Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberi rekomendasi pengujian kembali kebenaran pengajuan insentif dan fasilitas perpajakan yang telah disetujui. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (6/10/2022).
BPK menyampaikan rekomendasi tersebut dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I/2022. Rekomendasi muncul karena pengelolaan insentif perpajakan senilai Rp15,31 triliun sepanjang tahun lalu belum sepenuhnya memadai.
“Menguji kembali kebenaran pengajuan insentif dan fasilitas perpajakan yang telah diajukan wajib pajak dan disetujui, selanjutnya menagih kekurangan pembayaran pajak beserta sanksinya untuk pemberian insentif dan fasilitas yang tidak sesuai,” tulis BPK dalam IHPS I/2022.
Selain itu, BPK juga memberi rekomendasi terkait dengan pemutakhiran sistem pengajuan insentif wajib pajak. Selain itu, otoritas juga perlu menambahkan persyaratan kelayakan penerima insentif dan fasilitas perpajakan sesuai dengan ketentuan pada laman resmi DJP Online.
Berdasarkan pada IHPS I/2022, BPK mencatat terdapat potensi penerimaan pajak yang belum direalisasikan atas pemberian fasilitas PPN non-PC-PEN kepada pihak yang tidak berhak senilai Rp1,31 triliun.
BPK juga mencatat terdapat realisasi fasilitas PPN non-PC-PEN senilai Rp390,47 miliar yang tidak valid, fasilitas PPN DTP senilai Rp3,55 triliun yang tidak andal, serta pemberian fasilitas PPN DTP kepada pihak yang tidak berhak senilai Rp154,82 miliar.
Kemudian, terdapat potensi penerimaan pajak dari penyelesaian mekanisme verifikasi tagihan pajak DTP 2020 senilai Rp2,06 triliun, belanja subsidi pajak DTP dan penerimaan pajak DTP yang tak tercatat senilai Rp4,66 triliun, dan insentif pajak PC-PEN senilai Rp2,57 triliun yang terindikasi tidak valid.
Selain mengenai pengelolaan insentif perpajakan, ada pula ulasan terkait dengan seleksi calon hakim agung (CHA), terutama pada kamar tata usaha negara (TUN) khusus pajak. Kemudian, ada ulasan mengenai integrasi compliance risk management (CRM).
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan terdapat beragam temuan yang disampaikan oleh BPK pada tahun lalu. Setiap temuan, sambungnya, memerlukan tindak lanjut tersendiri.
"Di dalam temuan Rp15,3 triliun, ada Rp6,74 triliun sebenarnya temuan karena PPN DTP hasil PEN 2020 dan 2021 yang belum dicairkan 2021. Ini karena pemeriksaan BPKP dan sebagainya, sehingga yang seharusnya dicairkan 2020 dan 2021 tidak cair pada tahun bersangkutan," ujar Yon.
Yon mengatakan DJP sedang menindaklanjuti temuan ini bersama dengan Ditjen Anggaran (DJA). Harapannya, rekomendasi BPK atas temuan terkait PPN DTP ini bisa diselesaikan pada tahun ini. Simak ‘Banyak Temuan BPK Soal Insentif Pajak, Begini Update Tindak Lanjut DJP’. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)
Terkait dengan insentif non-PEN, BPK juga menyoroti pengelolaan beberapa jenis insentif pajak yang masih dilakukan secara manual. Salah satunya adalah tax holiday. Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan pemerintah akan membuat dashboard khusus.
"Tax holiday itu mostly masih manual. Akan kita siapkan secara otomatis, sehingga ketika ada pemeriksaan oleh pihak-pihak eksternal itu bisa menggunakan data source yang sama. Kita memperbaiki cara kita mengawasi," ungkap Yon. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)
Pemerintah belum memutuskan untuk kembali memperpanjang atau menyetop pemberian insentif PPnBM mobil DTP dan PPN rumah DTP. Menurutnya, DJP saat ini tengah mengevaluasi pemanfaatan kedua insentif tersebut beserta dampaknya kepada dunia usaha.
"Istilah kata 2 sektor itu memang sudah mengalami recovery yang bagus," kata Dirjen Pajak Suryo Utomo. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
Komisi Yudisial (KY) telah merampungkan proses seleksi administrasi calon hakim agung (CHA) dan calon hakim ad hoc hak asasi manusia (HAM).
Untuk kamar pidana, ada 43 orang CHA yang lulus. Untuk kamar perdata, ada 9 orang CHA. Selanjutnya, pada kamar agama, ada 22 orang CHA. Pada kamar tata usaha negara (TUN), ada 6 orang CHA. Kemudian, pada kamar TUN khusus pajak, ada 8 orang CHA.
Sementara itu, untuk calon hakim ad hoc HAM, ada 13 orang yang lulus. Baik CHA maupun calon hakim ad hoc HAM tersebut berhak mengikuti seleksi kualitas yang akan dilaksanakan pada 17—18 Oktober 2022. Simak ‘Perketat Seleksi Calon Hakim Agung, KY Dorong Partisipasi Publik’. (DDTCNews)
Ditjen Pajak (DJP) masih memproses integrasi 9 jenis CRM. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan berbagai proses bisnis akan diintegrasikan berdasarkan pada profil risiko wajib pajak.
"Diharapkan dengan adanya integrasi CRM, peta kepatuhan wajib pajak yang disajikan bisa lebih utuh dan komprehensif sehingga treatment terhadap tiap wajib pajak lebih tepat sasaran," katanya. (DDTCNews)
DJP tengah berkomunikasi dengan penyedia platform e-commerce guna membahas ketentuan penunjukan sebagai pemungut pajak sesuai dengan undang-undang.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan penyelenggara e-commerce domestik bisa ditunjuk sebagai pemungut pajak berdasarkan Pasal 32A UU KUP s.t.d.t.d UU HPP. Namun, diskusi lebih lanjut masih diperlukan, terutama menyangkut desain kebijakan dan waktu implementasi.
"Marketplace tadi feasible enggak [ditunjuk sebagai pemungut pajak]? Feasible. Cuma kan mesti harus ngobrol. Harus diskusi dengan para pelaku," katanya. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.