Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Implementasi pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) diyakini bakal meningkatkan rasio cakupan pemeriksaan (audit coverage ratio) wajib pajak hingga 100%. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional sepanjang pekan ini.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi mengatakan pemeriksaan wajib pajak nantinya dilakukan mesin sehingga terwujud konsep massive audit. Dengan konsep ini, cakupan pemeriksaan wajib pajak bakal lebih besar.
"Bukan tidak mungkin seluruh wajib pajak, kalau kita bicara audit coverage ratio base on the massive audit ini bisa 100%. Karena by system semua," katanya.
Iwan menuturkan rasio cakupan pemeriksaan adalah besaran cakupan pemeriksaan yang dihitung berdasarkan perbandingan antara wajib pajak yang diperiksa dan jumlah wajib pajak yang harus menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).
Berdasarkan pada data dalam Laporan Tahunan DJP 2021, rasio cakupan pemeriksaan keseluruhan hanya mencapai 0,86%. Capaian tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan kinerja audit coverage ratio (ACR) pada 2020 sebesar 1,54%.
Baca artikel lengkapnya, 'Dengan Coretax System, Rasio Cakupan Pemeriksaan Bisa Jadi 100 Persen'.
Selanjutnya, ada topik mengenai pengawasan wajib pajak yang juga menjadi sorotan netizen. Perlu diketahui, modus ketidakpatuhan wajib pajak turut menjadi variabel yang digunakan oleh kantor pelayanan pajak (KPP) dalam menyusun daftar sasaran prioritas penggalian potensi (DSP3).
Identifikasi modus ketidakpatuhan diperlukan untuk membantu pemeriksa pajak dalam menentukan cakupan pemeriksaan, menentukan kedalaman pemeriksaan, dan memudahkan pemeriksa dalam membuat audit plan dan audit program.
"DSP3 adalah daftar wajib pajak yang menjadi sasaran prioritas penggalian potensi sepanjang tahun berjalan baik melalui kegiatan pengawasan maupun pemeriksaan," bunyi Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-15/PJ/2018.
Setidaknya ada 7 modus ketidakaptuhan yang menjadi sorotan Ditjen Pajak (DJP). Apa saja? Baca artikel lengkapnya, 'Susun Sasaran Penggalian Potensi, DJP Soroti 7 Modus Ketidakpatuhan'.
Selain 2 topik di atas, masih ada sejumlah pembahasan menarik lainnya, termasuk perkembangan terkini tentang seleksi Hakim Agung, update pengembangan coretax system, dan rencana revisi aturan CRM. Berikut petikan artikel selengkapnya.
Komisi Yudisial (KY) mengumumkan nama-nama calon hakim agung (CHA) yang lolos seleksi administrasi.
Dari total 63 CHA yang dinyatakan lolos seleksi administrasi oleh KY, sebanyak 7 di antaranya merupakan CHA tata usaha negara (TUN) khusus pajak.
"Jabatan yang kosong di Mahkamah Agung (MA) saat ini di kamar perdata ada 1 hakim agung yang kosong, di kamar pidana ada 8, sedangkan di kamar TUN khusus pajak ini ada 1 yang kosong," kata Wakil Ketua KY Siti Nurdjanah.
Daftar CHA Pajak yang lolos bisa disimak melalui tautan di atas.
Sistem inti administrasi perpajakan (coretax administration system) dinilai tidak dapat berfungsi maksimal apabila tidak didukung oleh data dan informasi serta interoperabilitas dengan sistem lain di luar DJP.
Untuk mendukung implementasi coretax administration system, DJP saat ini sedang mengembangkan interoperabilitas dengan 89 entitas, baik internal maupun eksternal Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Terus terang saja, yang diperlukan untuk menjalankan coretax adalah data dan informasi dari para pihak. Ini terus kami kejar supaya data dan informasi dapat terhubung dengan baik saat coretax diimplementasikan," kata Dirjen Pajak Suryo Utomo.
DJP tengah melakukan finalisasi pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) atau coretax administration system (CTAS).
Suryo Utomo mengatakan finalisasi dilakukan pada tahun ini. Pasalnya, sistem inti administrasi perpajakan yang baru akan diimplementasikan pada 2024.
"2023 ini finalisasi dari pembangunan coretax sendiri plus sekarang kami sedang melakukan training terhadap pegawai-pegawai kami di seluruh Indonesia. Jadi, insyaallah di tahun 2024 itu bisa kita jalankan," ujar Suryo dalam rapat dengan DPR.
Wajib pajak yang menyatakan rugi dalam SPT Tahunannya termasuk dalam kelompok wajib pajak yang berpotensi dilakukan pemeriksaan rutin oleh DJP.
Merujuk pada Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-15/PJ/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan, wajib pajak orang pribadi atau badan yang menyatakan rugi fiskal pada bagian penghasilan neto fiskal di SPT Tahunan dilakukan pemeriksaan lapangan.
"Ruang lingkup pemeriksaan meliputi seluruh jenis pajak (all taxes)," bunyi SE-15/PJ/2018.
Menjelang implementasi sistem inti administrasi perpajakan atau coretax administration system, DJ) bakal kembali merevisi penerapan compliance risk management (CRM).
Ketua Subtim Analisis Bisnis 2a (BI dan CRM) Tim Pelaksana PSIAP DJP Lasmin mengatakan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-39/PJ/2021 tentang Implementasi CRM dan Business Intelligence sedang direvisi.
"Tahun ini, kami godok revisi surat edarannya lagi. Jadi, yang paling akhir dan akan lebih memudahkan dalam mengimplementasikan CRM," katanya dalam sebuah webinar. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.