PEREKONOMIAN INDONESIA

Duh, Defisit Perdagangan 2018 Tercatat Paling Dalam Sejak 1975

Redaksi DDTCNews | Selasa, 15 Januari 2019 | 16:06 WIB
Duh, Defisit Perdagangan 2018 Tercatat Paling Dalam Sejak 1975

Suasana konferensi pers BPS, Selasa (15/1/2019). 

JAKARTA, DDTCNews – Defisit neraca perdagangan pada 2018 senilai US$8,57 miliar merupakan defisit terdalam dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan defisit pada tahun lalu tergolong cukup dalam. Apalagi, neraca perdagang sempat tercatat surplus selama tiga tahun ke belakang, tepatnya 2015 (US$7,67 miliar), 2016 (US$9,48 miliar), dan 2017 (US$11,84 miliar).

“Defisit US$8,57 miliar ini memang besar dibanding tahun-tahun sebelumnya,” katanya saat konferensi pers, setelah membandingkan data neraca perdagangan hingga 1975, Selasa (15/1/2019).

Baca Juga:
Surplus Perdagangan Berlanjut, Sinyal Positif Ekonomi Kuartal III/2024

Defisit sebesar US$8,57 miliar ini mayoritas disumbang defisit pada sektor migas. Defisit sektor ini sepanjang tahun sebesar US$12,4 miliar. Performa ini tidak mampu ditutup surplus perdagangan nonmigas yang hanya US$3,83 miliar.

Catatan BPS menunjukan defisit neraca perdagangan mulai 1975 sebesar US$391,9 juta. Kemudian, pada 2012, defisit tercatat sebesar US$1,7 miliar. Pada 2013, defisit neraca perdagangan sebesar US$4,08 miliar. Terakhir, defisit perdagangan pada 2014 tercatat sebesar US$2,02 miliar.

Lebih lanjut, Suhariyanto menjelaskan berbagai upaya sudah dilakukan pemerintah untuk memperbaiki rapor merah neraca perdagangan di sepanjang 2018. Namun, catatan statistik tidak dapat berubah dalam jangka pendek.

Baca Juga:
BPS: Neraca Perdagangan Surplus US$3,26 Miliar pada September 2024

Menurutnya, dibutuhkan waktu untuk melihat dampak kebijakan pemerintah, terutama dalam menekan impor yang naik signifikan pada 2018. Mandatory penggunaan minyak kelapa sawit dalam program B20 dan kenaikan PPh 22 Impor untuk 1.147 komoditas merupakan contoh kebijakan baru terasa dalam jangka menengah.

“Ke depan tentu harus menggerakkan ekspor agar neraca perdagangan positif, meski banyak tantangan, terutama dari ekonomi global yang tidak terlalu menggembirakan,” ungkap Suhariyanto. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 16 Oktober 2024 | 10:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Surplus Perdagangan Berlanjut, Sinyal Positif Ekonomi Kuartal III/2024

Selasa, 15 Oktober 2024 | 12:07 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

BPS: Neraca Perdagangan Surplus US$3,26 Miliar pada September 2024

Selasa, 01 Oktober 2024 | 11:44 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Turun dari Bulan Lalu, BPS: Inflasi September 2024 Capai 1,84 Persen

BERITA PILIHAN
Rabu, 23 Oktober 2024 | 14:10 WIB PELATIHAN PROFESI PAJAK INTERNASIONAL

Diakui CIOT, DDTC Academy Buka Lagi Kelas Persiapan ADIT

Rabu, 23 Oktober 2024 | 14:00 WIB KABUPATEN KEBUMEN

Pemda Bikin Samsat Khusus untuk Perbaiki Kepatuhan Pajak Warga Desa

Rabu, 23 Oktober 2024 | 13:00 WIB CORETAX SYSTEM

Setelah Diimplementasikan, DJP Akan Tetap Sediakan Edukasi Coretax

Rabu, 23 Oktober 2024 | 12:00 WIB LITERATUR PAJAK

4 Kunci Strategis Cegah Sengketa Pajak, Selengkapnya Baca Buku Ini

Rabu, 23 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Piloting Modul Impor-Ekspor Barang Bawaan Penumpang Tahap III Dimulai

Rabu, 23 Oktober 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dasar DJP dalam Menetapkan Status Suspend terhadap Sertel Wajib Pajak

Rabu, 23 Oktober 2024 | 10:30 WIB PROVINSI KALIMANTAN UTARA

Adakan Pemutihan Pajak Kendaraan, Pemprov Targetkan Raup Rp105 Miliar

Rabu, 23 Oktober 2024 | 10:00 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Beberkan Alasan Pembentukan Badan Aspirasi Masyarakat

Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:45 WIB DPR RI

Said Abdullah Kembali Terpilih Jadi Ketua Banggar DPR