AUSTRALIA

69 Jutawan Setor Pajak Nol

Redaksi DDTCNews | Senin, 01 April 2019 | 17:39 WIB
69 Jutawan Setor Pajak Nol

Ilustrasi. 

CANBERRA, DDTCNews – Sebanyak 69 warga Australia yang mendapatakan penghasilan lebih dari A$1 juta pada 2016/17 tidak membayar satu sen pun dari pajak penghasilan. Data tahunan otoritas pajak (Australian Tax Office/ATO) yang dirilis pada Jumat (29/3/2019) menunjukkan jumlah jutawan Australia yang tidak membayar pajak pajak terus meningkat.

Ada 60 orang yang menyatakan total pendapatan di atas A$1 juta melaporkan penghasilan kena pajak di bawah A$6.001. Ada orang melaporkan penghasilan kena pajak antara A$6.001 hingga A$10.000 dan sebanyak 8 orang yang menyatakan penghasilan kena pajak antara A$10.001 hingga A$18.200.

“Ini menempatkan mereka semua di bawah ambang batas bebas pajak. Tidak satu pun dari mereka yang membayar pungutanMedicare,” demikian informasi yang dikutip dari data tahunan ATO, Senin (1/4/2019).

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Menguat Atas Nyaris Semua Mata Uang Mitra

Sebanyak 69 orang mengurangi tagihan pajak menjadi nol. Masing-masing dari mereka mengklaim jutaan pengurangan (deduction), terutama untuk biaya pengelolaan urusan pajak dan hadiah atau sumbangan. Angka ini naik dari posisi tahun sebelumnya 62 orang.

Kantor pajak mendefinisikan biaya pengelolaan urusan pajak termasuk biaya persiapan dan pengajuan pajak, biaya yang dibayarkan kepada penasihat pajak yang diakui, serta biaya banding pengadilan dan biaya bunga yang dikenakan sehubungan dengan sengketa pajak.

Untuk mengatasi masalah jutawan yang membayar pajak nol, Partai Buruh telah mengumumkan kebijakan untuk membatasi pengurangan yang dapat diklaim untuk pengelolaan urusan pajak hingga A$3.000.

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Ekonom Senior The Australia Institute Matt Grudnoff mengatakan pajak harus dibayarkan untuk mengusung hidup dalam masyarakat yang lebih beradap. Setiap orang harus membayar pajak dengan nilai yang sesuai atau adil.

“Mampu membayar akuntan dengan nilai yang tinggi tidak seharusnya menjadi jalan keluar untuk membayar pajak. Jika celah-celah pajak dimanfaatkan untuk mengembalikan kelebihan kredit fiktif, maka operasional mereka harus ditutup sesegera mungkin,” jelasnya.

Menurutnya, penutupan paksa operasional jasa akuntan yang memanfaatkan celah pajak tidak hanya akan memberikan sistem pajak yang lebih adil, tapi juga akan mencegah industri akuntan pajak yang tidak produktif.

Baca Juga:
Ramai Lapor ke Otoritas, WP di Negara Ini Muak dengan Tax Evasion

Penghindaran pajak periode 2016-2017 dilakukan oleh warga berpenghasilan bruto rata-rata mencapai A$,7 juta (Rp37,56 miliar). Wajib pajak itu disebut-sebut membayar biro jasa untuk menghindar dari pengenaan pajak lebih tinggi.

Sebanyak 27 orang membayar rata-rata A$600.000 kepada biro jasa untuk mengatur urusan pajak mereka. Biaya ini tidak termasuk ke dalam pengkategorian pengeluaran yang bisa mendapat pengurangan pajak.

Seperti dilansir Sunshine Coast Daily, Grufnoff menyebutkan 39 dari 69 orang melakukan franking credits dengan rata-rata senilai A$213.000. Sementara itu, 7 orang mengklaim kerugian real estat rata-rata A$41.000 untuk mengurangi tagihan pajak.

Franking credits yang juga dikenal sebagai kredit imputasi adalah jenis kredit pajak yang memungkinkan perusahaan Australia untuk meneruskan pajak yang dibayarkan di tingkat perusahaan kepada pemegang saham. Ini dapat digunakan untuk mengurangi PPh yang dibayarkan pada dividen atau berpotensi diterima sebagai restitusi pajak. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:33 WIB KURS PAJAK 23 OKTOBER 2024 - 29 OKTOBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Menguat Atas Nyaris Semua Mata Uang Mitra

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Minggu, 20 Oktober 2024 | 08:00 WIB CORETAX SYSTEM

Gencar Edukasi, DJP Harap Pegawai Pajak dan WP Terbiasa dengan Coretax

BERITA PILIHAN
Rabu, 23 Oktober 2024 | 12:00 WIB LITERATUR PAJAK

4 Kunci Strategis Cegah Sengketa Pajak, Selengkapnya Baca Buku Ini

Rabu, 23 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Piloting Modul Impor-Ekspor Barang Bawaan Penumpang Tahap III Dimulai

Rabu, 23 Oktober 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dasar DJP dalam Menetapkan Status Suspend terhadap Sertel Wajib Pajak

Rabu, 23 Oktober 2024 | 10:30 WIB PROVINSI KALIMANTAN UTARA

Adakan Pemutihan Pajak Kendaraan, Pemprov Targetkan Raup Rp105 Miliar

Rabu, 23 Oktober 2024 | 10:00 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Beberkan Alasan Pembentukan Badan Aspirasi Masyarakat

Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:45 WIB DPR RI

Said Abdullah Kembali Terpilih Jadi Ketua Banggar DPR

Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:33 WIB KURS PAJAK 23 OKTOBER 2024 - 29 OKTOBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Menguat Atas Nyaris Semua Mata Uang Mitra

Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:19 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Kementerian Keuangan Kini di Bawah Langsung Presiden Prabowo

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu