PERJANJIAN PAJAK

Duh, P3B Indonesia-Belanda Rugikan Indonesia

Muhamad Wildan | Sabtu, 03 Oktober 2020 | 06:01 WIB
Duh, P3B Indonesia-Belanda Rugikan Indonesia

Presiden Joko Widodo (kiri) dan Raja Belanda Willem-Alexander di Istana Presiden Bogor, Jawa Barat (10/3/2020). Penelitian Netherlands Bureau for Economic Policy Analysis mengungkapkan penerimaan pajak Indonesia dirugikan akibat adanya perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan Belanda (Foto: Sekretariat Kabunet)

AMSTERDAM, DDTCNews - Penelitian Netherlands Bureau for Economic Policy Analysis (Centraal Planbureau/CPB) mengungkapkan penerimaan pajak Indonesia dirugikan akibat adanya perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan Belanda.

Dokumen Dutch Tax Treaties and Developing Countries - A Network Analysis, CPB mengungkapkan P3B Indonesia-Belanda banyak dimanfaatkan korporasi multinasional untuk melakukan penghindaran pajak. Hal yang sama terjadi pada P3B Indonesia-Hong Kong dan Indonesia-Uni Emirat Arab.

"Network analysis kami menunjukkan P3B Indonesia dan Belanda, Hong Kong, serta Uni Emirat Arab bertanggung jawab atas berkurangnya potensi penerimaan pajak akibat praktik treaty shopping," tulis CPB, dikutip Jumat (2/10/2020).

Berdasarkan penghitungan CPB, potensi penerimaan pajak dari dividen yang hilang dan tidak dapat dipungut oleh Indonesia akibat P3B mencapai 53,8% dari total potensinya.

P3B Indonesia dengan Belanda serta Hong Kong berkontribusi masing-masing sebesar 58,2% dan 41,8% atas total potensi penerimaan pajak dari dividen yang hilang bagi Indonesia.

Adapun penerimaan pajak dari pembayaran bunga serta royalti bagi Indonesia yang hilang dan akibat P3B mencapai 44,1% dan 46,6% dari potensi penerimaan aslinya.

CPB mencatat P3B antara Indonesia dan Belanda serta antara Indonesia dan Uni Emirat Arab masing-masing berkontribusi sebesar 50% atas total potensi penerimaan pajak dari pembayaran bunga yang hilang bagi Indonesia.

Khusus untuk royalti, CPB mencatat total penerimaan pajak dari royalti yang hilang disebabkan oleh adanya P3B antara Indonesia dan Uni Emirat Arab serta P3B antara Indonesia dan Hong Kong.

P3B Indonesia-Uni Emirat Arab bertanggung jawab atas 97% dari total potensi penerimaan pajak atas royalti yang hilang, sedangkan P3B Indonesia-Hong Kong hanya berkontribusi sebesar 3% dari total potensi penerimaan pajak atas royalti yang hilang. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

03 Oktober 2020 | 21:24 WIB

Hal seperti ini bukan pertama kalinya terjadi, untuk kedepannya Pemerintah harus lebih hati-hati dalam membuat kesepakatan dengan negara lain.. jangan sampai kegiatan bisnis yang dilakukan wajib pajak asing justru lebih banyak merugikan Indonesia

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tahun Baru, PTKP Baru? Catatan bagi yang Baru Menikah atau Punya Anak

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru