INFO PERPAJAKAN

Anda Investor Pasar Modal? Jika Ini Terjadi, Jangan Ragu Ikut PPS!

Redaksi DDTCNews | Jumat, 27 Mei 2022 | 10:00 WIB
Anda Investor Pasar Modal? Jika Ini Terjadi, Jangan Ragu Ikut PPS!

SELAMA pandemi Covid-19, masyarakat lebih memilih untuk menabung dan berinvestasi daripada membelanjakan uangnya. Pembatasan mobilitas, sebagai upaya pencegahan penularan virus, membuat masyarakat cenderung menunda konsumsi.

Merujuk data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per akhir Agustus 2021, jumlah single investor identification (SID) saham mencapai 2.697.832, meningkat hampir dua kali lipat dari jumlah per akhir 2020. Total investor pasar modal pada saat ini sebanyak 6.100.525, tumbuh 57,2% dari jumlah pada akhir 2020.

Apakah Anda menjadi salah satu investor tersebut? Jika iya, sebagai investor yang baik, Anda harus paham kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi. Misalnya, berapa pajak yang harus dibayar? Bagaimana cara pelaporannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan?

Ada dua macam penghasilan yang didapatkan ketika berinvestasi saham, yaitu penghasilan atas penjualan saham dan penghasilan dividen.

Berdasarkan pada Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 282/KMK.04/1997, penghasilan atas penjualan saham dikenai pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,1% dari seluruh nilai penjualan (net amount). PPh ini dikenakan saat transaksi penjualan saham dan dibayarkan melalui pihak sekuritas.

Sementara penghasilan dividen dikenai PPh final sebesar 10% dari jumlah penghasilan yang diterima. Karena pajaknya bersifat final, jumlah penghasilan tidak diperhitungkan atau dijumlahkan lagi ketika menghitung penghasilan neto. Dengan demikian, tidak memengaruhi jumlah PPh terutang.

Pelaporan dalam SPT Tahunan

Lantas, bagaimana cara pelaporannya dalam SPT Tahunan? Pada aplikasi atau situs web perusahaan sekuritas biasanya terdapat menu SPT Tahunan atau Tax Report (Laporan Pajak). Di dalamnya terdapat dokumen-dokumen yang diperlukan dalam pelaporan SPT Tahunan.

Sejumlah dokumen tersebut antara lain:

  • Trade recapitulation summary (ringkasan rekapitulasi penjualan);
  • Stock dividend listing (daftar penerimaan dividen);
  • Client portofolio (portofolio nasabah); dan
  • Rekening dana nasabah (RDN).

Saat pelaporan SPT Tahunan, penghasilan dilaporkan pada bagian penghasilan yang dikenakan PPh final dan/atau bersifat final.

  • Penghasilan atas penjualan saham dimasukkan pada bagian nomor 3, yaitu penjualan saham di bursa efek. Untuk mengisi pos ini, diperlukan data-data dari trade recapitulation summary (ringkasan rekapitulasi penjualan).
  • Penghasilan dividen dimasukkan pada bagian nomor 12, yaitu dividen. Untuk mengisi pos dividen ini, diperlukan data-data dari stock dividend listing. Kolom PPh terutang diisi dengan total PPh final atas penghasilan dividen dalam satu tahun.

Data-data tersebut seperti dasar pengenaan pajak (DPP)/penghasilan bruto yang dapat dilihat pada bagian amount dan PPh terutang yang ada pada bagian income tax.

Selain mengisi kolom penghasilan yang dikenakan PPh final dan/atau bersifat final, selanjutnya Anda juga harus mengisi kolom harta.

  • Kolom harta yang diisi adalah pos nomor 31, yaitu saham yang dibeli untuk dijual kembali. Untuk mengisi bagian ini, diperlukan data-data dari client portofolio.
  • Kolom harta yang harus diisi selanjutnya adalah pos nomor 19, yaitu setara kas lainnya. Sisa dana yang tidak dipergunakan untuk pembelian saham, yang di dalamnya termasuk penghasilan dividen dan penghasilan dari penjualan saham, tentunya menjadi saldo RDN. Sisa saldo yang tersisa di RDN inilah yang nantinya diisikan pada kolom setara kas lainnya.

Bagaimana kawan pajak? Sangat mudah bukan?

Program Pengungkapan Sukarela

Lantas bagaimana jika saham yang belum dijual atau saldo di RDN lupa dilaporkan pada SPT Tahunan?

Jangan khawatir, kan ada PPS!

PPS merupakan singkatan dari Program Pengungkapan Sukarela, yaitu program baru yang dibuat Direktorat Jenderal Pajak dalam bentuk pemberian kesempatan kepada wajib pajak untuk melaporkan secara sukarela kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi melalui pembayaran PPh.

Apabila wajib pajak memiliki aset, misalnya berupa saham yang belum dijual atau saldo di RDN, maka aset tersebut wajib dilaporkan pada SPT Tahunan setiap tahunnya.

Apabila mengikuti PPS kebijakan II, wajib pajak wajib membayar PPh final sesuai dengan tarif sebagaimana pada Pasal 6 Ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-196/PMK.03/2021, paling tinggi 18% dikalikan dengan nilai harta yang belum diungkapkan.

Jika tidak mengikuti PPS, wajib pajak orang pribadi yang belum melaporkan hartanya pada periode 2016 – 2020 akan dikenai PPh final dengan tarif 30% (Pasal 11 ayat 2 Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan/UU HPP) ditambah sanksi keterlambatan.

Kemudian, wajib pajak yang pernah mengikuti program Tax Amnesty dan belum melaporkan hartanya secara lengkap akan dikenai PPh final sebesar 25% untuk wajib pajak badan, 30% untuk wajib pajak orang pribadi, dan 12,5% untuk wajib pajak tertentu dari harta bersih tambahan (PP 36/2017) ditambah sanksi administrasi hingga 200% atas keterlambatan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan dengan mengikuti PPS, pajak yang dibayarkan akan lebih rendah bila dibandingkan jika tidak mengikuti PPS. Perlu diketahui, program ini hanya berlaku selama 6 bulan hingga 30 Juni 2022.

Jadi tunggu apa lagi? Yuk, ikut PPS sekarang.

Ungkap hartamu, mumpung ada PPS!

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Hendra 27 Mei 2022 | 13:52 WIB

Selamat Siang , setau saya Saham kan Pajak Final 0,1% apabila kewajiban sudh terpenuhi bukannya bisa pembetulan saja? apakah hrs tetap ikut PPS? cuma karena lupa? Setau saya pembuktian saham paling mudah Suket penjualan saham saja . Terima Kasih.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 12:50 WIB STATISTIK TARIF PAJAK

Beban Pajak Perseroan dengan Pemegang Saham Orang Pribadi di Indonesia

Minggu, 22 Desember 2024 | 07:30 WIB PMK 81/2024

PMK 81/2024 Perinci Ketentuan Bukti Potong PPh atas Penjualan Saham

Jumat, 20 Desember 2024 | 16:53 WIB INFOGRAFIS PAJAK

11 Barang Kebutuhan Pokok Bebas PPN Indonesia

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?

Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan