PAJAK telah lama menjadi instrumen untuk menghimpun penerimaan. Namun, penerapan pajak tak jarang mempengaruhi pengambilan keputusan wajib pajak. Pengambilan keputusan ini berhubungan dengan cara untuk menekan jumlah pajak yang harus dibayarkan.
Keputusan tersebut tidak melulu terkait dengan model bisnis atau profesi yang digeluti. Namun, berdasarkan histori, ada penerapan suatu jenis pajak yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap arsitektur karena strategi untuk penghindaran pajak.
Pajak tersebut seperti pajak jendela, pajak cerobong asap atau pajak perapian, dan pajak batu bata. Selain itu, ada pula pajak atas kertas dinding (wallpaper) yang turut mendistorsi keputusan konsumen terkait desain interior dan bahkan mengganggu industri wallpaper.
Penerapan pajak wallpaper di antaranya dapat ditelisik dari artikel Meredith R Conway pada 2019 bertajuk And You May Ask Yourself, What Is That Beautiful House: How Tax Laws Distort Behavior Through The Lens Of Architecture. Lantas, apa itu pajak wallpaper
Pada awal 1700-an, wallpaper makin populer di Inggris karena keunggulannya dibandingkan dengan permadani hiasan dinding (tapestries). Melihat tren tersebut, Ratu Anne memberlakukan pajak atas wallpaper di Inggris Raya pada 1712 sebagai pajak atas barang mewah.
Kala itu, wallpaper dikenakan pajak jika bermotif, dicetak, atau dicat. Adapun pada pertengahan 1800-an, wallpaper di Inggris memang hampir secara eksklusif dilukis dengan tangan, distensil dengan tangan, atau diembos oleh pekerja berbakat.
Namun, pajak wallpaper akhirnya dicabut pada 1836. Alhasil, pajak wallpaper sempat berlaku selama kurang lebih 124 tahun sebelum akhirnya dicabut. Setidaknya ada 4 isu utama yang membuat pajak wallpaper dicabut.
Pertama, pajak tersebut dikenakan atas wallpaper yang diproduksi secara lokal, tetapi tidak ada pajak serupa yang dikenakan atas wallpaper impor. Perbedaan perlakuan pajak tersebut secara signifikan merugikan industri wallpaper Inggris yang sedang berkembang pesat.
Kedua, upaya pemerintah untuk memaksimalkan penerimaan dari pajak wallpaper justru tidak efisien. Misal, pemerintah Inggris mengharuskan wallpaper dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil sehingga lebih banyak potongan wallpaper yang bisa dikenakan pajak.
Namun, konsumen pada umumnya justru lebih menyukai wallpaper yang berukuran lebih besar atau utuh ketimbang yang lebih kecil. Ketiga, konsumen asing yang mengekspor wallpaper dari Inggris tidak dikenakan pajak, sedangkan konsumen dalam negeri dikenakan pajak.
Keempat, penerapan pajak wallpaper memunculkan berbagai strategi penghindaran pajak. Strategi itu seperti orang-orang mulai banyak yang mempekerjakan pengrajin untuk langsung melukis di atas kertas biasa yang sudah terpasang di dinding atau hanya mengecat di atas plester polos.
Guna mencegah penghindaran pajak, pemerintah juga mengenakan pajak terhadap kertas biasa yang dipakai sebagai wallpaper dan dicat. Namun, wallpaper ‘setengah buatan sendiri’ itu lebih murah ketimbang wallpaper yang diproduksi secara komersial sehingga tetap diminati.
Selain Inggris, Irlandia juga sempat memberlakukan pajak wallpaper pada periode yang sama. Namun, Irlandia mengadopsi aturan antipenghindaran yang lebih agresif. Adapun Pemerintah Irlandia melarang penggunaan kertas biasa yang dicat dan digunakan sebagai wallpaper.
Selain itu, pemerintah Irlandia dalam peraturannya juga mengizinkan penegakan hukum yang agresif dan mengganggu. Penegakan hukum tersebut di antaranya berupa inspeksi atau pemeriksaan terhadap bagian dalam rumah pribadi tanpa pemberitahuan.
Seiring berjalannya waktu, wallpaper sebagai dekorasi interior makin populer untuk diperdagangkan. Hal ini lantaran desain wallpaper menjadi bentuk seni, baik yang diimpor atau yang digambar setelah ditempel.
Idealnya, wallpaper harus dicetak dengan panjang 6 hingga 12 kaki. Hal ini membuat mesin pembuat wallpaper bermunculan guna mengakomodasi panjang wallpaper yang ideal itu dan memfasilitasi produksinya.
Sayang, pajak wallpaper yang dibuat di dalam negeri menghambat perkembangan industri wallpaper di Inggris Raya. Akhirnya, pajak tersebut dicabut pada 1836.
Pencabutan tersebut bertepatan dengan berkembangnya mesin uap yang bisa memproduksi wallpaper secara massal dengan biaya yang jauh lebih rendah. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.