KEBIJAKAN PERDAGANGAN

Batasan Jenis dan Jumlah Barang Kiriman PMI Dihapus, Begini Kata BP2MI

Dian Kurniati | Sabtu, 04 Mei 2024 | 09:30 WIB
Batasan Jenis dan Jumlah Barang Kiriman PMI Dihapus, Begini Kata BP2MI

Warga Negara Indonesia bertransaksi di jaringan mitra remittance bank BUMN di Chow Kit, Kuala Lumpur, Kamis (4/4/2024). ANTARA FOTO/Virna Puspa Setyorini/tom.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah melalui penerbitan Permendag 7/2024 telah menghilangkan batasan jenis dan jumlah barang yang dapat diimpor pekerja migran Indonesia (PMI) melalui mekanisme barang kiriman.

Direktur Sistem dan Strategi Penempatan dan Perlindungan Kawasan Asia dan Afrika BP2MI Sukarman mengatakan penghapusan batasan jenis dan jumlah barang yang dapat diimpor ini menjadi kabar baik bagi seluruh PMI yang berada di luar negeri. Menurutnya, kebijakan tersebut akan memudahkan PMI mengirimkan barang ke Indonesia.

"Ini adalah kemenangan semua pihak, bukan hanya pekerja migran. Karena memang negara perlu hadir untuk memberikan apresiasi kepada para pekerja migran," katanya dalam sosialisasi Permendag 7/2024, dikutip pada Sabtu (4/5/2024).

Baca Juga:
Menkeu Rilis Pedoman Pembukuan Terbaru di Bidang Kepabeanan dan Cukai

Sukarman mengatakan PMI telah berkontribusi nyata dalam pengiriman remitansi devisa bagi Indonesia. Pada 2023, PMI telah menyumbang devisa melalui remitansi sekitar Rp220 triliun.

Dia mengaku senang batasan jenis dan jumlah barang yang dapat diimpor PMI telah dihapus walaupun melalui proses panjang. Kini, sudah tidak ada lagi pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman PMI, kecuali yang terkait dengan keamanan, keselamatan, dan kesehatan lingkungan hidup (K3L).

Sejalan dengan penerbitan Permendag 7/2024, ketentuan barang kiriman PMI kini hanya mengacu pada PMK 141/2023. Sukarman pun menjelaskan terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian para PMI yang hendak mengirimkan barang ke Indonesia.

Baca Juga:
Insentif Kepabeanan Tersalur Rp33,9 Triliun, Begini Dampak ke Ekonomi

Pertama, pembebasan batasan jenis dan jumlah barang kiriman hanya berlaku untuk PMI yang ditetapkan sebagai subjek penerima fasilitas, yakni tercatat pada Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) atau Kementerian Luar Negeri. Oleh karena itu, PMI harus memastikan statusnya terdaftar pada Sisko di BP2MI dan Portal Peduli WNI di Kemenlu.

Fasilitas kepabeanan atas impor barang kiriman diberikan maksimal 3 kali dalam 1 tahun senilai masing-masing FOB US$500 untuk PMI yang terdaftar pada BP2MI, serta maksimal 1 kali dalam 1 tahun senilai FOB US$500 untuk PMI yang terdaftar pada Kemenlu.

Kedua, PMI harus memperhatikan pengemasan barang kiriman yakni paling besar panjang 60 sentimeter, lebar 60 sentimeter, dan tinggi 80 sentimeter. Volume barang kiriman turut diatur agar dapat diperiksa melalui X-ray.

Baca Juga:
Menkes Malaysia Ungkap Peran Cukai dalam Mereformulasi Minuman Manis

Ketiga, walaupun tidak ada pembatasan, PMI tetap harus mematuhi impor barang yang terkait K3L seperti prekursor nonfarmasi, nitrocellulose, barang berbasis sistem pendingin, dan baterai lithium tidak baru.

"Tetap ada peraturan lain yang mengikat sehingga jangan sampai nanti pekerja migran Indonesia seenaknya mengirim barang tanpa memenuhi ketentuan yang berlaku," ujarnya.

Keempat, memperhatikan batasan de minimis barang kiriman, yakni senilai US$500 untuk setiap pengiriman. Jika melebihi batasan de minimis tersebut, atas impor barang kiriman PMI dikenakan bea masuk 7,5% dan pajak dalam rangka impor (PDRI). (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 23 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 104/2024

Menkeu Rilis Pedoman Pembukuan Terbaru di Bidang Kepabeanan dan Cukai

Sabtu, 21 Desember 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Insentif Kepabeanan Tersalur Rp33,9 Triliun, Begini Dampak ke Ekonomi

Sabtu, 21 Desember 2024 | 07:30 WIB BEA CUKAI KUDUS

Bea Cukai Gerebek Gudang di Jepara, Ternyata Jadi Pabrik Rokok Ilegal

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP