PERHITUNGAN pajak bumi dan bangunan (PBB) bergantung pada besaran nilai jual objek pajak (NJOP) lantaran NJOP merupakan dasar pengenaan PBB. Secara ringkas, NJOP merupakan harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar.
Namun, jika tidak terdapat transaksi jual beli maka NJOP salah satunya dapat ditentukan berdasarkan nilai jual pengganti. Dalam menghitung besaran nilai jual pengganti maka dibutuhkan komponen yang disebut dengan angka kapitalisasi. Lantas, apa itu angka kapitalisasi?
Definisi
MENGACU Pasal 1 Angka 34 Peraturan Menteri Keuangan No. 186/2019, angka kapitalisasi adalah angka pengali tertentu yang digunakan untuk mengonversi pendapatan atau hasil produksi satu tahun menjadi NJOP yang ditetapkan oleh dirjen pajak.
Angka kapitalisasi menjadi salah satu komponen yang diperlukan untuk menghitung NJOP bumi (nilai tanah) pada beberapa sektor PBB seperti hutan alam, pertambangan minyak dan gas bumi (migas), pertambangan mineral dan batu bara (minerba), serta pengusahaan panas bumi.
Secara lebih terperinci, angka kapitalisasi diperlukan untuk menghitung NJOP bumi untuk areal produktif perhutanan, tubuh bumi eksploitasi pertambangan migas dan pengusahaan panas bumi, serta tubuh bumi operasi produksi minerba.
NJOP bumi untuk areal tersebut ditentukan berdasarkan nilai jual pengganti sehingga membutuhkan angka kapitalisasi. Sebab, nilai jual pengganti dihitung dengan cara mengalikan pendapatan dari hasil perkebunan atau pertambangan dengan angka kapitalisasi.
Misal, suatu perusahaan bidang perhutanan alam di memiliki areal produktif berupa tanah hutan blok tebangan seluas 200 Ha. Hasil bersih perhutanan tersebut mencapai Rp1 miliar. Dengan demikian, NJOP bumi areal produktif senilai Rp8,5 miliar (8,5 x Rp1 miliar).
Dirjen pajak menetapkan angka kapitalisasi pertambangan setiap tahun pajak melalui Keputusan Dirjen Pajak. Misal, penetapan angka kapitalisasi tahun 2019 tertuang dalam Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-93/PJ/2019 yang ditetapkan pada 26 Maret 2019.
Berdasarkan keputusan tersebut, angka kapitalisasi untuk pertambangan migas serta pengusahaan panas bumi ditetapkan sebesar 10,04. Selanjutnya, angka kapitalisasi untuk pertambangan mineral ditetapkan sebesar 8,20 dan batu bara sebesar 10,25.
Selain sektor-sektor yang telah dijelaskan, angka kapitalisasi juga diperlukan untuk menghitung PBB terutang atas sektor lainnya. Sektor lainnya itu meliputi sektor perikanan tangkap dan pembudidayaan ikan.
Informasi lebih lanjut mengenai angka kapitalisasi bisa disimak di antaranya melalui PMK 186/2019, dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-24/PJ/2016, dan Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-93/PJ/2019. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
pemajakan juga pakai seni..meski harus mengenakan secara adil u semua bukan berarti adil scr harfiah namun ada etik, environment resources, juga daya pikul riil yang terjadi pada yang akan memenuhi kewajibannya. (Rakyat-WP)
koefisien kapitalisasi sebaiknya dibedakan antar daerah satu ke daerah yang lain..juga pertimbangan lokasi (angka kesulitan) dlm mlkkn produksi yang akan menambah benefit (sisi manfaat riel). klo sama semua maka tidak memenuhi rasa keadilan