KEBIJAKAN PAJAK

Apa Itu Prinsip Netralitas, Kredibilitas, dan Kepastian?

Nora Galuh Candra Asmarani | Selasa, 31 Maret 2020 | 11:09 WIB
Apa Itu Prinsip Netralitas, Kredibilitas, dan Kepastian?

DALAM mewujudkan kerangka kepatuhan yang kooperatif, menghasilkan kebijakan pajak yang tepat saja tidak cukup. Mekanisme perumusan dan cara yang digunakan dalam mengimplementasikan kebijakan itu sendiri juga sangat menentukan ketercapaian tujuan tersebut (Tobing, 2014)

Mekanisme perumusan kebijakan akan berpengaruh pada bagaimana persepsi dan kepercayaan masyarakat terhadap otoritas pajak. Lalu, cara implementasi yang dipilih juga akan memengaruhi keberhasilan proses pembentukan budaya kepatuhan yang kooperatif dan berjangka panjang.

Ada 3 prinsip yang perlu dipenuhi dalam menghasilkan suatu kebijakan pajak, yaitu netralitas, kredibilitas, dan kepastian. Lantas, apa yang dimaksud dengan prinsip netralitas, kredibilitas, dan kepastian? Bagaimana kaitannya dengan perumusan kebijakan pajak yang dapat mewujudkan kepatuhan kooperatif?

Baca Juga:
Apa Itu Surat Pemberitahuan untuk Hadir (SPUH) dalam Keberatan Pajak?
  1. Netralitas
    Merujuk pada pendapat John F Due dalam Waluyo (2009) prinsip netralitas (neutrality principle) adalah prinsip di mana kebijakan pajak harus netral dan tidak boleh memengaruhi pilihan masyarakat untuk mengonsumsi atau memproduksi barang.

    Selaras dengan itu, Nightangle (2002) menyatakan dalam prinsip netralitas, kebijakan pajak perlu dirancang sedemikian rupa sehingga perilaku dan keputusan bisnis yang terjadi hanya didasari oleh motif ekonomi sepenuhnya tanpa ada pengaruh dari faktor pertimbangan pajak.

    Hal ini lantaran distorsi yang dihasilkan terhadap perekonomian memiliki dampak yang luas, dari produktivitas ekonomi, struktur ekonomi, hingga akhirnya memengaruhi penerimaan pajak itu sendiri (Leijon, 2015).

    Guna menghindari hal tersebut, upaya untuk mencapai tujuan optimalisasi penerimaan dari suatu kebijakan pajak perlu diletakkan dalam koridor batasan yang netral sehingga tidak mempengaruhi perilaku bisnis (Feldstein, 2008).
  2. Kredibilitas
    Merujuk pada definisi yang dimuat dalam KBBI, kredibilitas adalah perihal yang dapat dipercaya. Apabila dikaitkan dengan perumusan kebijakan pajak, maka prinsip kredibilitas berarti prinsip di mana pemerintah sebagai penyusun kebijakan pajak harus dapat dipercaya oleh wajib pajak.

    Pemenuhan prinsip kredibilitas bergantung pada bagaimana pemerintah konsisten dan dapat dipercaya dalam melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan. Otoritas pajak yang kredibel dalam menjalankan sistem pajak akan lebih mudah dipercaya masyarakat dalam proses pemungutan pajak.

    Hal ini erat kaitannya dengan kapabilitas dan integritas otoritas pajak sehingga menciptakan moral (tax morale) dan budaya (tax culture) masyarakat yang menjadi pondasi kerangka kepatuhan masyarakat sebagai wajib pajak.
  3. Kepastian
    Merujuk pada pendapat yang dipaparkan Adam Smith dalam buku Mansury (1996), prinsip kepastian adalah prinsip di mana pajak tidak dapat ditentukan secara sewenang-wenang. Sebaliknya, kebijakan pajak harus jelas bagi semua wajib pajak baik berapa jumlah pajak yang harus dibayar, kapan dan bagaimana cara membayarnya.

    Adapun perwujudan prinsip kepastian dapat dilihat dalam 2 hal. Pertama, terdapat keyakinan dalam masyarakat bahwa upaya dalam memenuhi peraturan dan ketentuan pajak sudah sesuai dan sejalan dengan yang dimaksud oleh otoritas pajak.

    Kedua, masyarakat dapat mengandalkan sistem pajak yang berjalan dengan keyakinan ketentuan atau kebijakan yang berlaku tidak akan mengalami perubahan dengan mudah sehingga tidak menimbulkan tambahan compliance cost dan economic cost akibat adanya perubahan keputusan bisnis.

    Selain itu, guna memenuhi prinsip kepastian tersebut diperlukan ketersediaan kerangka institusi yang ideal dan dipercaya mampu mengakomodasi segala kebutuhan masyarakat dalam memenuhi kewajiban pajaknya.

    Agar kepatuhan kooperatif dapat terwujud, ketiga prinsip ini harus diimplementasikan melalui 4 aspek, yaitu perumusan kebijakan yang partisipatif, pengelolaan fiskal yang kredibel, pemisahan kekuasaan, dan keseimbangan upaya optimalisasi penerimaan dengan menjaga daya saing dan dinamika perekonomian.

    Keempat aspek ini akan dibahas dalam artikel berikutnya. Ulasan ini menyadur tulisan dari salah satu bab dalam Era Baru Hubungan Otoritas Pajak dan Wajib Pajak yang ditulis Darussalam, Danny Septriadi, B. Bawono Kristiaji dan Denny Vissaro. Anda dapat mengunduh buku tersebut secara gratis di sini. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 16 Januari 2025 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Family Office segera Dibentuk, Insentif yang Kompetitif Disiapkan

Rabu, 15 Januari 2025 | 18:30 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu Nota Pembatalan?

Senin, 13 Januari 2025 | 19:00 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu Nota Retur?

BERITA PILIHAN
Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:15 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Naikkan Biaya SLO Listrik, Kecuali Pelanggan 450 dan 900 VA

Sabtu, 01 Februari 2025 | 14:30 WIB PILKADA 2024

Prabowo Ingin Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 segera Dilantik

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Pengumuman bagi Eksportir-Importir! Layanan Telepon LNSW Tak Lagi 24/7

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses