Gubernur BI Perry Warjiyo. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 19-20 Oktober 2022 memutuskan untuk kembali menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis points dari 4,25% menjadi 4,75%.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan suku bunga Deposit Facility kini sebesar 4% dan suku bunga Lending Facility menjadi 5,5%. Keputusan ini diambil setelah BI pada bulan lalu juga menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis points menjadi 4,25%.
"Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi atau overshooting," katanya, Kamis (20/10/2022).
Perry mengatakan kenaikan suku bunga acuan juga diperlukan untuk memastikan inflasi inti kembali ke sasaran 3% plus minus 1% lebih awal, yaitu ke paruh pertama 2023. Di sisi lain, kebijakan ini juga untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat semakin kuatnya mata uang dolar AS dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat.
Dia menjelaskan BI akan terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi. Misalnya dengan memperkuat operasi moneter melalui kenaikan struktur suku bunga di pasar uang sesuai dengan kenaikan suku bunga BI7DRR untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasarannya.
Kemudian, BI akan memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah dengan tetap berada di pasar sebagai bagian untuk pengendalian inflasi melalui intervensi di pasar valas baik melalui transaksi spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian/penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Selain itu, BI akan melanjutkan penjualan/pembelian SBN di pasar sekunder (operation twist) untuk memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah dengan meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN bagi masuknya investasi portofolio asing.
Perry menyebut koordinasi kebijakan dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan mitra strategis dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) bakal terus diperkuat melalui efektivitas pelaksanaan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.
Selain itu, sinergi kebijakan antara BI dengan kebijakan fiskal pemerintah dan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) turut diperkuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan.
Dia memaparkan perekonomian global berisiko tumbuh lebih rendah disertai dengan tingginya tekanan inflasi dan ketidakpastian pasar keuangan global. Setelah membaik pada tahun ini, pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2023 diprediksi akan lebih rendah dari prakiraan sebelumnya, bahkan disertai dengan risiko resesi di beberapa negara.
Revisi ke bawah pertumbuhan ekonomi terjadi di sejumlah negara maju terutama Amerika Serikat, Eropa, dan China. Perlambatan ekonomi global tersebut dipengaruhi berlanjutnya ketegangan geopolitik yang memicu fragmentasi ekonomi, perdagangan dan investasi, serta dampak pengetatan kebijakan moneter yang agresif.
Sementara dari sisi domestik, perbaikan ekonomi diyakini akan terus berlanjut. Perekonomian domestik pada kuartal III/2022 diprakirakan terus membaik ditopang peningkatan konsumsi swasta dan investasi nonbangunan, tetap kuatnya ekspor, serta daya beli masyarakat yang masih terjaga di tengah kenaikan inflasi
"Pertumbuhan ekonomi pada 2023 diprakirakan tetap kuat didorong oleh solidnya permintaan domestik sejalan dengan terus meningkatnya mobilitas dan berlanjutnya penyelesaian program strategis nasional di tengah lebih dalamnya perlambatan perekonomian global," ujarnya.
Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2022 diprakirakan masih dalam kisaran proyeksi BI sebesar 4,5%-5,3%.
Perry menambahkan BI juga melanjutkan pembelian SBN di pasar perdana untuk pendanaan APBN 2022 dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional senilai Rp138,08 triliun hingga 19 Oktober 2022. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.