BERITA PAJAK HARI INI

Cukai Plastik Timbulkan Pro Kontra

Redaksi DDTCNews | Kamis, 30 Juni 2016 | 09:29 WIB
Cukai Plastik Timbulkan Pro Kontra

JAKARTA, DDTCNews – Berita mengenai serba-serbi tax amnesty masih memenuhi beberapa media nasional pagi ini, Kamis (30/6). Banyak pihak seakan berlomba-lomba untuk meraup dana hasil beleid yang satu ini. Baik instrumen keuangan pemerintah, pasar modal, hingga bank swasta asing sudah siap-siap memberikan tawaran bagi peserta tax amnesty untuk menanamkan dananya. Kebijakan ini membawa harapan baru untuk menggerakkan banyak sektor yang sekarang tengah lesu.

Selain itu, ada pula berita tentang keberatan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) atas usulan Kementerian Keuangan yang akan mengenakan cukai pada produk plastik. Kemenperin mengaku penerapan cukai akan mempengaruhi kinerja industri khususnya makanan dan minuman serta iklim investasi. Selain itu, penerimaan negara bukannya naik, namun malah menurun. Lantas seperti apa hitung-hitungannya? Berikut ringkasan berita selengkapnya:

  • Pemerintah Malah Rugi Rp529 miliar

Pemerintah yang tengah mengincar penerimaan negara sebesar Rp1,913 triliun dari penerapan cukai plastik tampaknya harus gigit jari. Pasalnya, terdapat penurunan PPN sebesar Rp1,016 triliun, dan juga penurunan Pajak Penghasilan Badan sebesar Rp1,426 triliun. Dengan hitungan seperti ini, pemerintah justru merugi Rp529 miliar.

Baca Juga:
Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru
  • Bahaya Cukai Plastik Mengintai Industri Dalam Negeri

Sebanyak 70% produk minuman dikemas dalam plastik. Maka bisa dibayangkan bagaimana dampaknya bagi industri dalam negeri jika cukai plastik diterapkan. Apalagi adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) membuat produk minuman nasional tidak punya daya saing lagi, ekspor ke ASEAN pun menurun.

  • Tidak Ada Harmonisasi Aturan

Sebenarnya pemerintah sedang ingin memperkuat industri hulu salah satunya dengan cara pemberian fasilitas bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP) guna semakin meningkatkan daya saing industri. Namun jika ada peraturan ini, maka tidak terdapat harmonisasi karena yang satu ingin memperkuat industri, yang satu lagi cenderung melemahkan.

  • Hati-hati Sanksi 200%

Peserta tax amnesty diharapkan tetap berhati-hati mencermati kebijakan ini karena ada banyak hal penting yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah adanya sanksi 200% terhadap selisih nilai aset yang tidak dilaporkan padahal sudah memperoleh Surat Keterangan. Selain itu, peserta juga tetap harus membayar Pajak Penghasilan dengan tarif normal atas selisih tersebut.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak
  • Investor Asing Tidak Mau Tinggal Diam

Sentimen tax amnesty memang sangat kuat pasca pengesahan beleid tersebut. Sejumlah sekuritas asing memborong saham emiten sektor telekomunikasi, perbankan, dan otomotif. Langkah investor yang ambil posisi lebih dulu ini karena adanya potensi ekonomi Indonesia yang membaik berkat ruang fiskal pemerintah yang membesar. Tambahan Rp165 triliun dari pengampunan pajak diharapkan memberi kelegaan bagi perekonomian dalam negeri.

  • Bank Asing Tidak Mau Ketinggalan

Sejumlah bank asing dikabarkan berpeluang mendapat restu untuk menampung dana tax amnesty .Beberapa Bank asing asal Singapura seperti UOB Indonesia, DBS Indonesia, OCBC NISP, dan Bank Danamon menginginkan pihaknya boleh menjadi lahan investasi dari dana tax amnesty. Sejauh ini, hanya bank umum kegiatan usaha saja yang punya hak menampung dana, antara lain Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri dan Bank Central Asia (BCA).

  • Dana Repatriasi Dongkrak Ekonomi

Aliran dana repatriasi hasil tax amnesty akan memberikan penguatan rupiah. Dalam dua hari terakhir, rupiah menguat 2,4% menjadi Rp13.166 per dolar AS. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga menguat 3% menjadi Rp4.980,10. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit tahun ini sebesar 12% dan tahun depan bisa mencapai 17%.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini
  • Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Gandeng Ditjen Pajak

Terdapat potensi penerimaan pajak sebanyak Rp209,1 miliar hasil dari illegal fishing yang dilakukan oleh beberapa kapal asing seperti Vietnam, Malaysia, Thailand, dan Filipina ke perairan Indonesia. Maka KKP bekerja sama dengan Dirjen Pajak untuk mengembalikan kerugian negara tersebut. Hingga saat ini masih dalam proses pembayaran ke Ditjen Pajak.

  • Lapor Bagi yang Belum Dapat

Kementerian Ketenagakerjaan mengimbau bagi para karyawan yang belum mendapat THR hingga kemarin (29/7) untuk segera melaporkan ke posko pengaduan THR di tingkat pusat atau di masing-masing provinsi, kabupaten/kota. Pasalnya, THR merupakan kewajiban yang harus diberikan kepada pekerja yang memiliki masa kerja minimal satu bulan. Hal ini sesuai dengan PMK No 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja atau Buruh di Perusahaan. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Selasa, 24 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU