LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2020

Menggenjot Penerimaan Saat Pandemi

Redaksi DDTCNews | Rabu, 14 Oktober 2020 | 09:50 WIB
Menggenjot Penerimaan Saat Pandemi

Anwar Saragih, Simalungun, Sumatra Utara

HAMPIR seluruh negara di dunia mengalami penurunan penerimaan pajak pada masa pandemi Covid-19. Situasi ekonomi yang tidak sehat menjadi alasan pemerintah menunda pemungutan beberapa jenis pajak agar kehidupan ekonomi tetap berjalan.

Berkurangnya lapangan pekerjaan, penerimaan pajak pertambahan nilai dan cukai yang menurun, adalah beberapa hal yang menuntut pemerintah memformulasi kebijakan fiskal yang tepat. Ditambah dengan meningkatnya akumulasi utang, tidak ada pilihan lain kecuali berinovasi.

Apalagi rasio pajak hingga akhir 2020 ini diperkirakan 9,1%. Angka ini mungkin yang terendah dalam 20 terakhir. Capaian rasio pajak 2019 sebesar 10,6% dengan penerimaan pajak terbesar dari industri pengolahan, perdagangan, jasa keuangan, konstruksi, pertambangan dan transportasi.

Setidaknya dalam beberapa waktu ke depan Pemerintah Indonesia akan mengalami ketidakstabilan karena pengeluaran yang jauh lebih besar dari perkiraan sebelumnya. Sebaliknya, pendapatan yang kebanyakan berasal dari pajak akan mengerut.

Kebijakan fiskal menjadi salah satu instrumen yang bertujuan menciptakan output tinggi untuk laju pertumbuhan. Dengan asumsi bisnis perusahaan butuh dukungan finansial dengan pengangguran yang cenderung tinggi, pengeluaran sosial dalam menyikapi krisis sangat dibutuhkan.

Artinya, pandemi Covid-19 telah mendorong pemerintah melakukan ekspansi besar dalam bidang fiskal. Hal ini mungkin kurang populer, tetapi sangat urgen karena dukungan keuangan langsung pada masyarakat miskin harus dilakukan dalam menghadapi dampak buruk pandemi ini.

Pada Juni 2019, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp688,9 triliun. Saat itu, Indonesia terkena dampak perang dagang Amerika Serikat dan China. Pada Juni 2020, penerimaan perpajakan -9,2%. Perkiraan ini di luar harapan karena Perpres 54/2020 mengasumsikan pertumbuhan -5,4%.

Ada banyak tekanan yang menimpa dunia usaha. Negara tentu tidak bisa maksimal menggenjot penerimaan karena pada saat yang sama ada berbagai keringanan bagi dunia usaha, seperti pengurangan angsuran PPh 25, pembebasan PPh 22 impor, dan penurunan PPh.

Situasi ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Banyak negara melakukan relaksasi pajak untuk mengatasi kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19 untuk memberikan dukungan likuiditas kepada bisnis agar tetap bertahan sekaligus memberikan bantuan pada masyarakat miskin dan rentan.

Ruang Fiskal
NAMUN, UU Nomor 17 Tahun 2003 memberikan ruang kepada pemerintah untuk melakukan eksplorasi kebijakan fiskal dalam menggenjot penerimaan. Hanya, pemerintah harus mempertimbangkan dampak buruk yang mungkin muncul karena situasi ekonomi yang sedang melemah.

Eksplorasi untuk menggenjot penerimaan itu perlu dilakukan karena upaya untuk bangkit dari krisis bisa membutuhkan waktu 5-6 tahun. Sebab, memulihkan penerimaan pajak membutuhkan waktu lebih lama daripada pemulihan memulihkan perekonomian secara umum.

Karena itu, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Pertama, aplikasi layanan digital seperti Spotify, Netfix, Amazon, hingga Zoom perlu dieksplorasi secara efektif untuk menggenjot penerimaan. Tentu tanpa melupakan dukungan politik dan kolaborasi dengan negara asal aplikasi tersebut.

