Anggota Komisi XI DPR Achmad Hafisz Tohir.
JAKARTA, DDTCNews - Komisi XI DPR berpandangan tarif pajak barang dan jasa tertentu (PBTJ) sebesar 40% hingga 75% memang diperlukan khusus atas jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan spa.
Anggota Komisi XI DPR Achmad Hafisz Tohir mengatakan tarif PBJT yang lebih tinggi atas jasa hiburan tertentu diberlakukan karena bersifat eksklusif dan memiliki risiko tinggi.
"Kalau nilai mudharat-nya tinggi maka wajib untuk dinaikkan. Jadi, kalau dasar pemikiran kami ya seperti itu, pemerintah atau negara boleh mengambil pajak hiburan tinggi karena akibat yang dibuat oleh hiburan tersebut memang agak tinggi," katanya, dikutip pada Rabu (17/1/2024).
Namun, bila perekonomian masih belum sepenuhnya pulih dan dihadapkan oleh tekanan, lanjut Achmad, beban pajak yang lebih tinggi atas jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan spa bisa ditimbang ulang.
"Saya menyadari ekonomi kita sedang menghadapi tekanan maka tidak seharusnya mereka dibebani yang lebih besar," tuturnya.
Untuk diketahui, UU 1/2022 membatasi tarif PBJT hanya sebesar 10%. Tarif tersebut berlaku atas konsumsi 5 jenis barang dan jasa, yaitu makanan dan minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, serta jasa kesenian dan hiburan.
Namun, tarif khusus sebesar 40% hingga 75% diberlakukan atas jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan spa.
Sementara itu, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) Kemenkeu Lydia Kurniawati menuturkan tarif batas bawah yang tinggi untuk PBJT atas jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan spa diperlukan untuk mengendalikan konsumsinya.
"Hiburan tertentu tadi pasti dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, bukan masyarakat kebanyakan. Oleh karena itu, untuk memberikan rasa keadilan dalam upaya mengendalikan, dipandang perlu untuk memberikan tarif batas bawahnya," ujar Lydia.
Selain itu, lanjut Lydia, tarif minimum juga diperlukan untuk mencegah timbulnya persaingan tarif PBJT jasa hiburan antardaerah.
"Mengapa? Untuk mencegah penetapan tarif yang race to the bottom," ujarnya.
Untuk jasa hiburan dan kesenian yang dikonsumsi oleh masyarakat umum, tarif PBJT justru dibatasi maksimal sebesar 10%. Tarif tersebut sudah lebih rendah bila dibandingkan dengan UU 28/2009 yang memungkinkan pemda mengenakan pajak hiburan hingga 35%. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.