECD untuk Indonesia

Ketika dibandingkan dengan ekonomi-ekonomi lain di wilayah Afrika Sub-Sahara, Kenya menempati urutan ke-2 setelah Afrika Selatan, yang memiliki estimasi rasio pajak terhadap PDB sebesar 25,8% pada 2015. Sementara, rata-rata negara-negara lain di daerah tersebut berkisar antara 11-15%.

“Pertumbuhan pendapatan pajak sebagai sebuah persentase dari PDB juga mengagumkan. Pendapatan pajak terhadap PDB secara signifikan meningkat menjadi 29% dari sebelumnya 20%” ungkap laporan ICPAK yang berjudul Kenya's Revenue Analysis 2011-2015.

Menurut Ditjen Pajak Kenya (Kenya Revenue Authority), lebih dari 40% penarikan pajak dihasilkan dari pajak-pajak langsung. Portofolio ini terdiri dari PPh, PPN, cukai, bea, dan pajak-pajak yang dipungut sebagai pemberian dalam bentuk bantuan.

Baca Juga:
Cegah Kenaikan Rasio Utang, OECD: Indonesia Perlu Tingkatkan Tax Ratio

Dorongan untuk menghasilkan penerimaan pajak yang lebih tinggi disebabkan oleh meningkatnya tekanan dalam anggaran umum pada iklim ekonomi yang keras, dan perlunya mengurangi defisit anggaran.

Bendahara Nasional Kenya mengumumkan defisit anggaran sebesar Sh691,5 miliar (Rp87,7 triliun) dari anggaran Sh2,26 triliun (Rp286 triliun) untuk tahun anggaran 2016-2017. Sebagian besarnya diakibatkan oleh pengeluaran berulang yang jumlahnya sekitar 80% dari pengeluaran total.

Pada Juli 2016, Bendahara Nasional Kenyya juga telah melakukan pinjaman sebesar Sh60 miliar (Rp7,6 triliun) dari China untuk membantu mendanai defisit anggaran. Pinjaman tersebut menambah jumlah utang Kenya menjadi Sh3,2 triliun (Rp406 triliun).

Baca Juga:
Pemerintahan Prabowo Perlu Strategi Mendasar untuk Perbaiki Tax Ratio

Walaupun demikian, IMF mengatakan uji standar yang dilakukan terhadap utang Kenya tidak menyatakan adanya kerentanan yang signifikan.

“Utang Kenya terus bertambah dan kami berharap rencana pengurangan utang akan berhasil setelah defisit anggaran benar-benar ditangani,” ucap Abebe Selassie Direktur Departemen Afrika, IMF minggu lalu. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 28 November 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Tingkatkan Tax Ratio, Ini Deretan Rekomendasi OECD untuk Indonesia

Rabu, 27 November 2024 | 12:00 WIB OECD ECONOMIC SURVEY OF INDONESIA 2024

Cegah Kenaikan Rasio Utang, OECD: Indonesia Perlu Tingkatkan Tax Ratio

Rabu, 16 Oktober 2024 | 18:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Cash Economy Masih Dominan, Bikin Rasio Pajak Sulit Naik

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?