Kedua, sumber rutin penerimaan pajak harus tetap dipertahankan untuk mempertahankan basis pajak. Tidak hanya itu, sumber-sumber rutin tersebut tetap bisa menjadi basis penerimaan untuk mengamankan bantuan sosial pemerintah pada masyarakat terdampak pandemi.

Ketiga, relaksasi pajak sebaiknya mengedepankan sektor produksi. Regulasi pajak untuk barang-barang ekspor atau komoditas unggulan yang dibutuhan negara-negara lain seharusnya tetap stabil agar keunggulan komparatif Indonesia tetap terjaga.

Keempat, menerapkan kebijakan pajak yang adil untuk menutup defisit penerimaan. Hal ini terkait dengan penyesuaian batas pembayaran pajak oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Sebaliknya, tarif progresif PPh orang kaya atau pajak yang berbasis atas kekayaan perlu dilakukan.

Kelima, pengenaan cukai bisa diperluas misalnya ke produk minuman berpemanis dan bahan bakar minyak. Memang, setiap kebijakan pajak tidak bisa berjalan sendiri. Perlu dukungan politik dan kerja sama semua pihak untuk menyelamatkan ekonomi, agar rakyat selamat melalui pandemi ini.

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

15 Oktober 2020 | 12:14 WIB

Sepakat dengan tulisan ini. Sukses terus.

15 Oktober 2020 | 08:52 WIB

Setiap kebijakan yang dijalankan pemerintah terkait pajak harus bisa menghadirkan kolaborasi dengan masyarakat, perusahaan dan pihak lainnya.

15 Oktober 2020 | 08:39 WIB

Benar, relaksasi pajak sebaiknya mengedepankan sektor produksi karena Indonesia adalah negara agraris dan maratim yang kaya akan hasil pertanian dan hasil laut. Itu bisa mendorong menciptakan kestabilan pasca pandemi yang tidak sedikit waktu untuk pemulihannya.

15 Oktober 2020 | 08:27 WIB

Kedepan kita butuh solusi dalam setiap eksplorasi terhadap pajak. Hal ini sangat penting mengingat pentingnya keseimbangan pasca gelontoran BLT dari pemerintah

14 Oktober 2020 | 21:11 WIB

Saya berharap pemerintah bisa mempertimbangkan saran penulis dalam upaya salah satu solusi dalam mengatasi persoalan ekonomi kita dimasa pandemi ini

14 Oktober 2020 | 19:27 WIB

Benar, saya setuju saat pandemi seperti ini eksplorasi penerimaan dari pajak perlu dilakukan, utamanya seperti media baru yang sering dipakai saat ini seperti aplikasi digital Netflix,Zoom dan Spotify..

14 Oktober 2020 | 19:07 WIB

Saya juga berpikir demikian aplikasi layanan digital seperti Spotify, Netfix, Amazon, hingga Zoom perlu berkontribusi terhadap penerimaan pajak kita..

14 Oktober 2020 | 18:54 WIB

Secara konsep, relaksasi pajak sebaiknya mengedepankan sektor produksi itu sangat penting. Tapi sekali lagi kendala kita berada pada bagaimana pemerintah mengimplementasikan setiap kebijakan dengan konsisten.

14 Oktober 2020 | 18:50 WIB

Saya setuju dengan tulisan ini, bahwa dalam mengatasi pandemi kita perlu melakukan eksplorasi terhadap penerimaan pajak. Salam.

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 09:45 WIB LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2024

Memunculkan Fitur Transparansi Pajak di Platform Online Terintegrasi

Jumat, 04 Oktober 2024 | 17:15 WIB LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2024

Menyusun Strategi Jangka Pendek hingga Panjang Peningkatan Tax Ratio

Jumat, 04 Oktober 2024 | 13:48 WIB LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2024

Menggagas Pajak Produk Rekayasa Genetika di Indonesia

Jumat, 04 Oktober 2024 | 11:19 WIB LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2024

Urgensi Penggunaan Pajak untuk Promosi Kesehatan di Indonesia

BERITA PILIHAN