THE objective of public administration is the most efficient utilization of the resources. Meminjam pernyataan pakar administrasi publik, Leonardo D. White, efisiensi merupakan jantung bagi pelayanan publik.
Efisiensi diwujudkan melalui upaya otoritas publik dalam meningkatkan pelayanan dengan meminimalisasi penggunaan sumber daya. Sebagai bagian dari upaya ini, mulai awal abad ke-12, optimalisasi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam administrasi publik kian masif dilakukan.
Saat ini, masyarakat dunia sedang melalui transformasi digital yang melampaui komputerisasi dan penggunaan TIK. Transformasi ini tentunya menciptakan peluang bagi sektor publik di seluruh area kebijakan dan di berbagai tingkat pemerintahan.
Kendati demikian, pemerintah —terutama di yurisdiksi yang lebih kecil (subnasional / daerah)—di berbagai negara juga terus menghadapi tantangan dalam proses transformasi pelayanan publik tersebut.
Artikel berjudul ‘Digitalisation Challenge and Opportunities for Subnational Governments’ ini mengidentifikasi berbagai peluang dan tantangan yang dihadapi pemerintah daerah dalam melaksanakan digitalisasi administrasi keuangan publik (public finance).
Ditulis oleh De Mello dan Ter-Minassian, ulasan dalam artikel ini mengalir dalam empat bagian. Di bagian pertama, pembahasan diawali dengan konteks digitalisasi yang saat ini telah berevolusi menjadi yang disebut OECD sebagai ekosistem teknologi digital.
Melansir OECD, terdapat lima unsur utama penopang ekosistem teknologi digital yakni internet of things, komputerisasi berperforma tinggi, big data analytics, kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), dan teknologi blockchain. Perkembangan ekosistem digital tersebut diyakini berpotensi untuk meringankan berbagi kendala informasi yang memengaruhi kebijakan dan administrasi pemerintah.
Bagian kedua dan ketiga masing-masing fokus dalam mengidentifikasi peluang dan tantangan bagi pemerintah daerah dalam implementasi transformasi digital. Dalam konteks keuangan publik, penggunaan teknologi digital dapat menguntungkan pemerintah daerah baik dari sisi penerimaan maupun belanja anggaran.
Hal tersebut tentunya berpeluang untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari manajemen fiskal, desain kebijakan penerimaan dan belanja, administrasi dan penegakan hukum, serta pelaksanaan pelayanan publik.
Pada satu pembahasan yang menarik, artikel ini mengidentifikasi beberapa saluran bagaimana digitalisasi dapat meningkatkan level dan kualitas penerimaan pajak daerah. Pertama, digitalisasi dapat meningkatkan penerimaan pajak negara yang dibagihasilkan ke daerah.
Peningkatan akses digital di tingkat daerah dapat memperkuat kemampuan administrasi pajak untuk meningkatkan kepatuhan sukarela dan penegakkan target penerimaan pajak nasional seperti halnya PPh dan PPN.
Kedua, digitalisasi juga berpotensi meningkatkan penerimaan pajak daerah seperti pajak konsumsi, pajak properti, dan retribusi daerah. Transformasi sistem pembayaran elektronik telah masif dilakukan di berbagai negara bagi penegakkan pajak konsumsi. Sementara itu, penggunaan peta digital dan penginderaan jauh juga dapat memudahkan administrasi pajak atas properti sebagai salah satu andalan penerimaan daerah.
Ketiga, digitalisasi dapat mendorong kepatuhan wajib pajak secara sukarela. Kemudahan administrasi dapat meningkatkan persepsi wajib pajak terhadap kemampuan otoritas pajak untuk mendapatkan informasi yang relevan dan mengurangi biaya kepatuhan pajak.
Kendati demikian, artikel ini juga mengulas beberapa tantangan utama yang perlu diatasi oleh pemerintah dalam melaksanakan digitalisasi pelayanan publik. Setidaknya dapat diidentifikasi tiga keterbatasan khususnya di tingkat pemerintah daerah, yaitu sumber daya manusia, fisik dan infrastruktur, serta pendanaan.
Beberapa tantangan lain yang muncul seiring berjalannya proses digitalisasi antara lain kepastian kerangka hukum, penanganan risiko cybersecurity, dan permasalahan privasi data dan informasi masyarakat.
Dalam bagian akhir, artikel ini menawarkan gagasan bagi percepatan digitalisasi melalui peran kerja sama antarpemerintah. Peran pemerintah yang lebih tinggi—baik pusat maupun provinsi—menjadi krusial mengingat masing-masing daerah memiliki kebutuhan dan keterbatasan yang asimetris.
Selain itu, kerja sama antarpemerintah juga dapat berfungsi sebagai ‘uji petik’ inovasi kebijakan digitalisasi pelayanan publik yang dapat menciptakan good practices untuk direplikasi oleh daerah lain.
Makalah yang diterbitkan OECD ini ditujukan untuk skala pembaca yang luas mulai dari praktisi kebijakan, pemerhati fiskal, dan masyarakat sipil. Bacaan ini juga berguna dalam mengidentifikasi peluang dan tawaran gagasan bagi perbaikan layanan administrasi pajak kedepan. *
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.