KAMUS PAJAK

Apa Itu Angka Kapitalisasi dalam Pajak Bumi dan Bangunan?

Nora Galuh Candra Asmarani | Senin, 20 September 2021 | 19:30 WIB
Apa Itu Angka Kapitalisasi dalam Pajak Bumi dan Bangunan?

PERHITUNGAN pajak bumi dan bangunan (PBB) bergantung pada besaran nilai jual objek pajak (NJOP) lantaran NJOP merupakan dasar pengenaan PBB. Secara ringkas, NJOP merupakan harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar.

Namun, jika tidak terdapat transaksi jual beli maka NJOP salah satunya dapat ditentukan berdasarkan nilai jual pengganti. Dalam menghitung besaran nilai jual pengganti maka dibutuhkan komponen yang disebut dengan angka kapitalisasi. Lantas, apa itu angka kapitalisasi?

Definisi
MENGACU Pasal 1 Angka 34 Peraturan Menteri Keuangan No. 186/2019, angka kapitalisasi adalah angka pengali tertentu yang digunakan untuk mengonversi pendapatan atau hasil produksi satu tahun menjadi NJOP yang ditetapkan oleh dirjen pajak.

Baca Juga:
Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Angka kapitalisasi menjadi salah satu komponen yang diperlukan untuk menghitung NJOP bumi (nilai tanah) pada beberapa sektor PBB seperti hutan alam, pertambangan minyak dan gas bumi (migas), pertambangan mineral dan batu bara (minerba), serta pengusahaan panas bumi.

Secara lebih terperinci, angka kapitalisasi diperlukan untuk menghitung NJOP bumi untuk areal produktif perhutanan, tubuh bumi eksploitasi pertambangan migas dan pengusahaan panas bumi, serta tubuh bumi operasi produksi minerba.

NJOP bumi untuk areal tersebut ditentukan berdasarkan nilai jual pengganti sehingga membutuhkan angka kapitalisasi. Sebab, nilai jual pengganti dihitung dengan cara mengalikan pendapatan dari hasil perkebunan atau pertambangan dengan angka kapitalisasi.

Baca Juga:
Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Misal, suatu perusahaan bidang perhutanan alam di memiliki areal produktif berupa tanah hutan blok tebangan seluas 200 Ha. Hasil bersih perhutanan tersebut mencapai Rp1 miliar. Dengan demikian, NJOP bumi areal produktif senilai Rp8,5 miliar (8,5 x Rp1 miliar).

Dirjen pajak menetapkan angka kapitalisasi pertambangan setiap tahun pajak melalui Keputusan Dirjen Pajak. Misal, penetapan angka kapitalisasi tahun 2019 tertuang dalam Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-93/PJ/2019 yang ditetapkan pada 26 Maret 2019.

Berdasarkan keputusan tersebut, angka kapitalisasi untuk pertambangan migas serta pengusahaan panas bumi ditetapkan sebesar 10,04. Selanjutnya, angka kapitalisasi untuk pertambangan mineral ditetapkan sebesar 8,20 dan batu bara sebesar 10,25.

Baca Juga:
Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Selain sektor-sektor yang telah dijelaskan, angka kapitalisasi juga diperlukan untuk menghitung PBB terutang atas sektor lainnya. Sektor lainnya itu meliputi sektor perikanan tangkap dan pembudidayaan ikan.

Informasi lebih lanjut mengenai angka kapitalisasi bisa disimak di antaranya melalui PMK 186/2019, dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-24/PJ/2016, dan Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-93/PJ/2019. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

06 Oktober 2021 | 21:32 WIB

pemajakan juga pakai seni..meski harus mengenakan secara adil u semua bukan berarti adil scr harfiah namun ada etik, environment resources, juga daya pikul riil yang terjadi pada yang akan memenuhi kewajibannya. (Rakyat-WP)

06 Oktober 2021 | 21:28 WIB

koefisien kapitalisasi sebaiknya dibedakan antar daerah satu ke daerah yang lain..juga pertimbangan lokasi (angka kesulitan) dlm mlkkn produksi yang akan menambah benefit (sisi manfaat riel). klo sama semua maka tidak memenuhi rasa keadilan

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci