BERITA PAJAK HARI INI

CV atau Firma yang Tak Bisa Lagi Pakai PPh Final PP 23/2018, Simak Ini

Redaksi DDTCNews | Rabu, 17 November 2021 | 08:28 WIB
CV atau Firma yang Tak Bisa Lagi Pakai PPh Final PP 23/2018, Simak Ini

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Koperasi, persekutuan komanditer (CV), atau firma yang beralih dari rezim PPh final UMKM PP 23/2018 ke ketentuan umum pada 2022 tidak perlu menyetor angsuran PPh Pasal 25. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (17/11/2021).

Berdasarkan pada Pasal 9 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 99/2018, besarnya angsuran PPh Pasal 25 bagi wajib pajak yang telah melewati jangka waktu pemanfaatan PPh final UMKM PP 23/2018 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan umum.

“Menurut Pasal 10 PMK 215/2018, angsuran PPh Pasal 25 untuk wajib pajak baru selain wajib pajak baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 pada tahun pajak berjalan ditetapkan nihil," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor.

Baca Juga:
Dasar DJP dalam Menetapkan Status Suspend terhadap Sertel Wajib Pajak

Adapun wajib pajak baru dalam Pasal 8 mencakup pertama, wajib pajak bank. Kedua, wajib pajak masuk bursa. Ketiga, wajib pajak badan usaha milik negara. Keempat, wajib pajak badan usaha milik daerah. Kelima, wajib pajak lainnya. Keenam, wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu.

Wajib pajak baru dalam Pasal 9 mencakup pertama, wajib pajak baru dalam rangka penggabungan, peleburan, dan/atau pengambilalihan usaha pada sisa tahun pajak berjalan. Kedua, wajib pajak dalam rangka pemekaran usaha. Ketiga, wajib pajak baru yang merupakan hasil perubahan bentuk badan usaha pada tahun pajak berjalan.

Sebagai konsekuensi dari angsuran PPh Pasal 25 yang ditetapkan nihil, wajib pajak koperasi, persekutuan komanditer (CV), atau firma tersebut juga tidak perlu melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 25. Ketentuan tersebut telah diatur dalam PMK 9/2018. Simak pula Fokus Harus Pakai Rezim Pajak Umum, UMKM Siap Naik Kelas?.

Baca Juga:
Adakan Pemutihan Pajak Kendaraan, Pemprov Targetkan Raup Rp105 Miliar

Selain mengenai kewajiban perpajakan UMKM yang beralih ke rezim umum, ada pula bahasan terkait dengan kinerja pemanfaatan insentif pajak. Selain itu, ada pula bahasan tentang target penerimaan pajak pada tahun depan.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Persiapan Melalui Program BDS

DJP menyatakan telah membantu persiapan wajib pajak badan UMKM untuk beralih dari rezim PPh final PP 23/2018 menuju skema tarif umum. Langkah ini dilakukan melalui program Business Development Service (BDS).

"Para AR [account representative] dari masing-masing wajib pajak juga tentu terus mengingatkan wajib pajak bimbingannya melalui cara-cara sesuai kebijakan kantor masing-masing," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor. (DDTCNews)

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Menguat Atas Nyaris Semua Mata Uang Mitra

Masih Ada Fasilitas Pasal 31E UU PPh

Wajib pajak badan UMKM yang tahun depan tidak lagi bisa menggunakan skema PPh final PP 23/2018 masih punya insentif lain yang bisa dimanfaatkan. Mereka masih berkesempatan untuk memanfaatkan fasilitas Pasal 31E UU PPh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Dengan demikian, wajib pajak badan dalam negeri dengan omzet hingga Rp50 miliar masih bisa memanfaatkan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% atas penghasilan kena pajak yang merupakan bagian dari peredaran bruto Rp4,8 miliar.

Sebagaimana yang telah disepakati pemerintah dan DPR serta telah tertuang dalam UU HPP, insentif Pasal 31E batal dihapus dari UU PPh. Simak pula ‘UMKM Perlu Tahu dan Ingat Ketentuan Pajak Ini’. (DDTCNews)

Baca Juga:
Kementerian Keuangan Kini di Bawah Langsung Presiden Prabowo

Pemanfaatan Insentif Pajak

Pemerintah mencatat realisasi insentif usaha yang sudah terserap hingga 12 November 2021 telah mencapai Rp62,47 triliun atau sekitar 99,4% dari pagu yang ditetapkan tahun ini sejumlah Rp62,83 triliun.

"Insentif usaha diberikan pada tahun ini, termasuk yang mendorong permintaan pada kendaraan mobil dan insentif untuk mendorong korporasi," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (DDTCNews/Kontan)

Defisit Anggaran

Kementerian Keuangan mencatat defisit APBN hingga Oktober 2021 telah mencapai Rp548,9 triliun atau setara 3,29% terhadap produk domestik bruto (PDB). Defisit tersebut setara dengan 54,5% dari yang direncanakan senilai Rp1.006,4 triliun.

Baca Juga:
PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

"Defisit kita sekarang mengalami penurunan dari tahun lalu. Kalau tahun lalu, di Oktober adalah 4,67%, sekarang 3,29% dari GDP," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Target Penerimaan PPh

Pemerintah menargetkan penerimaan PPh pada tahun depan senilai Rp680,87 triliun. Target itu tercatat turun tipis dibandingkan dengan target dalam APBN 2021 yang mencapai Rp683,77 triliun.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan penyusunan target itu mengacu pada outlook penerimaan PPh pada 2021 yang berada di angka Rp615,2 triliun. Artinya, target penerimaan PPh pada 2022 tumbuh 10,7%. (Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

BMTP Pakaian

Pemerintah akan mengenakan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) atau safeguard atas produk pakaian dan aksesori pakaian impor mulai 12 November 2021 seperti diatur dalam PMK 142/2021.

Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar-Lembaga Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Syarif Hidayat mengatakan pengenaan safeguard tersebut berlaku selama 3 tahun. Menurutnya, kebijakan tersebut melindungi industri dalam negeri.

"Kebijakan BMTP tersebut diharapkan berdampak positif pada pemulihan kinerja industri dalam negeri dan menahan laju impor atas produk pakaian dan aksesori pakaian," katanya. (DDTCNews/Kontan) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 23 Oktober 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dasar DJP dalam Menetapkan Status Suspend terhadap Sertel Wajib Pajak

Rabu, 23 Oktober 2024 | 10:30 WIB PROVINSI KALIMANTAN UTARA

Adakan Pemutihan Pajak Kendaraan, Pemprov Targetkan Raup Rp105 Miliar

Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:33 WIB KURS PAJAK 23 OKTOBER 2024 - 29 OKTOBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Menguat Atas Nyaris Semua Mata Uang Mitra

Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:19 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Kementerian Keuangan Kini di Bawah Langsung Presiden Prabowo

BERITA PILIHAN
Rabu, 23 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Piloting Modul Impor-Ekspor Barang Bawaan Penumpang Tahap III Dimulai

Rabu, 23 Oktober 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dasar DJP dalam Menetapkan Status Suspend terhadap Sertel Wajib Pajak

Rabu, 23 Oktober 2024 | 10:30 WIB PROVINSI KALIMANTAN UTARA

Adakan Pemutihan Pajak Kendaraan, Pemprov Targetkan Raup Rp105 Miliar

Rabu, 23 Oktober 2024 | 10:00 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Beberkan Alasan Pembentukan Badan Aspirasi Masyarakat

Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:45 WIB DPR RI

Said Abdullah Kembali Terpilih Jadi Ketua Banggar DPR

Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:33 WIB KURS PAJAK 23 OKTOBER 2024 - 29 OKTOBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Menguat Atas Nyaris Semua Mata Uang Mitra

Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:19 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Kementerian Keuangan Kini di Bawah Langsung Presiden Prabowo

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT