KEBIJAKAN PAJAK

Belajar Pajak Daerah dari Paman Sam

Denny Vissaro | Jumat, 14 Februari 2020 | 14:10 WIB
Belajar Pajak Daerah dari Paman Sam

TIDAK mudah menemukan literatur yang memberikan pandangan konstruktif tapi kritis mengenai desain pajak daerah terkini. Hal ini tentu dapat dipahami, mengingat keragaman konteks dan tantangan daerah di tiap negara berbeda-beda.

Selain itu, perbedaan prioritas serta hubungan pemerintah pusat dan daerah menyebabkan definisi ‘desain terbaik’ menjadi blur. Maka tidak heran literatur mengenai pajak daerah diracik berdasarkan studi kasus salah satu atau beberapa negara dengan karakteristik tertentu.

Keterbatasan cakupan tersebut terdapat juga dalam buku berjudul ‘Local Tax Policy: A Primer’ tulisan David Brunori yang mengacu pada konteks Amerika Serikat. Namun demikian demikian, profesor kebijakan publik George Washington University ini menggagas beberapa prinsip dan usulan kebijakan yang dapat menjadi pegangan pemerintah di berbagai negara dalam mengatur pajak daerahnya.

Baca Juga:
Opsen Pajak Kendaraan Tidak Berlaku di Jakarta, Ternyata Ini Sebabnya

Hampir di setiap negara yang menerapkan desentralisasi fiskal, seperti yang dijelaskan dalam buku tersebut, mengalami dilema mengenai seberapa jauh otonomi pajak didelegasikan ke daerah. Ditambah lagi, keterbatasan kapasitas dan gejolak ekonomi politik yang berkembang di daerah menyebabkan tidak optimalnya kinerja pajak daerah.

Brunori juga menjelaskan bagaimana kesenjangan kapasitas fiskal antardaerah masih menjadi persoalan utama. Pemanfaatan teknologi, ketersediaan SDM, serta infrastruktur yang bervariasi dan timpang antardaerah menyebabkan sulitnya menentukan solusi yang seragam. Hasilnya, pertumbuhan kinerja penerimaan pajak juga sangat variatif.

Lebih jauh lagi, buku yang diterbitkan oleh Rowman & Littlefield pada 2020 ini mengupas tantangan digitalisasi dan dinamika lanskap ekonomi terhadap pajak daerah. Merespons berbagai tantangan yang dijelaskan, buku ini berupaya secara konstruktif menjawab tantangan yang pada umumnya dihadapi dalam mengembangkan sistem pajak daerah.

Baca Juga:
Ratusan ASN Nunggak PBB, Pemda Gencarkan Penagihan dan Siapkan Sanksi

Kendati demikian, pembaca juga perlu jeli dalam mencerna ide kebijakan dalam menjawab tantangan yang dipaparkan. Rasanya, tidak semua ide tepat jika secara serta-merta diterapkan di negara berkembang, termasuk Indonesia. Apalagi, sistem pajak di Amerika Serikat memang secara fundamental berbeda dengan Indonesia.

Amerika Serikat, misalnya, tidak menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN), tapi menerapkan sales tax yang dikelola oleh negara bagian. Selain itu, hubungan administrasi antara pusat dan daerah juga jelas-jelas dibangun secara berbeda.

Meneropong ke Depan
KENDATI belum tentu relevan saat ini, tidak menutup kemungkinan aspek yang dibahas dalam buku ini akan berguna suatu saat. Terdapat beberapa aspek krusial dalam buku tersebut yang bisa saja menjadi relevan bagi Indonesia di masa mendatang.

Baca Juga:
Gratis! Download 10 Buku Pajak yang Diterbitkan DDTC

Salah satu aspek tersebut adalah terkait demografi. Populasi yang semakin menua di negeri Paman Sam menciptakan tantangan tersendiri. Di negara tersebut, sebagaimana diceritakan Brunori, pajak daerah tidak boleh bergantung terlalu lama dari pajak properti.

Hal tersebut dikarenakan kebanyakan pemilik rumah adalah orang tua yang tetap mempertahankan kepemilikannya. Padahal, mereka belum tentu mampu membayar pajak properti mengingat kemampuan membayarnya sudah menurun. Maka dari itu, Brunori memprediksi pajak properti tidak akan menjadi sumber yang prospektif di masa depan.

Fenomena ini sepertinya relevan dengan Indonesia di masa mendatang. Saat ini, berdasarkan dari data Kementerian Keuangan, kebanyakan daerah bergantung pada pajak bumi dan bangunan (PBB) sebagai penopang pajak daerah.

Oleh karena itu, sangat menarik jika kita belajar dari pemikiran-pemikiran baru mengenai pajak properti yang ditawarkan dalam buku tersebut. Bukan tidak mungkin Indonesia dapat mengadopsi ide kebijakan atau terobosan administrasi yang diulas. Jika tertarik untuk membaca buku ini, silakan berkunjung ke DDTC Library. *

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 14:00 WIB PROVINSI DAERAH KHUSUS JAKARTA

Opsen Pajak Kendaraan Tidak Berlaku di Jakarta, Ternyata Ini Sebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 12:30 WIB KABUPATEN PURWOREJO

Ratusan ASN Nunggak PBB, Pemda Gencarkan Penagihan dan Siapkan Sanksi

Selasa, 24 Desember 2024 | 10:00 WIB PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Antisipasi Dampak Opsen, Pemprov Kalbar Beri Keringanan Pajak

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra