MAYORITAS jenis usaha di Indonesia merupakan jenis usaha kecil dan tidak semua jenis usaha kecil tersebut memiliki kemampuan untuk membuat pembukuan. Selain itu, banyak pula para profesional yang memiliki praktek profesi sendiri dan tidak memiliki pembukuan.
Pada dasarnya, etiap wajib pajak baik orang pribadi maupun badan yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas wajib menyelenggarakan pembukuan. Hal ini diatur dalam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 (UU KUP).
Namun, dalam praktik di lapangan, tidak semua wajib pajak mampu menyelenggarakan pembukuan, khususnya wajib pajak orang pribadi. Oleh karena itu, wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dengan jumlah bruto kurang dari Rp4,8 miliar tidak diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. Tetapi, wajib melakukan pencatatan untuk digunakan sebagai dasar dalam menghitung jumlah pajak yang terutang.
Untuk memudahkan wajib pajak tersebut menentukan penghasilan neto usahanya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak memberikan kemudahan dengan membuat aturan tentang norma perhitungan. Norma Penghitungan adalah pedoman untuk menentukan besarnya penghasilan neto yang akan digunakan untuk menghitung besarnya pajak penghasilan terutang yang harus dibayar oleh wajib pajak.
Penggunaan norma penghitungan pada dasarnya dilakukan lantaran tidak terdapat dasar perhitungan yang lebih baik, yaitu pembukuan secara lengkap. Pembukuan adalah suatu proses pencacatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan penyerahan barang dan jasa.
Sesuai dengan Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 (UU PPh), wajib pajak yang akan menggunakan norma penghitungan harus memberitahukan kepada Ditjen Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
Adapun wajib pajak yang tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.
Dalam hal terhadap wajib pajak badan atau wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dilakukan pemeriksaan, kemudian wajib pajak orang pribadi atau badan tersebut tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau pencatatan atau bukti-bukti pendukungnya, penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.
Diatur dalam Pasal 4 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto, besarnya norma penghitungan ditentukan sebagai berikut:
daftar persentase norma penghitungan penghasilan neto lebih lanjut terdapat dalam Lampiran I PER-17/PJ/2015.
Dalam hal wajib pajak memiliki lebih dari satu jenis usaha atau pekerjaan bebas, penghitungan penghasilan neto dilakukan terhadap masing-masing jenis usaha atau pekerjaan bebas dengan memperhatikan pengelompokan wilayah pengenaan norma.
Bagi wajib pajak yang tetap menggunakan norma penghitungan padahal tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Penggunaan Norma akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam tahun pajak yang bersangkutan.*
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.