AUSTRALIA

Australia Alami Resesi Pertama Setelah 29 Tahun, Begini Kondisinya

Dian Kurniati | Rabu, 02 September 2020 | 13:33 WIB
Australia Alami Resesi Pertama Setelah 29 Tahun, Begini Kondisinya

Ilustrasi. (DDTCNews)

CANBERRA, DDTCNews—Biro Statistik Australia (Australian Bureau of Statistics/ABS) mencatat pertumbuhan ekonomi Australia pada kuartal II/2020 mengalami kontraksi atau -7,0% melanjutkan kuartal sebelumnya yang minus 0,3%.

Kepala Akun Nasional ABS Michael Smedes menyebut kontraksi pertumbuhan ekonomi itu disebabkan oleh pandemi virus Corona atau Covid-19. Kondisi tersebut juga menjadi resesi pertama Australia sejak 1991.

"Pandemi global dan berbagai kebijakan yang dilakukan pemerintah menyebabkan PDB -7,0% pada Juni. Ini menjadi penurunan PDB terbesar dalam kuartalan sejak pencatatan dimulai tahun 1959," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (2/8/2020).

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Smedes menambahkan pengeluaran untuk jasa turun 17,6%, terutama pada jasa transportasi, hotel, kafe, dan restoran. Menurutnya masyarakat telah mengubah perilaku konsumsi mereka untuk menahan penyebaran virus Corona.

Impor barang turun 2,4%, karena terjadi penurunan konsumsi dan barang modal yang mencerminkan permintaan domestik melemah. Impor jasa turun 50,5%, sedangkan ekspor jasa turun 18,4% karena pembatasan aktivitas perjalanan dan pariwisata.

Smedes juga mencatat stimulus ekonomi pemerintah terhadap pandemi menimbulkan rekor pembayaran subsidi yang tinggi, yaitu sebesar AU$55,5 miliar dan pengurangan penerimaan pajak.

Baca Juga:
Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Menteri Keuangan Mathias Cormann sebelumnya mengklaim Australia telah mengatasi krisis lebih baik ketimbang negara lain. Pemerintah terus membantu masyarakat yang terdampak oleh pandemi di antaranya soal PHK.

"Kami harus terus melakukan semua yang kami bisa untuk mendapatkan diri kami kembali ke posisi terbaik," ujarnya, dilansir dari 7news.co.au. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?