Haris Fifta Putra, PNS di Bapenda Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur sebagai Juara I Lomba Menulis Artikel Pajak dan Politik DDTCNews 2023.
JAKARTA, DDTCNews – Ketimpangan ekonomi antardaerah di Indonesia masih cukup nyata. Hal ini tergambar dari perputaran uang nasional yang masih terpusat di DKI Jakarta, yakni hingga 70% dari total uang beredar. Lebih dari separuh volume perekonomian nasional juga disumbang oleh Pulau Jawa.
Kondisi tersebut menjadi pemantik bagi Haris Fifta Putra untuk menuangkan pemikirannya melalui artikel berjudul Mendulang Suara Rakyat Melalui Zonasi Pajak untuk Pemerataan Ekonomi. Artikel tersebut berhasil mengantarnya sebagai juara I lomba menulis artikel pajak dan politik dengan tema Platform Pajak dalam Pemilu 2024. Lomba ini juga merupakan bagian dari rangkaian peringatan HUT ke-16 DDTC.
Pemerintah di masa mendatang, kata Haris, perlu mempertimbangkan penerapan zonasi pajak di Indonesia. Besaran pajak di daerah yang ekonominya maju dan daerah yang ekonominya masih tertinggal perlu dibedakan berdasarkan skala ekonomi masing-masing.
Haris juga mengutip laporan Henley Global Citizens (2022) yang menyebutkan bahwa perbedaan tarif pajak antarnegara bisa menimbulkan eksodus besar-besaran orang kaya ke negara lain yang pajaknya lebih rendah. Seperti Inggris yang diperkirakan akan terjadi arus keluar miliuner sebanyak 1.500 orang, Indonesia juga diperkirakan akan ditinggalkan 600 orang kayanya ke negara lain.
Peristiwa eksodus orang kaya ke luar negeri, menurut Haris, dapat diantisipasi dengan adanya penerapan zonasi pajak. Asumsinya, daripada orang kaya Indonesia migrasi ke negara lain yang lebih rendah tarif pajaknya, alangkah baiknya jika mereka digiring untuk migrasi ke daerah lain di wilayah Indonesia yang lebih rendah tarif pajaknya.
Program zonasi pajak memungkinkan wilayah Indonesia yang tertinggal, semisal wilayah bagian timur, menjadi sasaran lokasi pusat ekonomi baru melalui keringanan tarif pajak. Penerapan zonasi pajak tersebut dapat dilakukan pada jenis pajak pusat yang pemberlakuannya secara nasional seperti pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).
Program zonasi pajak yang merupakan bagian dari asas equality (keadilan) ini dapat menjadi senjata andalan bagi capres mendatang. Kontestasi politik tahun 2024 ibarat perlombaan merebut hati seluruh masyarakat Indonesia. Fokus tidak seharusnya pada Pulau Jawa saja, tetapi mencakup seluruh wilayah Indonesia.
Bagi Haris, gagasannya tentang zonasi pajak ini bisa diadopsi oleh calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang tampil di pentas pemilu 2024. Ide kebijakan ini bisa menjadi instrumen untuk meraup suara mayoritas dari masyarakat luar Jawa.
"Selama ini, masyarakat luar pulau Jawa merasa dianaktirikan oleh pemerintah. Hal tersebut lumrah mengingat betapa tertinggalnya pembangunan ekonomi di luar pulau Jawa. Pemilihan presiden 2024 dapat menjadi momentum bagi capres untuk menyoroti hal ini dengan mewacanakan penerapan zonasi pajak dalam masa pemerintahannya ke depan," kata Haris.
Berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Haris menilai sistem pajak di Indonesia sebenarnya sudah cukup baik. Hanya saja, dia menyoroti masih ada ruang perbaikan yang bisa diisi oleh pemerintah, khususnya pada aspek keadilan pajak.
Kesenjangan laju pembangunan infastruktur dan perbedaan kinerja ekonomi di setiap daerah membuat pemungutan pajak dirasa tidak adil apabila diterapkan secara merata di semua wilayah Indonesia.
"Perlu ada reformasi perpajakan yang mendobrak tarif tunggal PPh 21 dan PPh 25 selama ini yang diterapkan serentak secara nasional. Tarif nasional pada kedua jenis pajak tersebut ke depan dapat diklasifikasikan berdasarkan wilayahnya," kata abdi negara yang sehari-harinya mengurusi pajak daerah ini.
Khusus bicara soal pemilu 2024, Haris juga memandang ada sejumlah isu lain yang perlu dibicarakan oleh para capres-cawapres. Di antaranya, isu mengenai perpajakan hijau. Isu tersebut, menurut Haris, perlu diperhatikan oleh calon pemimpin bangsa karena perubahan iklim telah berdampak buruk pada perekonomian nasional.
"Perubahan iklim hingga mengakibatkan kerugian ekonomi mencapai Rp544 triliun dalam rentang waktu 2020–2024, atau kurang lebih Rp100 triliun per tahunnya. Capres mendatang dapat mempertimbangkan pengenaan pajak polusi terhadap perusahaan atau industri tertentu berdasarkan jumlah keluaran emisi karbon yang dihasilkan," kata Haris.
Keikutsertaan dalam lomba menulis artikel pajak DDTCNews ini bukan yang pertama kali bagi Haris. Sebelumnya, Haris juga berpartisipasi dalam lomba serupa pada 2022 lalu. Haris berharap lomba menulis artikel pajak DDTCNews terus menjadi agenda rutin sebagai ruang bagi masyarakat untuk menuangkan ide dan gagasannya terkait sistem dan kebijakan pajak.
"Tidak menyangka saya bisa meraih juara pertama di tahun 2023 ini karena jumlah peserta meningkat 2 kali lipat dibanding tahun sebelumnya, dengan karya yang bagus-bagus," kata Haris.
Sebagai juara I, Haris mendapatkan hadiah berupa uang tunai Rp8 juta, sertifikat pemenang, buku Indonesian Tax Manual (ITM) 2023, dan paket berlangganan Perpajakan DDTC senilai total Rp1 juta. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.