Ilustrasi. (DJP)
JAKARTA, DDTCNews – Selama 2020, Ditjen Pajak (DJP) melakukan penyempurnaan dan pengembangan beberapa fungsi dalam compliance risk management (CRM).
Dalam Laporan Tahunan 2020 DJP disebutkan sesuai dengan kebijakan pengawasan dan pemeriksaan wajib pajak untuk perluasan basis pajak, otoritas menjalankan pengawasan berdasarkan pada risiko ketidakpatuhan wajib pajak dengan menggunakan CRM.
“Untuk memastikan bahwa CRM dimanfaatkan sebagai tools di hulu pengawasan maka pada tahun 2020, dalam IKU Kemenkeu-One ditetapkan indeks kinerja untuk menghitung pemanfaatan CRM tersebut, yaitu indeks implementasi CRM wajib pajak strategis dan nonstrategis,” tulis DJP.
Ada beberapa langkah aksi yang dilakukan DJP pada tahun lalu untuk memenuhi IKU indeks tersebut. Salah satunya adalah penyempurnaan (refinement) CRM fungsi pemeriksaan dan pengawasan melalui beberapa kegiatan.
Kegiatan yang dimaksud adalah pemutakhiran data; penambahan data keuangan, data pemicu, dan alat keterangan (alket) sebagai variabel CRM; perubahan skoring variabel risiko; serta penambahan informasi pada tampilan, yaitu posisi risiko, detail data, dan informasi ketertagihan wajib pajak.
Kemudian, DJP melalukan penyempurnaan CRM fungsi ekstensifikasi dan CRM fungsi penagihan. Penyempurnaan CRM fungsi ekstensifikasi telah selesai dilaksanakan dengan menggunakan 16 variabel.
Data keuangan merupakan variabel baru yang digunakan dan memiliki sebaran jumlah data terbanyak dalam Daftar Sasaran Ekstensifikasi (DSE) 2020. Hal tersebut menjadi output CRM fungsi ekstensifikasi.
Dari sisi kewenangan akses, dilakukan pula penambahan akses bagi kepala seksi dan account representative (AR) pada Seksi Pengawasan dan Konsultasi III dan IV. Hal ini merupakan penyesuaian dengan kebijakan kegiatan ekstensifikasi pada 2020.
Adapun penyempurnaan CRM penagihan yang telah selesai dilakukan pada 2020 antara lain berupa perbaikan variabel risiko sehingga mampu menangkap risiko penagihan berdasarkan pada dampak nilai piutang, kondisi piutang, keberadaan, dan kemampuan finansial.
DJP menjabarkan perbaikan variabel risiko dilakukan dengan memutakhirkan dan menambahkan data yang dibutuhkan untuk meningkatkan validitas risiko fungsi penagihan. Penambahan data dilakukan pada profil wajib pajak antara lain berupa data keuangan, data seluler, data kepemilikan kendaraan bermotor, dan data lelang.
Kemudian, terhadap wajib pajak penunggak pajak terbesar dilakukan pengelompokan berdasarkan skor. Profil risiko wajib pajak tersebut dikelompokkan berdasarkan kondisi piutang pajak, kemampuan membayar, dan keberadaan wajib pajak maupun penanggung pajak.
Selain penyempurnaan CRM pada beberapa fungsi tersebut, pada Desember 2020, DJP juga mulai melakukan pengembangan CRM fungsi perpajakan internasional. CRM fungsi perpajakan internasional ini diujicobakan pada tahun ini.
CRM fungsi perpajakan internasional ditujukan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang memiliki hubungan istimewa dan/atau transaksi perpajakan internasional lainnya serta memiliki risiko melakukan praktik penghindaran pajak. Simak pula ‘AR, Pemeriksa, dan Juru Sita Pajak Mulai Pakai Aplikasi DJP Ini’. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
IT nya harus siap, searhing mechine atas lintas data sebaiknya dibangun ..dan sangat unique ..rahasia..org ttt yg dapat buka..sehingga dlm hal medownload data ke platform penelitian awal (CRM) tidak terjadi distorsi...terutama menghindari kepentingan dan kekuatan tertentu.
Sistem CRM merupakan sebuah inovasi yang baik karena adanya sistem CRM dapat mendorong dilakukannya upaya kepatuhan pajak sesuai perilaku dan risiko wajib pajak, sehingga compliance strategy untuk setiap individu dapat lebih personal