Petani memanen perdana kepala sawit program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di KecamatanTeluk Gelam, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, Senin (17/7/2023). Kementerian Pertanian melakukan panen perdana kelapa sawit program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dilahan 1.157 hektare yang ditanam pada tahun 2020 lalu. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/rwa.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah segera menerapkan prosedur ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) melalui bursa berjangka. Meski implementasinya sempat mundur dari target awal, kini rancangan peraturan menteri perdagangan (permendag) mengenai ekspor CPO via bursa berjangka sudah masuk finalisasi di Kemenkumham.
Jika kebijakan tersebut berjalan, pemerintah meyakini penerimaan pajak ikut meningkat. Alasannya, ekspor CPO lewat bursa berjangka bisa mendorong penetapan harga patokan ekspor (HPE) secara lebih jelas.
"Dengan begitu, penerimaan negara dari pajak akan ikut meningkat," kata Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko dalam keterangannya, dikutip pada Selasa (8/8/2023).
Perlu dipahami, perhitungan pajak ekspor mengacu pada HPE yang ditetapkan oleh menteri perdagangan. Penetapan HPE sendiri berpedoman pada harga rata-rata internasional dan/atau harga rata-rata Freight on Board (FOB) di beberapa pelabuhan.
Jika ekspor CPO bisa dilakukan lewat bursa berjangka maka harga acuan (price reference) CPO bisa lebih transparan. Indonesia tidak perlu lagi mengacu pada harga referensi CPO di luar negeri. Dengan begitu, harga beli CPO sebagai dasar penetapan HPE bisa lebih akurat sesuai dengan kondisi di Indonesia.
Sebelumnya, Didid juga menyampaikan bahwa pemerintah memilih untuk berhati-hati dalam menyusun rancangan kebijakan ekspor CPO lewat bursa berjangka ini.
"Kami menjaga agar kebijakan dan ketentuan yang tengah disusun tidak bertabrakan. Pemerintah sudah menyusun 3 rancangan kebijakan dan ketentuan teknis terkait dengan bursa berjangka," kata Didid.
Saat ini, Kementerian Perdagangan telah merampungkan telaah hukum atas rancangan kebijakan ekspor CPO melalui bursa berjangka. Dalam waktu dekat, rancangan kebijakan ini akan masuk harmonisasi oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Didid menekankan ada sejumlah manfaat kebijakan ekspor CPO melalui bursa berjangka. Pertama, terbentuk harga acuan (price reference) CPO yang transparan, akuntabel, dan real time.
Kondisi saat ini perdagangan CPO di Indonesia masih mengacu pada harga referensi dari luar sehingga menjadi tidak transparan, tidak real time, dan sering menimbulkan under pricing.
"Perdagangan CPO di Indonesia saat ini masih mengacu pada harga referensi dari bursa Malaysia dan Rotterdam. Padahal, Indonesia merupakan produsen dan eksportir CPO terbesar dunia," kata Didid.
Manfaat kedua, Harga Patokan Ekspor (HPE) dapat ditetapkan dengan jelas dan penerimaan negara dari pajak akan meningkat. Ketiga, dapat mendorong perbaikan harga tandan buah segar (TBS) oleh Kementerian Pertanian dan menjadikan harga acuan biodiesel oleh Kementerian ESDM. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.