INSENTIF PAJAK

Begini Rancangan Beleid Insentif Tax Allowance

Redaksi DDTCNews | Jumat, 22 Juni 2018 | 10:42 WIB
Begini Rancangan Beleid Insentif Tax Allowance

JAKARTA, DDTCNews – Revisi kebijakan insentif fiskal berupa tax allowance tengah digodok pemerintah. Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18/2015 ini menambahkan beberapa indikator baru mulai dari jenis hingga syarat industri penerima manfaat.

Hal tersebut diungkapkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir. Perluasan dalam PP menjadi langkah paling efektif agar insentif ini dapat menarik minat pelaku usaha.

"Kami perluas. Banyak yang dapat. Itu saja intinya,” katanya, Kamis (21/6).

Baca Juga:
Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Dia menjelaskan dalam revisi tersebut pemerintah bakal menambah sektor yang bisa menerima insentiftax allowance. Jika dalam aturan yang berlaku saat ini ada 150 jenis industri, maka dalam revisi akan ditambah menjadi 300 sektor industri.

"Banyak sampai ratusan. 200 sektor lebih, hampir 300. Dari 100 sekian ke hampir 300 sektor. Itu yang utama,” terangnya.

Selain itu, penerima manfaat juga tidak hanya sekedar jenis usaha yang dijalankan. Orientasi bisnis juga mendapat perhatian khusus.

Baca Juga:
Sudah Ada Banyak Insentif Pajak, DJP Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

"Perluasan sektor yang bisa menerima tax allowance ini kebanyakan adalah sektor padat karya dan sektor yang berorientasi ekspor," tandas Iskandar.

Dia melanjutkan, meski menambah jumlah sektor secara fantastis, pemerintah tidak mengubah skema dari insenif tax allowance ini, yakni masih sesuai dengan koridor Pasal 31 A UU PPh.

Koridor itu di antaranya, pertama, wajib pajak yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional dapat diberikan fasilitas perpajakan dalam bentuk pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% dari jumlah penanaman yang dilakukan.

Kedua, penyusutan dan amortisasi yang dipercepat. Ketiga, kompensasi kerugian yang lebih lama, tetapi tidak lebih dari 10 tahun. Keempat, pengenaan PPh atas dividen sebesar 10%, kecuali apabila tarif menurut perjanjian perpajakan yang berlaku menetapkan lebih rendah. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 14:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sudah Ada Banyak Insentif Pajak, DJP Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Kamis, 17 Oktober 2024 | 13:35 WIB DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Rezim Baru, WP Perlu Memitigasi Efek Politik terhadap Kebijakan Pajak

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN