Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Wajib perlu ingat bahwa saluran pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan melalui aplikasi e-SPT bakal ditutup mulai 28 Februari 2022 atau 2 hari mendatang. Penutupan aplikasi e-SPT menjadi isu yang paling populer dibicarakan netizen sepanjang pekan ini.
Nantinya, pelaporan SPT seluruhnya akan dialihkan ke layanan e-form dan e-filing serta layanan yang disediakan penyedia jasa aplikasi perpajakan (PJAP).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor beralasan pengalihan saluran e-SPT (file CSV) menjadi e-form dan e-filing dilakukan untuk memperbaiki layanan pelaporan SPT Tahunan. Dia tidak memerinci lagi alasan teknis di balik ditutupnya e-SPT.
Neilmaldrin berharap pengalihan saluran tersebut dapat meningkatkan efisiensi pelaporan dan kualitas data perpajakan.
Dengan begitu, Neilmaldrin menyampaikan terkait wajib pajak yang sebelumnya rutin melaporkan SPT Tahunan menggunakan saluran e-SPT (.csv), setelah saluran dialihkan tetap dapat melakukannya secara daring menggunakan saluran e-form.
“Tata cara pelaporan SPT Tahunan melalui e-form dapat dilihat pada laman www.pajak.go.id,” ujar Neilmaldrin.
Sebagai informasi, penutupan saluran e-SPT untuk formulir SPT 1770 S, 1770, dan 1771 akan dilakukan pada 28 Februari 2022 pukul 16.00 WIB.
Sementara itu, untuk formulir SPT PPh badan dalam satuan mata uang dolar AS (1771 $) dan lampiran khusus wajib pajak migas akan dilakukan pada 30 Maret 2022 pukul 15.00 WIB.
Baca lagi Saluran e-SPT Ditutup, Lalu Lapor SPT Lewat Mana? Simak Penjelasan DJP.
Pekan ini DJP juga kembali mengingatkan wajib pajak orang pribadi UMKM yang omzet usahanya belum melebihi Rp500 juta dalam setahun tidak perlu melakukan pelaporan setiap bulannya. Hanya saja, WP orang pribadi UMKM tetap perlu melakukan pencatatan bulanan untuk mengetahui jumlah omzet yang didapat selama setahun.
DJP menyampaikan pencatatan omzet bulanan bisa dilakukan melalui aplikasi M-Pajak. Namun, otoritas menekankan kalau pencatatan lewat aplikasi yang bisa diunduh di Google Playstore ini hanya bersifat sebagai fasilitas saja.
"Namun ini hanya fasilitas saja ya, bukan kewajiban. Untuk omzet tiap bulan tetap dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh," cuit akun @kring_pajak.
Seperti diketahui, UU HPP membuat wajib pajak orang pribadi dengan peredaran bruto tertentu – yang diatur dalam PP 23/2018 – tidak dikenai PPh atas bagian omzet sampai dengan Rp500 juta dalam 1 tahun pajak. Perubahan UU PPh ini mulai berlaku pada tahun pajak 2022.
Ketentuan baru ini menegaskan selama omzet wajib pajak orang pribadi UMKM di bawah Rp500 juta maka tidak perlu membayar PPh final UMKM sebesar 0,5%. Jika pada masa tertentu wajib pajak itu sudah memiliki akumulasi omzet di atas Rp500 juta, atas selisihnya dikenai PPh final.
Berita lengkapnya, baca DJP Ingatkan WP Orang Pribadi UMKM Lakukan Pencatatan Omzet Bulanan.
Selain 2 topik di atas, masih ada berita lain yang juga menarik pembaca selama sepekan terakhir. Berikut ini adalah 5 berita DDTCNews terpopuler lain yang sayang untuk dilewatkan:
1. Simak PP Baru! Pemerintah Revisi Tarif PPh Final Jasa Konstruksi
Pemerintah memutuskan untuk melakukan penyesuaian sekaligus penambahan jumlah tarif PPh final yang berlaku atas jasa konstruksi.
Kebijakan ini tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) 9/2022 yang merupakan perubahan kedua atas PP 51/2008.
"Untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan dalam pengenaan PPh atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi serta menjaga agar iklim usaha sektor jasa konstruksi tetap kondusif, perlu dilakukan penyesuaian pengaturan mengenai PPh atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi," bunyi bagian pertimbangan dari PP 9/2022.
Jumlah tarif PPh final jasa konstruksi yang tercantum pada Pasal 3 bertambah dari yang awalnya terdiri dari 5 tarif menjadi 7 tarif. Lantas berapa saja tarifnya? Klik tautan di atas untuk membaca artikel lengkapnya.
2. Aplikasi e-Bupot Unifikasi Sudah Tersedia di DJP Online
Aplikasi e-bupot unifikasi sudah tersedia di DJP Online. Wajib pajak sudah dapat menggunakan aplikasi tersebut.
Wajib pajak yang ingin mengaktifkan aplikasi ini dapat langsung login di DJP Online. Kemudian pilih menu Profil. Setelah itu, pilih Aktivasi Fitur dan checklist fitur e-bupot unifikasi pada bagian fitur pralapor. Setelah itu, klik tombol Ubah Fitur Layanan.
“Aplikasi bukti potong dan pelaporan SPT Masa unifikasi secara elektronik,” demikian informasi yang ditampilkan pada logo e-bupot unifikasi di DJP Online.
Pada kolom petunjuk pengisian dijelaskan form dalam aplikasi e-bupot ini menampilkan data SPT Masa PPh unifikasi yang telah di-submit (dikirim) secara elektronik ke sistem DJP. Form ini juga menyajikan data bukti potong yang dilaporkan dengan SPT tersebut.
Apa saja fitur aplikasi ini? Yuk, klik tautan judul untuk membaca artikel lengkapnya.
3. Otoritas Bakal Buka Opsi Kirim SP2DK ke Wajib Pajak Lewat DJP Online
DJP bakal membuka ruang untuk melakukan penyampaian surat permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan (SP2DK) secara elektronik.
Merujuk pada Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-05/PJ/2022, SP2DK bakal dapat disampaikan secara elektronik melalui akun DJP Online wajib pajak. Selama ini, SP2DK bisa disampaikan melalui faksimili, pos, atau disampaikan secara langsung kepada wajib pajak.
"SP2DK juga disampaikan secara elektronik melalui akun DJP Online milik wajib pajak apabila wajib pajak telah mengaktifkan akun DJP Online miliknya," bunyi SE-05/PJ/2022.
Selain wajib pajak harus sudah mengaktifkan akun DJP Online, surat edaran tersebut juga menyebut SP2DK baru bisa disampaikan secara elektronik apabila DJP Online memang telah mengakomodasi penyampaian SP2DK secara elektronik.
4. Pemerintah Imbau Wajib Pajak Ajukan Penggunaan NPPN Sesuai Ketentuan
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengimbau wajib pajak untuk dapat menyampaikan pemberitahuan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN) sesuai dengan ketentuan.
Dalam laporan APBN Kita edisi Februari 2021, Kemenkeu menyebut terdapat banyak wajib pajak di lapangan yang masih menyampaikan pemberitahuan penggunaan NPPN bersamaan dengan pelaporan SPT Tahunan pajak penghasilan (PPh).
"Biasanya, wajib pajak menjadikan pemberitahuan tersebut sebagai lampiran dan menuliskan tahun pajak yang sama dengan tahun pajak SPT Tahunan yang dilaporkan," tulis Kementerian Keuangan.
Kemenkeu menegaskan praktik tersebut tidak tepat mengingat pemberitahuan penggunaan NPPN seharusnya disampaikan pada tahun pajak yang bersangkutan.
Wajib pajak orang pribadi yang memakai NPPN wajib menyampaikan pemberitahuan penggunaan NPPN kepada dirjen pajak paling lama 3 bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan, bukan setelah tahun pajak berakhir.
"Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh wajib pajak, yaitu memastikan pemberitahuan disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan," tulis Kemenkeu.
Bila ingin menggunakan NPPN, wajib pajak saat ini sudah dapat menyampaikan pemberitahuan secara elektronik melalui DJP Online atau melalui Kring Pajak 1500200. Adapun fitur pemberitahuan penggunaan NPPN tersedia pada menu
Layanan submenu iKSWP di DJP Online.
Bila pemberitahuan disampaikan melalui Kring Pajak, wajib pajak perlu mempersiapkan beberapa data yang perlu diverifikasi seperti NPWP, nama, NIK, alamat tempat tinggal, alamat email terdaftar, dan nomor telepon atau ponsel yang terdaftar.
Setelah data terverifikasi, pemberitahuan akan diproses dan bukti penerimaan elektronik (BPE) akan dikirimkan ke email wajib pajak.
5. Ikut PPS Tidak akan Diperiksa Petugas Pajak, Simak Lagi Penjelasan DJP
Kepala Kanwil DJP Sulselbartra Arridel Mindra menyampaikan PPS yang sudah berlangsung sejak 1 Januari 2020 memberikan banyak keuntungan bagi wajib pajak. Salah satunya, data wajib pajak peserta PPS dijamin akan dirahasiakan dan tidak bocor.
"Keuntungannya bagi wajib pajak yang mengikuti PPS ini datanya sudah pasti dirahasiakan, tidak akan diperiksa artinya tidak ada SKP [Surat Ketetapan Pajak], tidak akan ada tindak sidik dan bukper [bukti permulaan], jadi ini memang komitmen luar biasa," jelas Arridel.
Sebelumnya, Dirjen Pajak Suryo Utomo juga sempat menegaskan kalau harta yang disampaikan dalam PPS tidak akan diperiksa oleh otoritas.
Dia mengatakan ketentuan tersebut telah diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Meski begitu, ada catatan yang perlu diperhatikan. DJP tetap dapat melakukan pemeriksaan terhadap harta yang belum disampaikan dalam PPS.
"Undang-undang yang memberikan garansi, bukan saya. Jadi yang betul-betul tidak dilaporkan itu yang menjadi objek pemeriksaan berikutnya," katanya.
Suryo mengatakan UU HPP menyebut DJP tidak akan melakukan pemeriksaan setelah wajib pajak mengikuti PPS, kecuali apabila ditemukan harta yang belum disampaikan. Oleh karena itu, dia mengajak wajib pajak langsung menyampaikan semua hartanya ketika PPS berlangsung. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.