AMERIKA SERIKAT

Data CbCR Tunjukkan Maraknya Praktik BEPS Korporasi AS

Muhamad Wildan | Sabtu, 14 November 2020 | 12:01 WIB
Data CbCR Tunjukkan Maraknya Praktik BEPS Korporasi AS

Ilustrasi. (Foto: DDTCNews)

WASHINGTON D.C., DDTCNews - Data country-by-country reporting (CbCR) Amerika Serikat (AS) per 2017 menunjukkan masih maraknya praktik penggerusan basis dan penggeseran laba atau base erosion and profit shifting (BEPS) oleh korporasi di negara adidaya tersebut.

Calon profesor hukum dan kebijakan pajak dari University of California Kimberly Clausing berpendapat laba dan akumulasi penghasilan korporasi multinasional secara disproporsional telah dicatatkan oleh korporasi multinasional AS di yurisdiksi suaka pajak.

"Yurisdiksi suaka pajak memainkan peran yang dominan dalam praktik penggeseran laba. Terdapat ketidaksesuaian antara laba dan aktivitas ekonomi yang dicatatkan korporasi multinasional AS di negara suaka pajak," tulis Clausing, seperti dikutip Selasa (10/11/2020).

Baca Juga:
Trump Janji Hentikan Pemajakan Berganda Atas Warga AS di Luar Negeri

Pada 2017, data CbCR menunjukkan sebesar US$513 miliar atau Rp7.220 triliun dari laba luar negeri korporasi multinasional AS dilaporkan di 20 yurisdiksi baik suaka pajak maupun bukan suaka pajak.

Dari total laba luar negeri yang dilaporkan di luar AS tersebut, tercatat sebesar US$355 miliar dilaporkan oleh korporasi multinasional AS di 11 yurisdiksi suaka pajak.

Yurisdiksi suaka pajak yang dimaksud yakni Cayman Islands, Singapura, Swiss, Belanda, Puerto Rico, Bermuda, Irlandia, Luxembourg, Hong Kong, Jersey, dan Isle of Man.

Baca Juga:
Minta Perusahaan Bangun Pabrik di AS, Trump Rancang Bea Masuk Tinggi

Laba luar negeri korporasi AS yang dilaporkan di 9 yurisdiksi nonsuaka pajak tercatat hanya sebesar US$158 miliar. Sembilan yurisdiksi yang dimaksud yakni Kanada, China, Jepang, Inggris, Meksiko, Australia, India, Italia, dan Jerman.

Rata tarif pajak efektif di 11 yurisdiksi suaka pajak tersebut tercatat hanya sebesar 3,9%, jauh lebih rendah bila dibandingkan tarif pajak efektif di 9 negara nonsuaka pajak yang mencapai 26,9%.

Clausing mencatat negara suaka pajak memiliki populasi dan produk domestik bruto (PDB) yang kecil. Secara kumulatif, populasi 11 yurisdiksi suaka pajak hanya 1,5% dari populasi 9 negara nonsuaka pajak. PDB 11 negara suaka pajak juga hanya 8,4% dari PDB negara-negara nonsuaka pajak.

Baca Juga:
Kamala Harris Janjikan Insentif Pajak untuk Sektor Manufaktur

"Meski demikian, total laba yang dilaporkan oleh korporasi multinasional AS di negara suaka pajak 2 kali lipat lebih besar bila dibandingkan dengan laba yang dilaporkan di negara-negara bukan suaka pajak," tulis Clausing seperti dilansir Tax Notes International.

Indikasi praktik BEPS oleh korporasi multinasional AS melalui negara suaka pajak juga semakin tampak bila dilihat dari ketimpangan antara rasio laba per karyawan dan aktivitas ekonomi riil di negara suaka pajak.

Laba per karyawan di 11 yurisdiksi suaka pajak tercatat mencapai US$488.000 per karyawan, sedangkan di 9 yurisdiksi nonsuaka pajak tercatat hanya sebesar US$22.900 per karyawan.

Baca Juga:
Paradoks Artificial Intelligence dalam Konteks Penghindaran Pajak

Padahal aktivitas ekonomi riil di negara suaka pajak tergolong minim dan jumlah karyawan korporasi multinasional AS yang dipekerjakan di yurisdiksi suaka pajak hanya sebanyak 5,6% dari total karyawan yang dipekerjakan.

Dari data CbCR AS per 2017 tampak semakin rendah tarif pajak efektif suatu yurisdiksi, maka semakin tinggi rasio laba per karyawan yang tercatat pada yurisdiksi tersebut. Sebagai contoh, laba per karyawan yang dicatatkan korporasi multinasioal AS di Cayman Island mencapai USD37,35 juta.

Tarif pajak efektif di negara tersebut hanya sebesar 0,1%. Di India yang memiliki tarif pajak efektif sebesar 33,9%, total laba per karyawan korporasi multinasional AS di negara tersebut hanya sebesar US$8.328.

Baca Juga:
Trump Janji Bakal Bebaskan Uang Lembur dari Pungutan Pajak

Clausing memperkirakan revenue forgone atau pajak yang tidak dapat dipungut akibat praktik BEPS yang tampak pada CbCR 2017 bisa mencapai lebih dari US$100 miliar dalam setahun. Dengan demikian, perbaikan ketentuan pajak atas penghasilan lintas batas negara sangat dibutuhkan.

"Perdagangan dan investasi lintas batas negara memang memiliki potensi yang besar guna meningkatkan kesejahteraan. Meski demikian, perlu dipastikan sistem pajak sudah siap merespons derasnya aliran modal antaryurisdiksi yang terjadi saat ini," tulis Clausings.(Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 17 Oktober 2024 | 19:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Trump Janji Hentikan Pemajakan Berganda Atas Warga AS di Luar Negeri

Rabu, 16 Oktober 2024 | 16:30 WIB AMERIKA SERIKAT

Minta Perusahaan Bangun Pabrik di AS, Trump Rancang Bea Masuk Tinggi

Senin, 30 September 2024 | 11:30 WIB AMERIKA SERIKAT

Perusahaan Pindah Pabrik ke Luar AS, Trump Bakal Kenai Bea Masuk 200%

Minggu, 29 September 2024 | 13:30 WIB AMERIKA SERIKAT

Kamala Harris Janjikan Insentif Pajak untuk Sektor Manufaktur

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN