BERITA PAJAK HARI INI

Awasi Wajib Pajak, DJP Pakai 4 Aplikasi Berbasis Data Analisis Ini

Redaksi DDTCNews | Senin, 19 Juli 2021 | 08:34 WIB
Awasi Wajib Pajak, DJP Pakai 4 Aplikasi Berbasis Data Analisis Ini

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Untuk memperkuat pengawasan terhadap wajib pajak, Ditjen Pajak (DJP) telah meluncurkan 4 aplikasi berbasis data analisis. Peluncuran yang telah dilakukan saat peringatan Hari Pajak tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (19/7/2021).

Adapun keempat aplikasi yang telah diluncurkan tersebut antara lain Compliance Risk Management (CRM) Fungsi Transfer Pricing (TP), Ability to Pay (ATP), Smartweb, dan Dashboard Wajib Pajak (WP) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya.

“Aplikasi yang membantu pengawasan, khususnya terkait dengan pelaksanaan tugas AR (account representative), fungsional pemeriksa pajak, dan juru sita,” ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Keempat aplikasi tersebut merupakan aplikasi pendukung pelaksanaan tugas. Otoritas berharap berbagai aplikasi pendukung pelaksanaan tugas tersebut dapat menciptakan kepastian, efisiensi, dan kesederhanaan administrasi. Simak ‘Hari Pajak, DJP Luncurkan Aplikasi Pendukung Pelaksanaan Tugas’.

Selain mengenai peluncuran aplikasi berbasis data analisis, ada pula bahasan terkait dengan potensi dampak dari kesepakatan pada Pilar 2 dampak terhadap kebijakan insentif PPh pemerintah. Desain insentif perpajakan, khususnya dengan penerapan tarif pajak efektif kurang dari 15%, harus didesain ulang.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Aplikasi CRM Fungsi TP

Aplikasi CRM Fungsi TP akan memberikan peta risiko wajib pajak yang menggunakan transfer pricing untuk penghindaran pajak.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Pada CRM Fungsi TP, terdapat business intelligent berupa cuplikan Smartweb yang dapat digunakan sebagai alat bantu dalam menggambarkan jaringan hubungan istimewa dalam suatu grup usaha dari para wajib pajak. Simak ‘Aplikasi Baru, DJP Awasi Penghindaran Pajak Lewat Transfer Pricing’. (DDTCNews)

Aplikasi Ability to Pay (ATP)

Aplikasi ATP untuk mengidentifikasi tingkat kemampuan bayar wajib pajak. Sebagai alat untuk mengidentifikasi tingkat kemampuan bayar, ATP dapat dimanfaatkan dalam tindakan pengawasan, penagihan, atau pemeriksaan pajak yang dilakukan otoritas pajak terhadap wajib pajak.

Dalam aplikasi ATP, ada sebuah peta berisi data dan variabel yang membentuk skor ability to pay wajib pajak. Skor tersebut ditampilkan dalam 5 skala pengukuran, mulai dari sangat rendah (very low) hingga sangat tinggi (very high). Simak ‘Identifikasi Kemampuan Bayar Wajib Pajak, DJP Pakai Aplikasi Ini’. (DDTCNews)

Baca Juga:
Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

Aplikasi Smartweb

Otoritas mengatakan Smartweb merupakan alat yang bisa menggambarkan hubungan wajib pajak orang pribadi kaya, keluarganya, dan perusahaan grupnya. Smartweb juga memiliki fitur untuk menentukan beneficial owner dari perusahaan.

DJP menegaskan informasi yang disediakan aplikasi Smartweb adalah penyajian hubungan wajib pajak dalam bentuk jaringan atau network disertai dengan perincian data terkait dengan jaringan data dan indikator risiko. Simak ‘Lewat Ini, DJP Tahu Hubungan WP dengan Keluarga dan Perusahaannya’. (DDTCNews)

Aplikasi Dashboard WP KPP Madya

Aplikasi Dashboad WP KPP Madya merupakan aplikasi yang dapat digunakan untuk pengawasan kinerja penerimaan pajak dari wajib pajak yang terdaftar di KPP Madya.

Baca Juga:
PPN Barang Pokok dan Jasa Premium Masih Tunggu Penetapan Aturan Teknis

Terlebih, dalam reorganisasi instansi vertikal DJP, ada penambahan jumlah KPP Madya. DJP membentuk KPP Madya baru dengan mengonversi 18 KPP Pratama menjadi 18 KPP Madya. Dengan penambahan itu, jumlah KPP Madya bertambah dari 20 menjadi 38 unit. Simak ‘Awasi Kinerja Penerimaan dan Keuangan WP di KPP Madya, DJP Pakai Ini’. (DDTCNews)

Tidak Lagi Berdasarkan Pada Tarif Pajak

Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mengatakan Pemerintah Indonesia tidak lagi dapat menerapkan insentif pajak dengan tarif yang lebih rendah dari 15% untuk tujuan misalnya menarik investasi. Dengan ketentuan ini, keputusan investasi diharapkan tidak lagi berdasarkan tarif pajak tetapi berdasarkan pada faktor fundamental.

“Pemerintah cukup optimistis bahwa investasi di Indonesia tetap akan bertumbuh seiring percepatan dan penguatan reformasi struktural yang berdampak positif pada peningkatan iklim usaha,” ujar Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu. (DDTCNews/Kontan)

Baca Juga:
World Bank: Pemeriksaan DJP Belum Efektif dalam Lacak Pengelakan Pajak

Perlu Pembahasan Lebih Lanjut dalam Forum BEPS Inclusive Framework

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan secara umum, adanya skema minimum tax akan berdampak pada berkurangnya kompetisi pajak. Skema ini juga mencegah perpindahan laba ke preferential tax regime serta menjamin prinsip single tax principle (penghasilan dari suatu entitas jangan sampai tidak dipajaki).

Namun demikian, perlu diperhatikan juga, tarif pajak minimum yang dimaksud adalah tarif efektif sehingga bisa lebih rendah dari tarif yang berlaku dalam undang-undang. Salah satunya karena adanya insentif pajak.

“Implikasinya, tarif pajak minimum tersebut justru bisa berdampak bagi negara berkembang karena kehilangan daya saingnya untuk menarik investasi. Hal inilah yang perlu menjadi pembahasan lebih lanjut dalam forum BEPS Inclusive Framework, di mana Indonesia menjadi salah satu anggotanya,” katanya. (Kontan) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

19 Juli 2021 | 23:37 WIB

Digitalisasi ini menjadi penting sebagai langkah awal reformasi pajak di Indonesia. Semoga dapat semakin membantu pelaksanaan pemungutan pajak baik dari sisi otoritas pajak maupun wajib pajak.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Selasa, 24 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

Senin, 23 Desember 2024 | 09:08 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN Barang Pokok dan Jasa Premium Masih Tunggu Penetapan Aturan Teknis

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?