RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa transfer pricing atas reklasifikasi biaya royalti menjadi biaya jasa teknik. Wajib pajak merupakan perusahaan yang memproduksi resin-remix atau bahan baku pembuat foam yang digunakan untuk industri lemari pendingin atau otomotif.
Perlu dipahami wajib pajak melakukan transaksi dengan pihak afiliasi yang berdomisili di Jepang, yang selanjutnya disebut X Co. Atas transaksi tersebut, kedua pihak membuat technology license and technical service agreement.
Otoritas pajak menyatakan reklasifikasi biaya royalti menjadi biaya jasa teknik sudah benar. Sebab, dalam perkara ini, wajib pajak meminta pembuatan formula baru atas suatu produk dengan varian khusus dan jasa teknik dalam pengaplikasian formula tersebut kepada pihak X Co.
Sebaliknya, wajib pajak menilai bahwa reklasifikasi biaya royalti menjadi biaya jasa teknik tidak dapat dibenarkan. Dalam membuat produk varian khusus, Termohon PK tidak meminta X Co untuk menciptakan formula baru.
Termohon menggunakan formula varian khusus yang sudah dimiliki oleh X Co sejak lama dan formula tersebut sudah dipatenkan. Atas pemanfaatan intangible asset tersebut, wajib pajak membayarkan royalti kepada X Co.
Selain itu, dalam perjanjian sudah disepakati untuk menjamin mutu produksi terkait dengan pengaplikasian formula, apabila dibutuhkan, teknisi X Co akan datang ke Indonesia untuk menyelesaikan masalah-masalah yang timbul. Jasa X Co tersebut dibebankan secara terpisah dari biaya royalti sebagai biaya jasa teknik.
Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Sementara itu, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan dari otoritas pajak selaku Pemohon PK.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.
Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan reklasifikasi biaya royalti menjadi biaya jasa teknik yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan. Transaksi yang dilakukan wajib pajak merupakan pemanfaatan intangible asset yang dimiliki X Co dan selanjutnya wajib pajak diwajibkan membayar royalti.
Berdasarkan pertimbangan di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 56386/PP/M.IA/15/ 2014 tanggal 27 Oktober 2014, otoritas pajak mengajukan Permohonan PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 6 Februari 2015.
Pokok sengketa dalam perkara a quo adalah koreksi penghasilan neto atas biaya royalti senilai US$249,304.00 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Perlu dipahami terlebih dahulu, Termohon PK memiliki hubungan istimewa dengan X Co yang berkedudukan di Jepang. Hal tersebut dibuktikan dengan kepemilikan saham oleh X Co atas perusahaan Termohon PK sebesar 81%, adanya penyertaan modal, dan penguasaan secara langsung.
Dalam pekara ini, Pemohon PK mendapatkan pesanan produk resin-remix dengan variasi khusus dari beberapa pelanggan. Namun, Pemohon PK tidak dapat mengembangkan produk dengan variasi khusus tersebut sehingga meminta X Co untuk membuat formula terbaru.
Atas permintaan tersebut, Termohon PK dan X Co membuat technology license and technical services agreement. Dalam proses pengaplikasian formula, tenaga ahli/teknis dari pihak X Co akan datang ke Indonesia untuk membantu mengaplikasikan formula dan menyelesaikan kendala tertentu.
Pemohon PK menilai kegiatan yang dilakukan Termohon dengan X Co merupakan jasa teknik, bukan pemanfaatan intangible asset yang dimiliki X Co. Berdasarkan uraian tersebut, Pemohon PK memutuskan melakukan reklasifikasi biaya royalti menjadi biaya jasa teknik.
Lebih lanjut, transaksi Termohon dengan pihak X Co tidak didukung dengan transfer pricing documentation. Transaksi yang dilakukan tersebut tidak mencerminkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Selanjutnya, Pemohon melakukan penelitian terhadap kewajaran dan kelaziman transaksi Termohon dengan pihak X Co menggunakan transactional net margin method (TNMM).
Termohon PK menyatakan menolak seluruh dalil Pemohon PK. Termohon menilai terdapat inkonsistensi antara alasan koreksi Pemohon PK pada tahap pemeriksaan dan keberatan.
Dalam pemeriksaan, Pemohon PK telah menyetujui bahwa transaksi yang dilakukan Termohon dengan X Co merupakan kegiatan pemanfaatan intangible asset berupa formula produk varian khusus. Sementara itu, pada proses keberatan, Pemohon PK melakukan reklasifikasi biaya royalti menjadi biaya jasa teknik sekaligus menyatakan transaksi yang dilakukan Termohon tidak wajar.
Dalam membuat produk varian khusus, Termohon PK tidak meminta X Co untuk menciptakan formula terbaru. Termohon menggunakan formula varian khusus yang sudah dimiliki sejak lama oleh X Co dan formula tersebut sudah dipatenkan. Dalam perjanjian dengan X Co juga telah ditetapkan Termohon wajib membayar royalti sebesar 3%.
Selain itu, dalam perjanjian disepakati untuk menjamin mutu produksi terkait dengan pengaplikasian formula, ada kalanya teknisi X Co didatangkan langsung dari Jepang ke Indonesia untuk menyelesaikan masalah-masalah yang timbul.
Jasa X Co tersebut dibebankan secara terpisah dari biaya royalti sebagai biaya jasa teknik. Termohon PK menyatakan pengujian kewajaran dengan menggunakan metode TNMM tidak tepat
Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, koreksi atas penghasilan neto atas biaya royalti sebesar US$249,304.00 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam persidangan, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, dalam perkara ini, reklasifikasi biaya royalti menjadi biaya jasa teknik yang dilakukan Pemohon PK tidak tepat. Penggunaan metode TNMM untuk menentukan harga juga tidak berdasar. Koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan uraian di atas, permohonan PK yang diajukan Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
#MariBicara terdapat typo oleh redaksi pada paragraph di bawah ini: Dalam pekara ini, Pemohon PK mendapatkan pesanan produk resin-remix dengan variasi khusus dari beberapa pelanggan. Namun, Pemohon PK tidak dapat mengembangkan produk dengan variasi khusus tersebut sehingga …dst. Frase Pemohon PK pada pragraf ini seharusnya ditulis sebagai Termohon PK. Sebab Pemohon PK yaitu pihak otoritas pajak. Aneh rasanya otoritas pajak yang mendapatkan pesanan produk tersebut. Frase pada paragraph ini terdapat kesalahan tulis oleh redaksinya. #MariBicara Sayangnya Tim Kuasa Hukum DJP menambah ruang lingkup perkara yang terjadi pada saat Pemeriksaan dan Keberatan. Pada saat pemeriksaan, Tim Pemeriksa sudah setuju bahwa transaksi tersebut sebagai pemanfaatan intangible asset, Namun, pada proses Keberatan, DJP menambahkan ruang lingkup materi sengketa dengan melakukan reklasifikasi biaya royalti menjadi biaya jasa teknik sekaligus menyatakan transaksi yang dilakukan Termohon tidak wajar. Ini fatal.