PMK 154/2023

Aturan Penundaan/Pengangsuran Utang Kepabaeanan-Cukai Resmi Berlaku

Dian Kurniati | Selasa, 27 Februari 2024 | 11:30 WIB
Aturan Penundaan/Pengangsuran Utang Kepabaeanan-Cukai Resmi Berlaku

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah telah menerbitkan PMK 154/2023 mengenai penundaan atau pengangsuran utang di bidang kepabeanan dan cukai yang berlaku mulai 26 Februari 2024.

Kepala Subdirektorat Penerimaan Direktorat Penerimaan dan Perencanaan Strategi DJBC Lupi Hartono mengatakan PMK 154/2023 terbit untuk menyederhanakan dan menyelaraskan ketentuan penundaan/pengangsuran utang di bidang kepabeanan dan cukai yang selama ini masih diatur secara terpisah dalam PMK 122/2017 dan PMK 116/2008. Menurutnya, penerapan PMK 154/2023 akan mempermudah persyaratan penundaan/pengangsuran utang di bidang kepabeanan dan cukai.

"Kita ingin membuka kesempatan seluas-luasnya bagi pihak yg mengalami kesulitan keuangan tetapi memiliki utang kepada negara di bidang kepabeanan dan cukai untuk bisa melakukan pengangsuran atau penundaan," katanya dalam sosialisasi PMK 154/2023, dikutip pada Selasa (27/2/2024).

Baca Juga:
Jual Rokok Eceran, Apakah Pedagang Wajib Punya NPPBKC?

Lupi mengatakan penerbitan PMK 154/2023 dilatarbelakangi ketentuan penundaan/pengangsuran utang di bidang kepabeanan dan cukai yang belum sinkron. Selain itu, persyaratan mengajukan penundaan/pengangsuran utang juga sulit dipenuhi karena batas waktu yang pendek.

Kemudian, ketentuan penundaan/pengangsuran utang di bidang kepabeanan dan cukai yang lama juga dapat memberatkan pelaku usaha kecil, serta belum memuat hal-hal seperti keadaan kahar dan proses bisnis secara elektronik.

Dia menjelaskan PMK 154/2023 memberikan kewenangan kepada dirjen bea dan cukai untuk memberikan persetujuan penundaan atau pengangsuran terhadap utang kepabeanan atau pengangsuran terhadap utang cukai.

Baca Juga:
Gandeng Satpol PP DKI, Bea Cukai Amankan Jutaan Rokok Ilegal

Utang yang dapat diberikan penundaan atau pengangsuran ini merupakan utang yang timbul dari surat penetapan; surat tagihan; keputusan dirjen mengenai keberatan; atau putusan badan peradilan pajak.

Penundaan atau pengangsuran utang kepabeanan dapat diberikan dengan mempertimbangkan kemampuan pihak yang terutang dalam membayar utang. Sementara itu, pengangsuran utang cukai dapat diberikan kepada pihak yang terutang, yang merupakan pengusaha pabrik yang mengalami kesulitan keuangan atau keadaan kahar.

Pihak yang terutang dapat mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran kepada dirjen bea dan cukai melalui kepala kantor bea dan cukai. Permohonan ini diajukan dalam jangka waktu paling lambat sebelum surat paksa diberitahukan oleh juru sita bea dan cukai kepada pihak yang terutang.

Baca Juga:
Efisiensi Logistik, Pemerintah Kombinaskan INSW dan NLE

Pada ketentuan yang lama, pengajuan permohonan dibatasi 40 hari sejak penetapan pada utang pabean dan 15 hari sejak tagihan diterima pada utang cukai.

"Banyak sekali permohonan yang kita tolak karena masalah jangka waktu ini. Dalam ketentuan yg baru kita perpanjang, permohonan penundaan/pengangsuran bisa dilakukan sampai terbit surat paksa untuk membantu perusahaan Bapak dan Ibu sekalian," ujarnya.

Sejalan dengan pemberlakuan PMK 154/2023, Lupi memandang setiap pelaku usaha yang memiliki utang kepabeanan dan cukai kini dapat mengajukan penundaan/pengangsuran. Terlebih dengan syarat yang lebih sederhana, perusahaan skala kecil pun dapat menikmati penundaan/pengangsuran ini.

Bagi pemerintah, PMK 154/2023 akan membantu menekan potensi piutang macet karena pihak yang terutang masih dapat berusaha (tidak diblokir), serta membayar utangnya walaupun secara tertunda atau diangsur. Di sisi lain, ketentuan baru ini juga dinilai akan mengurangi biaya penagihan yang terdiri atas biaya penyitaan dan penyimpanan aset. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 21 Oktober 2024 | 20:00 WIB KEBIJAKAN CUKAI

Jual Rokok Eceran, Apakah Pedagang Wajib Punya NPPBKC?

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 15:30 WIB BEA CUKAI JAKARTA

Gandeng Satpol PP DKI, Bea Cukai Amankan Jutaan Rokok Ilegal

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Efisiensi Logistik, Pemerintah Kombinaskan INSW dan NLE

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Asistensi Fasilitas Kepabeanan, DJBC Beri Pelatihan Soal IT Inventory 

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN