MELALUI Undang-Undang No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD), pemerintah mengatur soal opsen bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
Opsen BBNKB tersebut sejatinya merupakan pengalihan dari bagi hasil pajak provinsi. Pengalihan skema tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kemandirian daerah tanpa menambah beban wajib pajak.
Hal ini lantaran opsen BBNKB akan dicatat sebagai pendapatan asli daerah (PAD). Dengan demikian, skema opsen memberikan kepastian atas penerimaan pajak dan memberikan keleluasan belanja atas penerimaan pada tiap-tiap level pemerintahan dibandingkan dengan skema bagi hasil.
Kendati telah diatur dalam UU HKPD, ketentuan opsen BBNKB baru mulai berlaku 3 tahun sejak tanggal UU HKPD diundangkan, yaitu pada 5 Januari 2022. Artinya, ketentuan mengenai opsen BBNKB baru berlaku mulai 5 Januari 2025. Lantas, apa itu opsen BBNKB?
Opsen adalah pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu (Pasal 1 angka 61 UU HKPD). Selain dikenakan atas pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB) dan pajak kendaraan bermotor (PKB), opsen juga dikenakan atas pajak terutang dari pajak BBNKB?
Merujuk pada ketentuan pada Pasal 1 angka 63 UU HKPD, opsen BBNKB adalah opsen yang dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok BBNKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, BBNKB adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian 2 pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar-menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha (Pasal 1 angka 29 UU HKPD).
Nah, dengan demikian, opsen BBNKB merupakan pungutan tambahan yang dikenakan atas BBNKB. Pengenaan opsen BBNKB ini didasarkan pada nama, Nomor Induk Kependudukan (NIK), dan/atau alamat pemilik kendaraan bermotor di wilayah kabupaten/kota.
Berbeda dengan pajak, opsen tidak dikenakan berdasarkan pada nilai transaksi atau nilai objek pajak. Dasar pengenaan opsen ialah besaran pajak terutang yang diopsenkan. Hal ini berarti cara menghitung opsen adalah tarif opsen dikalikan besaran pajak yang diopsenkan.
Merujuk pada Pasal 83 UU HKPD, tarif opsen BBKB ditetapkan 66% dari besaran BBNKB terutang. Dengan demikian, opsen BBNKB dihitung dengan mengalikan tarif 66% dengan besaran BBNKB terutang (tarif BBNKB dikalikan dengan nilai jual kendaraan bermotor).
Wajib pajak tidak perlu menghitung atau melaporkan sendiri besaran opsen BBNKB terutang. Sebab, opsen BBNKB merupakan jenis pungutan yang berdasarkan pada penetapan kepala daerah. Untuk itu, besaran pokok opsen BBNKB terutang akan ditetapkan oleh gubernur di wilayah kabupaten/kota.
Guna menyederhanakan administrasi, opsen BBNKB akan dipungut secara bersamaan dengan BBNKB. Hal ini berarti pembayaran opsen BBNKB dilakukan sekaligus dengan pembayaran BBNKB melalui mekanisme setoran yang dipisahkan secara langsung atau otomatis.
Misal, Tuan Yohan dari Kabupaten X Provinsi S membeli mobil baru melalui dealer pada 14 Desember 2025. Berdasarkan pada Lampiran Permendagri yang mengatur mengenai dasar pengenaan PKB dan BBNKB 2025, nilai jual kendaraan bermotor (NJKB) mobil itu senilai Rp300 juta.
Adapun tarif BBNKB dalam Perda PDRD Provinsi S sebesar 10%, sedangkan tarif opsen BBNKB dalam Perda PDRD Kabupaten X sebesar 66%. Oleh karena itu, dalam SKPD BBNKB yang diterbitkan Pemerintah Provinsi S ditagihkan jumlah pajak terutang sebagai berikut:
Total BBNKB dan opsen BBNKB terutang tersebut ditagihkan bersamaan dengan pemungutan BBNKB, yaitu pada saat perolehan kepemilikan. Adapun BBNKB menjadi penerimaan Pemerintah Daerah Provinsi S, sedangkan opsen BBNKB menjadi penerimaan Pemerintah Daerah Kabupaten X. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.