LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2019

Menyoal Desain dan Implementasi Kebijakan Pajak

Redaksi DDTCNews | Rabu, 22 Januari 2020 | 19:01 WIB
Menyoal Desain dan Implementasi Kebijakan Pajak
Hilda Octavana Siregar
Sleman
, Yogyakarta

DALAM APBN 2020, penerimaan perpajakan menjadi penyumbang belanja negara terbesar, yaitu 73,44%. Artinya, kebutuhan untuk menjalankan roda pemerintahan mayoritas didanai pajak. Menjadi tulang punggung APBN, berarti penerimaan pajak harus mampu meningkat secara berkelanjutan.

Karena itu, kesadaran dan kepatuhan pajak merupakan hal utama dalam meningkatkan penerimaan pajak. Namun, saat ini tingkat kesadaran masyarakat dalam membayar pajak masih jauh dari harapan. Hal ini terlihat dari tax ratio Indonesia 2018 yang hanya mencapai 11,5%.

Beberapa tahun terakhir, perbaikan terus dilakukan. Selain peningkatan kredibilitas sumber daya manusia sebagai pelayan pajak, tuntutan reformulasi regulasi dan perbaikan informasi dan teknologi menjadi sangat penting agar pemungutan pajak bisa lebih efektif dan efisien.

Berbagai upaya yang dilakukan selama ini bersifat reguler dan insidental. Aturan yang insidental antara lain peraturan pajak usaha mikro, kecil, dan menengah pada 2013 dan 2018, sunset policy dan tax amnesty, hingga perjanjian pajak dengan berbagai negara di dunia.

Kebijakan insidental ini terlihat lebih berhasil ketimbang kebijakan reguler. Namun, kebijakan insidental ini tidak berdampak positif pada kebijakan reguler, seperti partisipasi wajib pajak (WP) dalam tax amnesty tidak berdampak pada kepatuhan pada tahun-tahun setelah tax amnesty.

Tiga Program
UNTUK itu, desain kebijakan harus mendorong program reguler yang ditetapkan. Paling tidak ada 3 program reguler, yaitu integrasi database Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sinergi pemerintah pusat dan daerah, peningkatan kepatuhan, dan penurunan tarif.

Memiliki NIK menjadi hak utama setiap warga negara hingga ia dapat mengakses berbagai fasilitas negara, seperti memperoleh dokumen kewarganegaraan, kesehatan, perbankan, juga kekayaaan. Menjadi anomali ketika hal itu bisa didapatkan tanpa didahului kewajiban, yaitu membayar pajak.

Faktanya, dua hal ini dipisahkan secara tegas. Warga negara bisa tetap mengakses berbagai fasilitas itu tanpa memiliki NPWP. Karena itu, NIK dan NPWP perlu diintegrasikan, sehingga setiap warga negara yang meraih penghasilan, wajib memberikan notifikasi pada kewajiban perpajakannya.

Dengan demikian, integrasi NIK dan NPWP ini akan memudahkan sekaligus menyederhanakan sistem pajak. Sampai saat ini, masih banyak masyarakat yang memiliki penghasilan tetapi tidak memiliki NPWP, sehingga terbebas dari seluruh kewajiban perpajakannya.

Dominasi Pusat
UNTUK sinergi pemerintah pusat dan daerah, harus diakui komitmen penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia belum bisa dikatakan sempurna. Beberapa kasus masih menunjukkan pemerintah pusat memiliki hak lebih dominan terhadap pengelolaan penerimaan pajak daerah.

Memang, upaya intensifikasi pajak penghasilan badan atau orang pribadi yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, tidak bisa dilepaskan dari kepemilikannya atas usaha misalnya rumah makan atau hotel yang merupakan objek pajak daerah.

Untuk kebutuhan pengumpulan data WP, Ditjen Pajak (DJP) sering meminta data WP tertentu ke pemerintah daerah, dan merupakan keharusan bagi pemerintah daerah untuk memberikan informasi tentang WP tersebut. Namun, hal seperti ini tidak bisa berlaku sebaliknya.

Karena itu, sinergi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi penting. Apabila kedua belah pihak dapat bertukar informasi atas WP yang sama, pemungutan pajak tentu dapat berjalan lebih efektif dan efisien, baik itu pajak yang menjadi kewenangan pemerintah pusat maupun pajak daerah.

Sinergi ini juga bisa dilakukan secara lintas profesi. Misalnya pajak jual beli tanah (PPh dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan/BPHTB) melalui Notaris. Sinergi DJP, Kantor Pajak Daerah, dan Notaris dibutuhkan karena PPh masuk ke pusat, sementara BPHTB masuk ke pemerintah daerah.

Mengenai tarif, harus diakui tarif pajak di Indonesia semakin tidak bersaing dengan negara-negara sejenis. Komitmen pemerintah menurunkan tarif baik PPh maupun pajak daerah untuk mengangkat daya saing perlu diapresiasi. Semoga upaya tersebut bisa cepat terealisasi.

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

23 Januari 2020 | 20:29 WIB

setuju sekali apalagi jika di imbangi dengan adanya pemahaman pajak kepada semua pihak dari instansi yg berkaitan mungkin kesadaran pajak akan juga meningkat

23 Januari 2020 | 20:05 WIB

setuju banget.

23 Januari 2020 | 19:48 WIB

sangat setuju. sinergi vertikal dalam lembaga harus dijalankan untuk meningkatkan tax ratio kita

23 Januari 2020 | 19:14 WIB

Menarikk👍👍

23 Januari 2020 | 13:20 WIB

di era kolaborasi ini saya sangat setuju dengan opini penulis...harus ada sinergi seluruh elemen...

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:30 WIB KPP PRATAMA BADUNG SELATAN

Kantor Pajak Minta WP Tenang Kalau Didatangi Petugas, Ini Alasannya

Jumat, 20 Desember 2024 | 17:00 WIB PENERIMAAN PAJAK

Tingkatkan Penerimaan Pajak, Indonesia Perlu Perdalam Sektor Keuangan

Rabu, 18 Desember 2024 | 16:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Dalam Kondisi Ini, WP Masih Bisa Penuhi Kewajiban Pajak secara Manual

Rabu, 18 Desember 2024 | 14:30 WIB LAPORAN WORLD BANK

World Bank Soroti Masalah Ketidakpatuhan Wajib Pajak di Indonesia

BERITA PILIHAN