PP 70/2021

Emas Granula dan Anoda Slime Tidak Dipungut PPN, Ini Aturan Terbarunya

Hamida Amri Safarina | Jumat, 16 Juli 2021 | 17:22 WIB
Emas Granula dan Anoda Slime Tidak Dipungut PPN, Ini Aturan Terbarunya

PP 70/2021. 

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menerbitkan ketentuan baru yang mengatur mengenai barang kena pajak (BKP) tertentu bersifat strategis yang tidak dipungut PPN.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 70/2021. Beleid ini dirilis untuk lebih memberikan kepastian hukum dan mendorong pembangunan nasional dengan membantu tersedianya barang yang bersifat strategis, seperti anode slime dan emas granula

“.... perubahan aturan dilakukan karena ketentuan mengenai fasilitas PPN tidak dipungut atas penyerahan anode slime dan emas granula sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat,” demikian penggalan salah satu pertimbangan PP 70/2021.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Berdasarkan pada Pasal 1 ayat (1) PP 70/2021, BKP tertentu bersifat strategis yang atas penyerahannya tidak dipungut PPN meliputi anode slime dan emas granula.

Anode slime merupakan lumpur anoda sebagai produk samping atau sisa hasil pemurnian komoditas tambang mineral logam tembaga, yang akan diproses lebih lanjut untuk menghasilkan produk utama berupa emas batangan.

Sementara itu, emas granula adalah emas berbentuk butiran yang mempunyai 3 kriteria. Pertama, memiliki ukuran diameter paling tinggi 7 milimeter. Kedua, memiliki kadar kemurnian 99,99% berdasarkan hasil uji menggunakan metode uji sesuai Standar Nasional Indonesia dan/atau terakreditasi London Bullion Market Association Good Deliuery.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Ketiga, hasil produksi dan diserahkan pemegang kontrak karya, pemegang izin usaha pertambangan, pemegang izin usaha pertambangan khusus, atau pemegang izin pertambangan rakyat kepada pengusaha yang akan memproses lebih lanjut untuk menghasilkan produk utama berupa emas batangan dan/atau emas perhiasan.

“Pajak masukan yang berkaitan dengan penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis tersebut dapat dikreditkan,” bunyi Pasal 2 PP 70/2021.

Namun, pengusaha kena pajak (PKP) yang mendapat fasilitas tidak dipungut PPN dan memindahtangankan BKP kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya, wajib membayar PPN yang tidak dipungut atas perolehan BKP tertentu. PPN yang wajib dibayar tersebut tidak dapat dikreditkan.

Baca Juga:
DPR Sebut Penundaan Kenaikan PPN 12% Bisa Bangkitkan Kelas Menengah

Kewajiban pembayaran PPN tidak diberlakukan dalam hal pemindahtanganan dilakukan dalam keadaan kahar. Pembayaran PPN tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lama satu bulan sejak BKP tertentu yang bersifat strategis tersebut dipindahtangankan.

Apabila sampai dengan jangka waktu berakhir PPN yang tidak dipungut belum dibayar, PKP dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pelaksanaan PP ini akan dievaluasi dalam jangka waktu paling lama 5 tahun sejak aturan mulai berlaku.

Evaluasi dilakukan oleh tim monitoring dan evaluasi yang dibentuk dengan keputusan menteri keuangan. Pada saat PP 70/2021 ini mulai berlaku, PP 106/2015 dinyatakan dicabut dan tidak berlaku. Beleid ini mulai berlaku setelah 30 hari terhitung sejak tanggal diundangkan 28 Juni 2021.

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian fasilitas PPN tidak dipungut atas penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis akan diatur dalam peraturan menteri keuangan (PMK).

Pengaturan di PMK juga menyangkut pembayaran PPN BKP tertentu bersifat strategis yang atas penyerahannya telah mendapat fasilitas tidak dipungut PPN dan dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya oleh PKP serta pengenaan sanksi atas keterlambatan pembayaran PPN. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 16:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Punya Usaha Kecil-kecilan, Perlu Bayar Pajak Enggak Sih?

Jumat, 18 Oktober 2024 | 19:05 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DPR Sebut Penundaan Kenaikan PPN 12% Bisa Bangkitkan Kelas Menengah

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen