BERITA PAJAK HARI INI

Implementasi Penuh Bulan Depan, Ini Kemudahan Pakai e-Faktur 3.0

Redaksi DDTCNews | Rabu, 02 September 2020 | 08:20 WIB
Implementasi Penuh Bulan Depan, Ini Kemudahan Pakai e-Faktur 3.0

Ilustrasi. (DJP)

JAKARTA, DDTCNews – Implementasi penuh e-Faktur 3.0 akan memudahkan wajib pajak berstatus pengusaha kena pajak (PKP) dalam pelaporan SPT Masa PPN. Rencana implementasi secara nasional mulai 1 Oktober 2020 tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (2/9/2020).

Kasubdit Kerja Sama dan Kemitraan Perpajakan Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Yeheskiel Minggus Tiranda dengan e-Faktur 3.0, pelaporan SPT Masa PPN akan semakin mudah karena dilakukan secara prepopulated melalui e-Faktur web based.

“Seluruh data faktur pajak keluaran, pajak masukan, dan dokumen lain yang telah di-upload akan tersedia saat melaporkan SPT Masa PPN. Fitur tambahan ini diharapkan akan membantuk wajib pajak melaporkan SPT secara benar, lengkap, dan jelas,” Yeheskiel.

Baca Juga:
Pemerintah China dan Parlemen Sepakati UU PPN, Berlaku Mulai 2026

Dalam aplikasi e-Faktur 3.0, sambungnya, ada fitur prepopulated yang bermanfaat untuk mengurangi pekerjaan manual saat menginput data pajak masukan dan pemberitahuan impor barang (PIB). Semua data akan disediakan karena sistem DJP dan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) telah terhubung secara host-to-host.

Pada September 2020, DJP melakukan uji coba (piloting) dengan melibatkan 5.445 PKP yang terdaftar di 159 KPP (seluruh KPP LTO, sebagian KPP Khusus, seluruh KPP Madya di Jakarta, sebagian KPP Madya Luar Jakarta, dan sebagian KPP Pratama).

Uji coba sudah dilakukan secara bertahap mulai Februari 2020 (4 PKP), Juni 2020 (27 PKP), dan Agustus (4.617 PKP). Mulai 1 Oktober 2020, e-Faktur 3.0 akan diimplementasikan secara nasional untuk seluruh PKP. Simak artikel ‘Aplikasi E-Faktur 3.0 Bisa Dinikmati Wajib Pajak Mulai Oktober 2020’.

Baca Juga:
Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Selain implementasi e-Faktur 3.0, ada pula bahasan mengenai pengamanan target penerimaan perpajakan pada 2021. Pasalnya, realisasi penerimaan perpajakan tahun ini diproyeksi akan lebih rendah dari target yang ditetapkan dalam Perpres 72/2020.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Kesalahan Input

Kasi Peraturan PPN Perdagangan II DJP Gideon Agus Yulianto mengatakan pembaruan aplikasi e-Faktur 3.0 menyediakan fitur prepopulated untuk data pajak masukan dan PIB. Dengan demikian, wajib pajak tidak perlu mengisi data secara manual.

Baca Juga:
Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

“Dengan prepopulated pajak masukan dan PIB diharapkan mampu mengurangi kesalahan input yang selama ini sering terjadi terutama untuk input nomor transaksi penerimaan negara yang memiliki kombinasi huruf dan angka," jelas Gideon.

Dalam aplikasi ini, wajib pajak juga dengan leluasa dapat memilih pengkreditan sesuai masa pajak, baik untuk kegiatan impor maupun perolehan di dalam negeri. Pasalnya, masa pengkreditan juga akan disediakan dan dapat dipilih sesuai ketentuan. (DDTCNews)

  • Belum Semua Data

Kasi Peraturan PPN Perdagangan II DJP Gideon Agus Yulianto mengatakan belum semua data disediakan melalui fitur prepopulated dalam aplikasi e-Faktur 3.0. Saat ini, data yang tersedia meliputi pajak masukan, pajak keluaran, dan PIB.

Baca Juga:
Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

“Data-data yang lain belum prepoulated, tapi ke depan pasti kita akan mengarah ke sana [penambahan data],” katanya. (DDTCNews)

  • Penerimaan Perpajakan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan perpajakan berpotensi lebih rendah dari yang ditargetkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.72 Tahun 2020.

Outlook ini berisiko menambah ketidakpastian pengamanan target penerimaan perpajakan 2021. Pemerintah memperkirakan penerimaan perpajakan pada 2021 tumbuh moderat 5,5% dari target dalam Perpres No.72 Tahun 2020 sejalan dengan pemulihan ekonomi, baik global maupun domestik.

Baca Juga:
Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

“Meski demikian, perlu diantisipasi bahwa data terbaru ketidakpastian akibat Covid-19 masih tinggi sehingga outlook [penerimaan] perpajakan [tahun ini] lebih rendah dari Perpres No. 72 Tahun 2020,” ujarnya. (DDTCNews/Kontan)

  • PPN Produk Digital

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perluasan basis pajak akan dilakukan. Salah satunya terkait dengan kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Apalagi, ketentuan pungutan PPN produk digital dalam PMSE ini sudah mulai berlaku pada 1 Agustus 2020.

“Penerapan PPN produk digital dari luar negeri juga diharapkan dapat menciptakan kesetaraan berusaha atau level playing field antarpelaku usaha,” katanya. (Kontan)

Baca Juga:
Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%
  • Deflasi pada Agustus 2020

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat indeks harga konsumen pada Agustus 2020 kembali mengalami deflasi sebesar 0,05%. Deflasi tersebut menjadi yang kedua kali pada tahun ini, setelah Juli lalu deflasi 0,10%.

"Kalau kita melihat perkembangan inflasi berbagai negara memang menunjukkan perlambatan, bahkan mengarah deflasi karena pandemi Covid menghantam dari sisi demand side maupun supply side," kata Kepala BPS Suhariyanto. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)

  • PPh Final Sewa Tanah dan Bangunan

DJP membuka ruang perubahan pengenaan PPh atas kegiatan sewa tanah/bangunan dari skema final menjadi sesuai ketentuan umum. Ruang perubahan ini masuk dalam bagian kegiatan evaluasi atas penerapan PPh final sewa tanah/bangunan, sejalan dengan usulan yang telah disampaikan oleh asosiasi.

Baca Juga:
Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Dari evaluasi ini, juga terdapat kemungkinan tarif PPh yang dikenakan atas sewa tanah/bangunan akan dibedakan antara wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan. Meski demikian, semua ini masih dalam pembahasan dan belum ada kebijakan final.

“Semua sedang kami kaji dan evaluasi. Untuk sementara belum ada kesimpulan yang kami ambil. Tentu dalam diskusi ini kami mengajak stakeholder terkait. Kami pertimbangkan apa yang disampaikan oleh asosiasi,” kata Direktur Peraturan Perpajakan II DJP Yunirwansyah. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

02 September 2020 | 15:59 WIB

Tidak perlu input PPN Masukan.........tentu sangat membantu

02 September 2020 | 13:12 WIB

Informasi ini sangat membantu kami dalam melaksanakan profesi saya sebagai pemerhati dan konsultan pajak

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan