PEMERINTAH mengubah ketentuan terkait dengan jenis retribusi perizinan tertentu dalam UU No.28/2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) melalui UU Cipta Kerja. Salah satu poin yang diubah adalah dihapusnya retribusi izin gangguan.
Para pelaku usaha mungkin sudah cukup familier dengan retribusi izin gangguan. Kendati demikian, jenis retribusi ini bisa saja masih asing bagi sebagian masyarakat. Lantas, sebenarnya apa itu retribusi izin gangguan? Selain itu, apakah yang dimaksud dengan gangguan dalam retribusi ini?
MERUJUK Pasal 144 UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), retribusi izin gangguan adalah pungutan atas pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau badan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian, dan/atau gangguan.
Retribusi ini juga ditujukan untuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus-menerus untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan, atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan, serta memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja.
Namun, pemerintah daerah dapat menentukan tempat usaha/kegiatan yang dikecualikan dari pengenaan retribusi izin gangguan. Misalnya, pengecualian diberikan untuk tempat usaha/kegiatan di kawasan industri yang disiapkan pemerintah daerah.
Mengingat tingkat penggunaan jasa pelayanan yang bersifat pengawasan dan pengendalian sulit ditentukan maka tarif retribusi ini dapat ditetapkan berdasarkan pada persentase tertentu dari nilai investasi usaha di luar tanah dan bangunan/penjualan kotor/biaya operasional. Nilainya dikaitkan dengan frekuensi pengawasan dan pengendalian.
Adapun dalam penghitungan retribusi izin gangguan, umumnya Pemerintah Kabupaten/Kota mencantumkan rumus yang memperhitungkan luas areal usaha, jenis usaha, lokasi usaha, serta dampak gangguan yang ditimbulkan.
Contohnya, Pemerintah Kabupaten Banggai menetapkan rumus retribusi izin gangguan dengan formula: luas ruang tempat usaha x (indeks lokasi + indeks gangguan) + tarif m2 x waktu izin. Indeks lokasi dan indeks gangguan tersebut diklasifikasikan dari rendah, sedang, hingga tinggi.
Misalnya, jenis usaha yang menimbulkan limbah pada lingkungan tentu akan mempunyai indeks yang lebih besar ketimbang industri ramah lingkungan. Begitu pula dengan usaha yang didirikan di lokasi yang tidak diperuntukan untuk usaha, bisa saja dikenakan indeks lebih tinggi.
Izin gangguan sendiri biasanya disebut juga dengan hinder ordonantie (HO). Secara ringkas, izin gangguan/HO merupakan perizinan dari pemerintah kabupaten/kota yang wajib dimiliki setiap pelaku usaha dengan tempat atau kegiatan usahanya dapat menimbulkan gangguan, bahaya, ketidaknyamanan, atau kerugian tertentu bagi masyarakat di sekitarnya.
Bentuk-bentuk gangguan tersebut dapat berupa suara, keramaian, aroma, atau kegiatan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial masyarakat setempat – contohnya seperti klub malam, bar atau bentuk usaha lain yang berpotensi menimbulkan gangguan –.
Adapun Izin gangguan ini melekat pada tempat usaha. Melalui izin ini, pemerintah daerah diharapkan dapat mengendalikan dan mengawasi kegiatan-kegiatan yang berpotensi menimbulkan bahaya, kerugian, atau gangguan.
Namun, melalui UU Cipta Kerja pemerintah mencabut jenis retribusi izin gangguan. Pencabutan itu merupakan tindak lanjut Permendagri No. 19/2017 yang mengatur mengenai pencabutan Permendagri No. 27/2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Undang-Undang Gangguan di Daerah.
Sejalan dengan aturan tersebut, Kemendagri melalui Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 500/3231/SJ telah mengamanatkan agar pemda segera mencabut peraturan daerah yang terkait dengan undang-undang gangguan/izin gangguan atau HO.
SE tersebut dikeluarkan sebagai upaya meningkatkan kemudahan berusaha di daerah. Melalui aturan itu, penerbitan izin tidak lagi mempersyaratkan HO atau surat izin tempat usaha (SITU) atau surat keterangan domisili usaha (SKDU).
Penghapusan retribusi izin gangguan ini juga berkaitan dengan diterbitkannya PP No. 24/2018 tentang Online Single Submission (OSS). Pada Pasal 62 PP 24/2018, izin gangguan dilebur dalam penyusunan dokumen Amdal atau Upaya Pengelolaan Lingkungan – Upaya Pemantauan Lingkungan. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Terimakasih Infonya DDTC