MAHATHIR MOHAMMAD:

'Ambil Pajaknya dari Perusahaan, Bukan dari Rakyat'

Redaksi DDTCNews | Jumat, 07 Juli 2017 | 18:39 WIB
'Ambil Pajaknya dari Perusahaan, Bukan dari Rakyat'

Mahathir Mohammad

SEJAK dahulu, politik dan pajak ibarat dua simpul tali yang saling terhubung dan tak terpisahkan. Wajah keduanya saling mewakili. Pola relasinya saling tarik menarik. Apa yang terjadi dengan politik akan terlihat jejaknya di pajak. Begitu pula sebaliknya.

Tak terkecuali di Malaysia. Apalagi di tangan seseorang yang keras kepala, yang memegang rekor terlama sebagai perdana menteri. Sang mentor segala mentor, the bad boy, Sukarno Kecil, dr. M, yang dengan enteng menghardik IMF dan Washington, Tun Dato’ Seri Mahathir Mohammad.

Siapa yang tak kenal dokter yang tak punya urat takut ini. Karena kepemimpinannya-lah terutama, Malaysia bisa lolos sekaligus pulih paling cepat dari hantaman krisis moneter 1998, ketimbang negara-negara tetangganya yang terseok-seok hingga beberapa tahun berikutnya.

Baca Juga:
PMK Baru, Menkeu Bisa Nilai Kesesuaian KUA-PPAS Pemda dengan KEM PPKF

Dan kini dr. M telah kembali. Usianya boleh 92 tahun. Tapi ia masih naik kuda, menulis blog, dan yang terpenting: Berbicara tentang reformasi, mengumpulkan jutaan paraf petisi, menyatukan partai oposisi, dan memimpin partai politik baru yang siap berlaga di Pemilu 2018.

Tentu saja proses kembali seperti itu tidak pernah mudah. Zaman sudah berubah. Beberapa survei terkini menunjukkan koalisi Barisan Nasional yang berkuasa masih jauh memimpin. Isu korupsi yang menerpa PM Najib Razak belum signifikan memengaruhi preferensi mayoritas pemilih.

Begitu pula dengan isu pajak. Meski dr. M menyerang habis kebijakan PM Najib yang memangkas pajak penghasilan badan dan menerapkan good and services tax (GST, sejenis pajak pertambahan nilai) pada 2015, mayoritas pemilih Malaysia bergeming. PM Najib tak hendak terguling.

Baca Juga:
BKF: Ekonomi 2025 Tetap Bakal Tumbuh di Atas 5% Meski PPN Jadi 12%

Menurut dr. M, untuk menggenjot penerimaan, mestinya pemerintah menaikkan PPh badan, bukan malah menurunkan tarifnya dari 27% menjadi 24% dan mengenakan GST 6% ke rakyat hingga menekan konsumsi yang pada gilirannya membuat perekonomian lembam.

“Sekarang berapa banyak perusahaan dan bank yang untung? Beberapa bahkan untung RM2 miliar lebih. Lalu kenapa pemerintah malah memeras rakyat? Ambil uang pajaknya dari bank-lah, dari perusahaan, bukan dari kantong rakyat,” kata dr. M dalam satu wawancara tahun lalu.

Argumentasi itu mungkin punya kelemahan, termasuk dirinya sendiri. Berbagai media mainstream pro PM Najib mengeksploitasi habis bagaimana Mirzan, anak Mahathir, mengendalikan perusahaan di Singapura dan British Virgin Island yang diduga dimanfaatkan untuk menggelapkan pajak.

Baca Juga:
DJP Klaim Insentif Pajak 2025 Sudah Akomodir Rumah Tangga dan UMKM

Namun, meski di serang sana-sini seperti itu, termasuk di antaranya dilakukan dengan memeriksa pajak sanak familinya, tetap saja Mahathir tidak menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Sejak PM Najib menerapkan GST pada 2015, perlawanan dr. M justru malah semakin solid.

Dr. M, yang tahun lalu keluar dari United Malays National Organisation (UMNO)—partai terbesar Malaysia yang dibesarkan dan membesarkannya—malah menjadikan penolakan GST itu sebagai salah satu program utama partai barunya, Malaysian United Indigenous Party (PPBM).

“Tak ada gunanya lagi jadi anggota UMNO. Ketika seorang pemimpin telah mengkhianati partai, dan dia tidak bisa diganti, maka opsi yang tersedia hanyalah keluar dari partai itu,” ujarnya di hadapan 10.000 orang lebih dalam acara deklarasi PPBM di Stadion Malawati, Shah Alam (15/7).

Lalu, akankah Mahathir Mohammad, little Sukarno ini, bisa kembali eksis dan berhasil membalikkan keadaan? Akankah karir politiknya khusnul khotimah sebagai Bapak Bangsa Malaysia, atau malah sebaliknya, dicap sebagai pemberontak? Waktu yang akan menjawab. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 23 Desember 2024 | 18:00 WIB PMK 101/2024

PMK Baru, Menkeu Bisa Nilai Kesesuaian KUA-PPAS Pemda dengan KEM PPKF

Minggu, 22 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

BKF: Ekonomi 2025 Tetap Bakal Tumbuh di Atas 5% Meski PPN Jadi 12%

Sabtu, 21 Desember 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Klaim Insentif Pajak 2025 Sudah Akomodir Rumah Tangga dan UMKM

Sabtu, 21 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Tumbuhkan Ekonomi 8 Persen, RI Butuh Investasi Rp13.000 Triliun

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra