ITF 2023

Ciptakan Pajak yang Adil, Kemenkeu Jelaskan Pentingnya Modernisasi P3B

Dian Kurniati | Rabu, 25 Oktober 2023 | 13:29 WIB
Ciptakan Pajak yang Adil, Kemenkeu Jelaskan Pentingnya Modernisasi P3B

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN) Kemenkeu Pande Putu Oka Kusumawardani.

JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan menilai perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B/tax treaty) perlu terus dilakukan modernisasi untuk menjawab berbagai tantangan di masa depan.

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN) Kemenkeu Pande Putu Oka Kusumawardani mengatakan P3B bertujuan mendistribusikan hak perpajakan secara adil antarnegara, dengan mempertimbangkan aktivitas ekonomi dan tempat tinggal wajib pajak. Di sisi lain, Indonesia juga berkomitmen mencegah penyalahgunaan P3B.

"Komitmen kami dalam memodernisasi P3B salah satunya ditunjukkan dengan 2 perjanjian terbaru yang mulai berlaku pada 1 Januari 2022 dengan Singapura dan Uni Emirat Arab," katanya dalam International Tax Forum (ITF) 2023, Rabu (25/10/2023).

Baca Juga:
Ingin Tahu Aspek Pajak Internasional atas Dividen? Baca Buku Ini

Putu Oka mengatakan P3B secara umum bertujuan memberikan kepastian hukum serta menciptakan lingkungan pajak yang efisien dan adil. Melalui P3B, beban pajak bagi investor asing dapat berkurang sehingga lebih menarik bagi mereka untuk berinvestasi di negara lain.

Hal itu tentu dapat merangsang penanaman modal asing yang pada akhirnya juga pendorong globalisasi dan pertumbuhan ekonomi global.

Dia memandang perjanjian multilateral yang melibatkan banyak pihak telah menjadi alat ampuh yang akan menyederhanakan dan menyesuaikan kerangka perpajakan internasional Indonesia kita dengan realitas terkini. Dengan standar yang diusung, kerangka perpajakan internasional juga diharapkan makin transparan dan minim sengketa.

Baca Juga:
Menginterpretasikan Laba Usaha dalam P3B (Tax Treaty), Baca Buku Ini

Indonesia saat ini memiliki 71 P3B dengan negara mitra yang mencerminkan komitmen membina kerja sama ekonomi internasional. Penandatanganan P3B ini dilakukan dengan 28 negara Eropa, 22 negara Asia, serta 21 negara Afrika, Timur Tengah, Amerika, dan Oseania.

Sejalan dengan disepakatinya multilateral instrument on tax treaty (MLI), Indonesia juga berupaya memodifikasi pasal-pasal dalam P3B. Indonesia tercatat telah menandatangani MLI bersama dengan 100 yurisdiksi lainnya, yang menunjukkan komitmen memerangi base erosion and profit shifting (BEPS) sekaligus mendorong kerja sama perpajakan internasional.

MLI akan memungkinkan negara dengan cepat menerapkan langkah-langkah perjanjian pajak standar untuk memperbarui peraturan perpajakan internasional.

Baca Juga:
Pemerintah Kaji Bentuk Insentif Pajak yang Sejalan dengan Pilar 2

Menurutnya, MLI sudah memberikan dampak signifikan terhadap perjanjian pajak yang ada di Indonesia. Sebanyak 33 dari 40 Covered Tax Agreement (CTA) pun berhasil dimodifikasi dan diterapkan.

"Ini menunjukkan komitmen kami untuk memanfaatkan fleksibilitas yang ditawarkan oleh MLI untuk menyempurnakan perjanjian pajak Indonesia dengan cara yang selaras dengan kebijakan perpajakan nasional, yang juga menjadi prioritas Indonesia," ujarnya.

Putu Oka menambahkan pada pada awal bulan ini OECD telah memperkenalkan konvensi multilateral untuk mengimplementasikan Pilar 1 atau yang disebut Amount A, serta untuk memfasilitasi implementasi Pilar 2 dengan MLI subject to tax rule (STTR). Diperkenalkannya konvensi tersebut oleh OECD pun menegaskan multilateralisme dalam meningkatkan relevansi perpajakan internasional.

Baca Juga:
DJP: Implementasi Pilar 1 Butuh Komitmen AS dan China

Meski P3B atau multilateralisme menawarkan banyak manfaat, dia memandang tetap ada tantangan yang harus diantisipasi. Misalnya, peranan perjanjian pajak dalam memfasilitasi kegiatan ekonomi internasional bakal terus meningkat seiring dengan makin terhubungnya perekonomian global.

Kemudian dengan makin banyak P3B, upaya memodifikasinya secara individual guna mengatasi permasalahan dan tantangan perpajakan yang muncul juga berpotensi lebih sulit. Namun dalam hal ini, inisiatif seperti MLI yang diusung OECD dapat memainkan peranan penting.

Selain itu, ada kekhawatiran tentang kedaulatan, kesulitan mencapai kepatuhan, serta sengketa timbul dari interpretasi yang berbeda. Menurutnya, kekhawatiran ini juga masih bisa diantisipasi dengan mendorong keseimbangan antara kerja sama global dan kedaulatan nasional, yang menjadi faktor penting dalam keberhasilan inisiatif perpajakan multilateral.

"Semua negara harus berkolaborasi untuk menciptakan sistem perpajakan internasional yang adil dan efisien sehingga masing-masing dapat mencapai tujuan dan prioritasnya," imbuhnya. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 15 Oktober 2024 | 12:00 WIB LITERATUR PAJAK

Ingin Tahu Aspek Pajak Internasional atas Dividen? Baca Buku Ini

Rabu, 09 Oktober 2024 | 13:45 WIB LITERATUR PAJAK

Menginterpretasikan Laba Usaha dalam P3B (Tax Treaty), Baca Buku Ini

Jumat, 04 Oktober 2024 | 09:17 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Kaji Bentuk Insentif Pajak yang Sejalan dengan Pilar 2

Kamis, 03 Oktober 2024 | 18:13 WIB INTERNATIONAL TAX CONFERENCE 2024

DJP: Implementasi Pilar 1 Butuh Komitmen AS dan China

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja