DITJEN Pajak (DJP) mempunyai tugas mengumpulkan penerimaan negara untuk mendukung APBN. Selain itu, DJP juga mengadministrasikan data informasi terkait dengan wajib pajak yang jumlahnya semakin bertambah.
Selama ini, DJP terus berupaya mengembangkan sistem agar mampu mengadministrasikan wajib pajak beserta data tersebut. Selain itu, DJP juga membutuhkan strategi yang sesuai untuk melakukan pelayanan, pengawasan, dan penegakan hukum yang lebih efektif dan efisien.
Strategi yang dimaksud berupa implementasi compliance risk management (CRM). Adapun DJP telah mengimplementasikan CRM pada 2019 dan terus menyempurnakan CRM. Penyempurnaan tersebut di antaranya dengan menerapkan business intelligence untuk mendukung CRM.
Selain untuk mendukung implementasi CRM, implementasi business intelligence diharapkan dapat menghasilkan output yang terintegrasi dengan seluruh keputusan strategis dalam setiap proses bisnis di DJP. Lantas, apa yang dimaksud dengan business intelligence?
Definisi
BUSINESS intelligence (BI) bukanlah suatu produk maupun sebuah sistem. BI merupakan suatu arsitektur dan koleksi dari operasional yang terintegrasi sebagai suatu aplikasi pendukung keputusan dan database yang menyediakan kemudahan untuk mengakses suatu data dalam kegiatan bisnis (Moss dan Atre, 2003).
Definisi berbeda dipaparkan Vercellis. Menurutnya, BI dapat didefinisikan sebagai suatu kumpulan dari model matematika dan metodologi analisis yang memanfaatkan data yang tersedia untuk diolah menjadi suatu informasi dan pengetahuan yang berguna dalam proses pengambilan keputusan yang kompleks (Vercellis, 2009)
Sementara itu, Frankenfield (2022) menyatakan BI mengacu pada infrastruktur prosedural dan teknis yang mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis data yang dihasilkan oleh aktivitas perusahaan (Frankenfield, 2022).
Menurut Frankenfield, BI merupakan istilah luas yang mencakup penambangan data, analisis proses, pembandingan kinerja, dan analisis deskriptif. BI mengurai semua data yang dihasilkan oleh bisnis dan menyajikan laporan yang mudah dicerna, ukuran kinerja, dan tren yang menginformasikan keputusan manajemen.
BI memberikan sejumlah manfaat di antaranya membantu pengguna pengetahuan menghasilkan keputusan yang efektif dan tepat pada waktunya. Sebab, penggunaan BI dapat mempermudah pengambil keputusan memilih informasi yang dapat diandalkan (Vercellis, 2009).
Manfaat yang ditawarkan membuat BI digunakan secara luas untuk mendukung berbagai fungsi seperti perekrutan, kepatuhan, produksi, dan pemasaran (Frankenfield, 2022). Tidak hanya itu, BI juga dimanfaatkan oleh otoritas pajak Indonesia.
Implementasi
KETENTUAN penerapan BI pada ranah pajak tercantum dalam Surat Edaran No.SE-39/PJ/2021. DJP juga telah merilis publikasi bertajuk CRMBI Langkah Awal Menuju Data Driven Organization yang di antaranya menguraikan implementasi BI pada DJP.
Berdasarkan surat edaran dan buku tersebut, BI adalah teknik yang menggabungkan arsitektur, perangkat teknologi informasi, dan basis data untuk pengumpulan, penyimpanan, pengelolaan data, dan manajemen pengetahuan dengan perangkat analisis data dalam rangka penyajian informasi yang bermanfaat bagi perencana dan pengambil keputusan.
Secara ringkas, BI mengacu pada proses untuk menambah nilai data menjadi informasi dan insight yang digunakan dalam pengambilan keputusan suatu organisasi. DJP membedakan BI berdasarkan jenis data analitiknya menjadi beberapa bagian.
Pertama, descriptive analytics yang merupakan bentuk analitik dan pelaporan atas peristiwa pada masa lampau. Alat ini umumnya dipakai untuk tujuan pelaporan manajemen. Contoh, DJP memakai BI descriptive analytics dalam bentuk Dashboard Penerimaan dan Smartboard.
Kedua, diagnostic analytics. Alat ini ini tidak hanya digunakan untuk mengamati dan memahami suatu kondisi, tetapi juga mencari penyebab dari suatu keadaan berdasarkan data historis. Contoh, analisis penyebab penjualan di suatu lokasi lebih tinggi ketimbang lokasi lainnya.
Ketiga, predictive analytics. Analitik ini memakai teknologi machine learning, algoritma, dan artificial intelligence. Analitik jenis ini juga sudah dilakukan oleh data scientist untuk menganalisis dan mengeksplorasi data historis.
Keahlian statistik, computer science, dan business expertise sangat diperlukan untuk pengembangan BI yang sifatnya predictive. Contoh penerapan predictive analytics dalam pengembangan BI di DJP ialah Ability to Pay, yaitu BI yang memprediksi kemampuan bayar wajib pajak.
Keempat, prescriptive analytics. Seperti halnya predictive analytics, prescriptive analytics merupakan jenis analitik level tertinggi. Pengembangan BI jenis preskriptif ini juga memanfaatkan data scientist. Contoh pengembangan BI jenis prescriptive analytics di DJP ialah mesin risiko CRM.
Arah DJP menuju data-driven organization sangatlah memerlukan prediktif dan preskriptif analitik dalam pengambilan keputusan. Sebab, selain memberikan prediksi atas suatu kondisi, kedua jenis analitik ini juga memberikan alternatif solusi yang berguna dalam pengambilan keputusan. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.