Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyebut tidak ada aksi pemborongan pita cukai hasil tembakau (forestalling) pada akhir 2023 karena kenaikan tarif sudah ditetapkan dalam PMK 191/2022. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (14/12/2023).
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan forestalling biasanya terjadi jika ada kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang tinggi untuk tahun berikutnya. Selain itu, ada faktor pengumuman kenaikan tarif yang dirilis mendekati akhir tahun.
“Kalau ini [untuk kenaikan tarif pada 2024] sudah ditetapkan di PMK 191/2022. Jadi, mereka sudah memperhitungkan itu. Enggak perlu forestalling," katanya.
Melalui PMK 191/2022, kenaikan tarif cukai rokok beserta batasan harga jual eceran (HJE) minimumnya pada 2023 dan 2024 ditetapkan sekaligus. Tarif cukai rokok naik rata-rata tertimbang 10% setiap tahun pada 2023 dan 2024. Khusus sigaret kretek tangan (SKT), kenaikan tarif maksimum 5%.
Pemerintah juga menerbitkan PMK 192/2022 untuk tarif cukai dan HJE minimum produk rokok elektrik (REL) dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) pada 2023 dan 2024. Pada REL dan HPTL, tarif naik dengan rata-rata sebesar 15% dan 6% setiap tahunnya pada 2023 dan 2024.
Selain mengenai pita cukai rokok, ada pula ulasan terkait dengan implementasi penuh penggunaan NIK sebagai NPWP atau NPWP 16 digit akan digunakan pada aplikasi pascapembaruan sistem inti administrasi perpajakan atau coretax administration system (CTAS).
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan aksi pemborongan pita cukai rokok pada akhir 2023 tidak akan terlalu menguntungkan pengusaha. Terlebih, ada ketentuan batas waktu pelekatan pita cukai desain 2023 yaitu paling lambat pada 1 Februari 2024.
"Tarifnya [tarif cukai 2023 dapat digunakan] hanya sampai Januari saja, [karena] batas pelekatan pita sampai 1 Februari. Jadi enggak terlalu [menguntungkan]," ujarnya. (DDTCNews)
Ditjen Pajak (DJP) menegaskan pada sistem aplikasi yang sekarang, Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau NPWP 16 digit digunakan secara terbatas. NPWP 15 digit (NPWP lama) masih dapat digunakan sampai dengan 30 Juni 2024.
“NPWP format 16 digit (NPWP baru atau NIK) digunakan secara terbatas pada sistem aplikasi yang sekarang dan implementasi penuh pada sistem aplikasi yang akan datang,” tulis DJP dalam siaran pers.
Seperti diketahui, jadwal implementasi penuh penggunaan NIK sebagai NPWP atau NPWP 16 digit mundur dari semula 1 Januari 2024 menjadi 1 Juli 2024 seiring dengan diterbitkannya PMK 136/2023 yang mengubah PMK 112/2022. (DDTCNews)
Pemerintah menerbitkan peraturan baru yang menjadi landasan pemberian insentif pajak atas impor mobil listrik dalam keadaan utuh atau completely built up (CBU). Aturan baru dimaksud ialah Perpres 79/2023.
"Insentif ... diberikan dengan syarat perusahaan industri KBL berbasis baterai berkomitmen untuk memproduksi KBL berbasis baterai di dalam negeri dengan jumlah tertentu dan dalam waktu tertentu dengan TKDN …; dan wajib menyampaikan jaminan senilai insentif yang diberikan," bunyi Pasal 19A ayat (3) Perpres 79/2023. (DDTCNews)
Kementerian Keuangan memproyeksi belanja perpajakan yang timbul akibat pemberian fasilitas tax holiday akan terus meningkatkan setidaknya dalam 2 tahun ke depan.
Berdasarkan pada Laporan Belanja Perpajakan 2022 yang dirilis Badan Kebijakan Fiskal (BKF), nilai belanja perpajakan akibat pemberian tax holiday pada 2023 diperkirakan mencapai Rp6,3 triliun. Pada 2025, belanja perpajakan akibat tax holiday bakal naik menjadi Rp8 triliun.
Sementara itu, belanja perpajakan akibat pemberian fasilitas tax allowance diperkirakan akan terus menurun. Pada 2023, belanja perpajakan yang timbul karena pemberian tax allowance diproyeksikan mencapai Rp443 miliar. Pada 2025, nilainya diproyeksi turun menjadi Rp221 miliar.
Selain tax holiday dan tax allowance, fasilitas-fasilitas pajak lainnya yang terkait dengan penanaman modal cenderung tidak dimanfaatkan oleh wajib pajak. (DDTCNews)
NPWP cabang masih digunakan untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan hingga pertengahan 2024. Hal tersebut sebagai dampak mundurnya jadwal implementasi penuh penggunaan NIK sebagai NPWP atau NPWP 16 digit dari semula 1 Januari 2024 menjadi 1 Juli 2024 seiring dengan diterbitkannya PMK 136/2023 yang mengubah PMK 112/2022.
Sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) PMK 112/2022 s.t.d.d PMK 136/2023, terhadap wajib pajak cabang yang telah diterbitkan NPWP cabang sebelum beleid ini mulai berlaku, dirjen pajak memberikan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU).
“NPWP cabang … digunakan untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan sampai dengan tanggal 30 Juni 2024,” bunyi penggalan Pasal 9 ayat (3) PMK 112/2022 s.t.d.d PMK 136/2023.
Batas akhir penggunaan NPWP cabang pada 30 Juni 2023 tersebut bergeser dari ketentuan sebelumnya. Adapun sebelum terbit PMK 136/2023, NPWP cabang digunakan untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan sampai dengan 31 Desember 2023. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.