Adryan Hermawan
,SEJAK diidentifikasi pertama kali pada 1 Desember 2019 di Kota Wuhan, China, virus Corona telah menginfeksi ratusan juta orang secara global dengan persentase kesembuhan sebesar 91,55% dan persentase kematian sebesar 8,45% (data hingga 2 Juli 2021).
Indonesia masuk lima besar negara dengan kasus tertinggi di dunia. Pandemi Covid-19 di Tanah Air sepertinya belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Penyebaran virus Corona pada Juli 2021 cenderung makin tidak terkendali.
Data positivity rate Indonesia pada periode 4 Juni—2 Juli 2021 sebesar 25,1%. Hal tersebut akhirnya memaksa pemerintah Kembali menarik rem dengan menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Pelaksanaan PPKM tentunya memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perekonomian masyarakat. Kebijakan itu akan menurunkan mobilitas dan konsumsi masyarakat sehingga berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Apalagi, berdasarkan pada data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa dan Bali berkontribusi sebanyak 65% terhadap perekonomian Indonesia. Tugas pemerintah akan makin berat dalam mewujudkan target pertumbuhan ekonomi.
Vaksinasi merupakan salah satu jalan keluar yang dipercaya umat manusia untuk memberantas penyakit menular. Hal ini berlangsung sejak Edward Jenner, lewat percobaannya, sengaja menginfeksi kedua lengan James Phipps dengan cairan lepuh dari pemerah susu yang terkena virus cowpox untuk membasmi pandemi cacar pada 14 Mei 1796.
Oleh karena itu, program vaksinasi pada saat ini juga dipercaya sebagai salah satu jalan keluar dari pandemi Covid-19. Akselerasi vaksinasi menjadi syarat yang sangat penting agar kecepatan kekebalan komunal (herd immunity) di masyarakat dapat segera terbentuk.
Jika kondisi tersebut lebih cepat terwujud, pemulihan ekonomi juga dapat segera dicapai. Kita harus pulih lebih cepat dari negara maju yang telah telah melaksanakan program vaksinasi dengan kecepatan tinggi seperti Inggris (75%), Amerika Serikat (49,2%), dan Jerman (47,3%).
Apabila program vaksinasi negara kita tertinggal dari negara maju, akan timbul risiko tertinggalnya pemulihan ekonomi. Akselerasi pemulihan ekonomi di negara maju memang berpotensi meningkatkan permintaan atas barang komoditas sehingga ekspor dan penerimaan pajak Indonesia kut naik.
Namun, ketika ekonomi pada negara-negara maju telah tumbuh, akan ada kecenderungan terjadi aliran modal keluar dari negara-negara berkembang. Aliran modal akan mengarah ke negara-negara maju yang sudah pulih perekonomiannya.
Sebagai contoh, program stimulus di Amerika Serikat (AS) akan meningkatkan suplai surat utang Pemerintah Amerika Serikat (US-T-Bills). Implikasinya, harga US-T-Bills akan cenderung turun dan imbal hasilnya dapat naik.
Ketika imbal hasil US-T-Bills naik, pasar obligasi dan saham di Indonesia akan cenderung bergejolak. Hal ini dikarenakan investor akan lebih tertarik menanamkan uangnya pada komoditas yang memiliki risiko rendah dengan imbal hasil yang tinggi. Pada akhirnya, nilai tukar rupiah berpotensi melemah.
Kita harus tetap berharap pada pemulihan ekonomi negara sendiri agar tidak memiliki ketergantungan pada siklus yang mungkin akan reda. Melalui program vaksinasi, kita dapat kembali menguatkan imun masyarakat pekerja agar dapat kembali ke lingkungan pekerjaannya.
Para perusahaan atau pemberi kerja dapat dengan yakin merekrut para pekerja. Pada akhirnya, angka pengangguran dapat kembali ditekan. Negara bisa mendapatkan kembali PPh Pasal 21 karyawan dari para pemberi kerja. Pekerja akan kembali memiliki daya beli sehingga meningkatkan konsumsi rumah tangga.
Peningkatan konsumsi rumah tangga akan dapat mengembalikan kapasitas produksi perusahaan-perusahaan penyedia barang dan jasa kebutuhan masyakarat, termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pada kondisi sebelum terjadinya pandemi.
Hal tersebut tentunya akan ikut meningkatkan penerimaan pajak badan dan UMKM. Belum lagi, aliran barang dan jasa dari produsen kepada konsumen akhir akan ikut meningkatkan penerimaan PPN. Rencana kenaikan tarif PPN juga dapat berkontribusi terhadap peningkatan penerimaan PPN.
Selain dari sisi penerimaan negara, perekonomian yang tumbuh dari kegiatan konsumsi masyarakat tentunya akan membuat pasar modal kembali bergairah. Perusahaan-perusahaan go public yang penjualannya meningkat akan ikut menaikkan nilai sahamnya di pasar modal. Hal tersebut tentunya akan ikut mendorong nilai indeks harga saham gabungan (IHSF) di pasar modal.
Bergairahnya pasar modal dan tumbuhnya perekonomian akan ikut menarik para investor asing untuk kembali percaya menanamkan modalnya di Indonesia. Kondisi ini pada akhirnya akan berpotensi meningkatkan penerimaan negara dari pajak serta menguatkan nilai tukar rupiah.
Program vaksinasi harus kita percepat untuk menormalkan kembali kondisi perekonomian kita. Bila tidak, bukan hanya masyarakat yang akan kesulitan, melainkan juga pemerintah karena defisit anggaran yang akan makin melebar.
Protokol kesehatan yang lebih disiplin dan terkendali juga harus tetap dijaga masyarakat. Langkah ini perlu dilakukan agar dapat menjaga momentum pengendalian pandemi dan pemulihan ekonomi yang sedang terjadi di Indonesia.
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2021. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-14 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp55 juta di sini.
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Konsistensi keputusan pemerintah Indonesia terhadap pandemi ini juga perlu dipertegas. Keputusan PPKM yang diperpanjang setiap satu/dua minggu, membuat ketidak pastian dan malah membuat jengkel masyarakat. Apalagi dengan berbagai hoax yang mudah masuk di masyarakat. Tentu penanganan pandemi ini tidaklah mudah